Media Jujur?

Bagaimana rasanya jika ide/tulisan kita diklaim orang lain? Rasanya kata kecewa masih kurang. Mungkin itu juga yang dirasakan seorang teman saya ketika tulisan yang dikirimnya ke sebuah majalah akhirnya muncul namun yang tertera di sana bukan namanya. Hanya catatan dalam kurang yang berisi keterangan bahwa bahan tulisan dari (nama) teman saya ini. Padahal banyak kalimat dalam tulisan itu adalah tulisan teman saya ini (bukan hasil proses editing oleh editor). Kalau sudah begini urusan honor bukan  hal penting. honor tetap tidak meredakan rasa kecewa.

Kejadian berikutnya, teman saya ini mengirim  artikel lain (ke majalah berbeda) dan mendapat respon positif dengan janji akan dimuat tapi saat ditanyakan, apakah nanti namanya yang muncul (sebagai penulis) tidak ada jawaban sampai akhirnya pihak majalah  mengembalikan naskah teman saya ini alias menolak. Padahal menurut saya ide tulisan teman saya ini bisa dibilang ide baru dan ditulis berdasarkan ilmu yang didapat saat teman saya ini kuliah. 
Saya jadi teringat pengalaman saya sendiri, sebelum saya punya keberanian (lebih tepatnya sok pede) kirim-kirim tulisan atau artikel ke majalah berthema parenting, saya ragu dan khawatir tulisan saya di plagiat artinya ide kita dicuri tapi tulisan kita tidak dimuat. Tapi setelah bolak-balik dipikir kalau berkutat dengan ketakutan kapan ide saya di baca orang. Akhirnya saya tetap kirim tulisan dan hasilnya 98% di tolak dengan beragam alasan! Tapi itu masih mending ada juga majalah yang tidak pernah memberikan jawaban walaupun sudah saya kirim email mempertanyakan nasib tulisan saya (padahal di halaman editorialnya jelas tertulis redaksi menerima tulisan dari luar). Tapi ya wis lah…maju terus pantang mundur :) (terinspirasi kisahnya Arvan Pradiansyah sebelum jadi pengisi kolom tetap di majalah swa) …

Setelah 10 Tahun

Ini adalah tulisan yang dimuat di media setelah kurang lebih 10 tahun sejak pertama kali tulisan saya dimuat di dua majalah remaja. Jadi penyemangat untuk kembali menulis...

Imajinasi Azka

Suatu hari (kira-kira seminggu yang lalu) si kecil Azka  Zahra (3y6m)bertanya, saat tengah menonton film Go Diego Go,”Ma, rumah Diego itu di mana?” bisa dibilang ini film fav. Azka, tak jarang ia berimajinasi menjadi Diego ketika bermain dengan boneka-bonekanya.
“Ehm, di Meksiko,”
“Meksiko? Tapi aku mau ke rumah Diego, Ma,”
“Boleh tapi jauh jadi harus naik pesawat soalnya menyebaringi laut,”
“Aku mau naik bis aja sendiri.”
“Emang berani?”
“Berani donk, aku kan jagoan.”

Pertanyaan seputar di mana rumah Diego dan keinginan Azka untuk ke sana, berulang di hari-hari berikutnya dan saya masih memberikan jawaban yang sama. Lalu kemarin dia berkata,”Ma, aku mau telp Diego.”
“???!!” Mama
“Ma, aku mau telp Diego!”
“Ehm, tapi mama gak tau nomornya.”
“Aku tahu kok,” Azka berjalan menuju pesawat telpomn dan memijit sejumlah nomor tak lama terdengar bunyi tut panjang yang mengagetkan dirinya sendiri.
“Ma, gak bisa!”
“Nomornya salah kali. Mama juga gak tahu nomornya, nanti kita tanya Abi ya?”
“Ma, aku pengen ke rumah Diego naik bis.”
“Boleh tapi nanti kalau sudah besar  dan harus naik pesawat dulu.”
“Kalau sudah esde ya, Ma?”

Sore tadi Azka berkata,”Ma, kita cari harta karun yuk, kit apake topi bajak laut.”
“Olala…,” mama dalam hati. Saya teringat buku cerita Dora dan Diego yang themanya bajak laut yang kami belikan beberapa waktu lalu plus buku stikers yang berthema bajak laut juga (kesamaan thema yang tidak saya sengaja).

                                       Imajinasi Azka dengan coretan cat air : Buaya dan Ikan

Two moms with one hobby


                      Akhirnya kami bertemu setelah sekian lama keinginan untuk kopdar ini tertunda, alasannya apalagi kalau bukan kesibukan bekerja dan keluarga. Bagi kami, yang sama-sama bekerja bertemu saat weekend agak berat karena bagi kami itu adalah acara kumpul bareng keluarga terutama anak-anak kalau pun bertemu pada weekend  berarti kami harus membawa pasukan masing-masing (si kecil tentunya) kalau ini yang terjadi obrolan jadi gak focus tentunya. Jadilah kami sepakat mencuri waktu saat makan siang, bukan kebetulan juga kantor saya yang terletak di tengah kota tidak jauh dari sebuah mall.

Berawal dari sekitar kurang lebih setahun lalu, kami bertemu diacaranya event promo sebuah product susu balita waktu itu kami sama-sama menjuarai lomba menulis yang diadakan majalah parenting yang berbeda. Dan ini adalah buklet yang memuat tulisan kami. 


Lalu kami berkenalan via fb (waktu di acara itu kami tidak sempat berkenalan, sibuk dengan si kecil yang kami bawa serta masing-masing). Di  fb kami bertemu di group ibu-ibu doyan nulis dan jadi saling tahu minat dan hobi kami yang sama  yaitu menulis hal-hal berbau parenting. Tulisan kami sama-sama pernah di muat di beberapa majalah parenting. Tulisan kami yang dimuat di media bisa dilihat di sini  Arin dan rina (maaf ya kalau narsis hehehe).  Tapi tulisan kami pun sama-sama pernah ditolak media (majalah), awalnya saling curhat and sharing via inbox  sebelum akhirnya kami bertemu dan ngobrol panjang lebar secara offline dengan rencana bisa membuat tulisan bareng.

Story wedding : Berawal dari Secangkir Teh

Saya selalu beranggapan kalau love story saya menarik, agak narsis memang. Berawal di usia usia 27, dimana saya masih berkutat dengan mencari; cara mencari  pangeran cinta! Well, tentu bukan seperti melamar pekerjaan, tinggal memasukkan cv pada perusahaan yang membuka lowongan yang diumumkan di media masa atau web loker. Padahal ini adalah tahun-tahun di mana harusnya ‘sumpah’ mama tidak berlaku lagi. “awasnya leutik keneh bobogohan, mun katingali bobogohan dikawinkeun.teu kudu sakola.” Terjemahannya kurang lebih; awanya kecil-kecil pacaran, kalau keliatan pacaran akan dinikahkan dan gak usah sekolah. Duh, gak kebayang  masih kecil udah dikawinin. .. dan entah karena di alam bawah sadar saya sudah ternama ketakutan ancaman mama atau doa mama yang terkabul, sampai lulus sekolah, kuliah dan bekerja saya tidak pernah punya pacar. Yang lebih parah sampai masa sma aku parno kalau ada cowok yang suka dan ngajak jadian. Bisa lari, ngumpet bahkan nangis di toilet sekolah. Tapi anehnya, ancaman mama sepertinya tidak berlaku untuk adik perempuan saya yang terpaut usia 2 tahun. Dengan manisnya dia melenggang ke pernikahan meninggalkan diri saya  yang masih jomblo. Hua…hik…hik…hik…saya gak percaya mitos yang beranggapan kalau dilangkahi adik menikah si kakak bakal menjadi jomblo alias perawan tua. Tapi mama rupanya cukup khawatir dengan mitos ini walaupun sudah saya yakinkan, dalam islam gak ada mitos itu. Jalan tengahnya, mama menyarankan adik say auntuk memberi pelangkah ‘barang tajam’, karena dalam budaya jawa pelangkah seperti itu bisa menanggkal mitos. Barnag tajam di sini bukan pisau lho. Kami sepakat memilih anting-anting…ujungnya tajam kan? Akhirnya mama bisa menarik nafas tenang setelah kami menyepakati.

Lalu saya sampai pada titik berkeinginannya memiliki teman berbagi seumur hidup yaitu suami. Mungkin ini yang namanya fitrah, sesuai janjian Allah swt bahwa Dia menciptakan kita berpasang-pasangan. Dan disadari atau tidak  ada riak kegelisahan jika pasangan jiwa kita belum kita temui. “Jangan pernah menutup diri. Jodoh kan gak jatuh dari langit. Siapa tahu jodoh loe sepupunya teman, temannya teman loe, teman om, saudaranya tetangga, tetangganya tetangga,  bingungkan? Ya, intinya loe jangan mengurung dirilah. Gaul dan bikin jaringan. Berusahalah.”

“Usaha bagaimana,” kataku bingung sekaligus tergidik saat membayangkan, saya memasang foto diri dan profilku di kolom jodoh sebuah harian ibu kota.

“Saya gak mau punya suami satu jurusan, nanti yang diomongin kimia terus dong. Maunya sich anak geologi.
“Masalahnya anak geologi mana yang mau sama loe?”
Saya mulai memikirkan ‘usaha’ yang harus dilakukan seperti nasehat temanku. Ya, jodoh kan gak jatuh dari langit. Gaul dan bikin jaringan? Kok jadi mirip jualan ala mlm sich. Lagipula dari dulu saya kan bukan anak gaul, lebih suka ngendon di rumah ditemani buku, terlebih setelah semua teman dan sobat  kuliah udah pada sibuk dengan kesibukan masing-masing dan bekerja  di luar kota. 

Perkenalan Pertama
Idenya dari sahabat sejak dari es-m-a sampai kuliah, Dewi Idamayanti. Dia memperkenalkan seorang temannya saat ia training, yang sedang mencari ‘calon istri’.
“Orangnya baik. Dewasa. Taat. Dari keluarga baik-baik.”promo teman saya dengansemangat. “Umurnya pas lah, beda empat atau lima tahun. Nomor telp rumah Rina saya kasiin ya. Biar nanti dia yang telp duluan.”
Setelah beberapa kali kontak lewat telp kami janjian ketemu. Antusias sekaligus deg-deg an. Apa sosoknya seperti yang saya bayangkan? Kalau ketemu mau ngomongin apa ya?
Ternyata sosok dan penampilannya ‘lebih’ dari yang saya duga. Penyesalan terdalam adalah pemilihan kostum yang saya kenakan saat itu, bergaya anak kuliahan. Bersebrangan dengan penampilannya yang terlihat dewasa dan mapan. Hal ini membuat saya berkeringat dingin dan sedikit mulas. Kami memperbincangkan hal-hal ringan yang pada intinya ingin saling mengenal.

Perkenalan Kedua
Pilihan saya saban akhir pekan kongkow di sebuah komunitas pecinta buku awalnya sama sekali tidak didasari niat mencari jodoh atau perluasan jaringan untuk mendapatkan jodoh. Saya hobi membaca buku dan menyenangkan rasanya menghabiskan waktu dengan teman sehobi dan membicarakan sebuah buku. Tapi memang dari sini teman-teman baru saya bertambah salah satunya seorang gadis manis berkulit putih yang kost di belakang toko buku tempat biasa saya ngomongin buku, Wulan.
“Pokoknya cocok buat teh Rina. Dia nyari yang jilbab, orangnya soleh. Ini serius teh Rina, dia bukan nyari pacar tapi calon istri. Pas kan.”
Langsung bertemu, tanpa telpon perkenalan sekedar ‘say hei’.Saya berharap pertemuan ini tidak jadi.
Beberapa menit sebelum jam kerja berakhir Wulan datang menjemput. Ya, kali ini kencan  butanya ditemani mak comblangnya.
Singkat cerita kami bertemu. Tidak ada gugup, keringat dingin atau mulas. Mungkin ini karena kali kedua saya di’perkenalkan’ jadi mulai terbiasa. Kami perbincang soal keingintahuan pekerjaan masing-masing dan hobi.

Pertemuan Ketiga
Sebenarnya pertemuan ini sudah direncakan jauh sebelum pertemuan-pertemuan tak terduga yang di gagas teman dan sahabat saya. Idenya dari Tante saya, istri dari adik mama. Tetangga di kompleknya punya anak lelaki yang sudah lebih dari mapan tapi belum juga menemukan calon istri yang cocok.
“Dia benar-benar cari calon istri bukan untuk sekedar pacaran,” kata tanteku pada mama saya.
“Ya, terserah anaknya, mau nggak?”
 “Pokoknya, Rin. Kalau jadi istrinya udah gak usah kerja. Tinggal ngurus anak dan rumah.”
Karena saya dan tante tinggal beda kota juga karena Mr. X yang mau diperkenalkan ini tinggal di lain kota dan kabarnya sering keluar kota dan luar negeri. Pertemuan itu harus tertunda dan tertunda lagi. Suatu kali sempat dikabarkan akan datang ke Bandung, langsung ke rumahku bulan depan. Tunggu punya tunggu ternyata tidak jadi datang.
Akhirnya kami ketemu di resepsi pernikahan adik mama yang kedua. selang beberapa hari tante saya mengabarkan  pada mama, bahwa Mr. X menyukaiku dan ingin menseriusinya.  Kalau aku siap dan setuju, tidak usah terlalu lama menentukan  bulan pernikahan. Hah!

Awalnya acara kenal diperkenalkan ini membuat saya malu dan ‘gerah’, selanjutnya saya mulai menikmati  ‘kencan buta’ ini. Eksperimen baru yang menyenangkan. Hayo-hayo siapa lagi yang mau kenalan, sambil minum kopi – tapi aku pilih teh karena gak suka kopi – ngobrol soal hobi, pekerjaan, berbagi pengalaman atau hal-hal gak penting   tapi menarik lalu kita bertemu lagi pada waktu dan tempat tak terduga entah kapan atau mungkin tidak akan pernah ketemu lagi, seperti pertemuan-pertemuan saya sebelumnya. Sekedar episode yang numpang lewat dan jadi bahan cerita.

Finally
Yang saya yakini selama pencarian ini adalah bahwa Allah swt tidak akan salah menentukan jodoh saya. Lelaki baik untuk perempuan baik begitupun sebaliknya. Dan kini saya mulai paham kenapa dalam islam tidak diperkenankan perpacaran. Karena  cinta sejati hadir setelah menikah. 


 Berfoto di rsia saat menunggu kelahiran anak pertama

Kami menikah dengan satu idealism bahwa kami akan memulainya semuanya dari nol.  Bulan agustus lalu usia pernikahan kami genap 5 tahun, alhamdulillah. Berawal dari rasa kagum terhadap  kemandirian dan jiwa leadership nya. Dua hal yang saya pikir akan jadi fondasi kuat untuk rumah tangga yang akan kami bangun. Dan melalui Wulan, Allah swt mempertemukan kami. Semoga Allah membalas semua niat baiknya dan keluarganya dijadikan keluarga sakinah mawaddah warohmah.













My Little Princess : Azka Azzahra Esaputra


 Kisah ini diikutsertakan pada "A Story Pudding For Wedding" yang diselenggarakan oleh Puteri Amirillis dan Nia Angga 


Normal atau SC



Menunggu kelahiran anak kedua yang tinggal dalam hitungan minggu. Semoga Allah swt memberi kelancaran, kemudahan dan keselamatan. Amin.

Saya berharap kelahiran anak kedua ini normal alias tidak melalui jalan operasi Caesar (SC) seperti kelahiran Azka dengan alasan medis, bayi sungsang.

Hari pertama Azka Azzahra esaputra. ‘of all the right of woman, the greatest is to be a mother’.




Dari teori, buku dan majalah yang saya baca jika operasi SC sudah lebih dari 2 tahun bisa normal. Jadi kemungkinan besar saya bisa lahiran normal, jika posisi bayi ok dan tidak ada gangguan medis.
“Tapi kan dok, istri saya termasuk risti melahirkan normal kalau dilihat dari tinggi badan,” kata hubby.

“Teorinya memang seperti itu Pak, orang kecil (saya pikir istilah halus untuk pendek hehehe) lingkar pinggulnya kecil jadi tidak bisa melahirkan normal tapi banyak kok yang bisa melahirkan normal. Semua kembali pada yang diAtas.” Jawab bu dokter dengan bijak.

Tapi ke keukeuhan saya untuk normal rupanya masih membuat hubby khawatir.
 
“Mau normal atau SC yang penting selamat,” kata hubby. “Gak usah mikirin biaya.”

Alasannya tentu bukan soal biaya karena untuk urusan ini ditanggung full asurasi dari kantor hubby,  bukan pula trauma sakitnya setelah SC seperti kata teman-teman, saya sendiri  benar-benar lupa gimana rasa sakitnya. Kalau saya keukeuh pengin normal,  alasannya sederhana dan mungkin agak lebay, saya ingin merasakan perjuangan seorang ibu sesungguhnya. Memang sich tidak harus dan mesti identik dengan melahirkan. Tapi ….ya gitu dech……


Books Lover


Akhirnya putri kecil saya Azka Zahra (3y6m) tertidur setelah dibacakan lima buku sesuai permintaannya. Artinya  perjuangan saya berjibaku melawan rasa ngantuk selesai. Ya berkali-kali Azka menepuk saya sambil berkata,”Ih Mama jangan tidur. Baca!” jam di dinding sudah menunjukkan pukul 21.45. jam tidur yang terlalu larut untuk anak seusianya. “Aku mau nungu Abi pulang,” katanya saat mengajaknya tidur sekitar jam 8. Sebagai komuter yang pulang pergi Jakarta Bogor, Abi memang kerap pulang malam selain karena pekerjaan menuntut jam kerja lebih lama. 

Jujur, dalam hati ingin berkata,”Azka udah donk baca bukunya, Mama kan ngantuk.” Tapi saya tahan setelah teringat, bukankah ini yang saya inginkan, Azka menyukai buku seperti saya.

Saya mengenalkan Azka  pada buku sejak bayi karena saya ingin kelak jika sudah bisa membaca sendiri Azka bisa menikmati rasanya membaca buku seperti saya dan say apikir (berdasarkan pengalaman lho) kecintaan pada buku bisa menjadi filter dari pergaulan yang negatif. Bukan hal mudah menanamkan minat buku pada si kecil tapi saya tidak mau menyebutnya sulit. Karena keterbatasan budget dan variasi bukunya, saya lebih sering membelikan Azka buku dari kertas bukan dari kain. Akibatnya tentu saja buku yang saya belikan selalu berakhir dengan sobekan bahkan buku-buku yang saya belikan saat dia bayi sudah tanpa jejak alias saya buang karena semua sobek kecuali buku dari kain.

Tapi itu tidak mengurangi budget saya untuk tetap membelikan Azka buku setiap bulannya apalagi menyesal, toh seiring berjalannya waktu dengan nasehat yang selalu saya ulang bahwa buku tidak boleh disobek tapi harus dirawat mulai dipahami Azka. Seingat saya sampai umur 2y6m Azka masih sesekali merobek bukunya tapi tidak parah alias bisa saya perbaiki.

Sempat juga Azka mengalami saat ‘gak suka’ buku yaitu sejak dia mulai mengerti nonton (saya mengenalkan mediaaudio visual saat dia berumur enam bulan dengan memberinya tontonan seri baby brain).
Ya, Azka lebih memmilih nonton daripada saya bacakan buku bahkan sempat buku yang saya belikan tidak mau dia sentuh.”Aku mau nonton aja,” katanya.

Untunglah saya tidak mengenalkannya pada jadwal serial film balita  di tv atau langgana tv kabel (Azka tahunya nonton hanya dari cd –cd yang saya dan abinya belikan) jadi tidak terlalu kesulitan saat mulai menerapkan disiplin menonton dan berapa lama sia harus menonton. Ya, saya mulai mengetatkan jadwal dan lamanya menonton terlebih setelah saya mengikuti seminar parenting dengan narasumber seorang psikolog anak Sany Hermawan (psikolog anak yang juga pengasuh di rubrik psikologi anak di sebuah tabloid parenting). Menurut sebuah penelitian, jika seorang anak atau balita menonton tv atau bermain games lebih dari 3 jam setiap harinya bisa menurunkan konsentrasinya sampai setengahnya. Artinya jika normalnya seorang anak bisa berkonsentrasi (misalnya mengikuti pelajaran) 45 menit maka anak yang menghabiskan waktunya dengan menonto tv lebih dari 3 jam hanya mampu berkonsentasi setengahnya. 

Tentu saja awalnya Azka berontak dengan menangis dan mengamuk ketika keasyikannya menonton harus dihentikan karena waktunya sudah selesai. Tangisan dan amukan cukup keras yang membuat saya sempat tidak tega melihatnya. Tapi harus tegas.

“Menonton terlalu lama itu tidka baik dan Azka harus belajar disiplin. Sekarang kita main dikamar.”

“Aku gak mau disiplin!”

Seiring berjalannya waktu Azka mulai paham dengan aturan yang saya terapkan. Dia hanya menunduk sedih dan masuk kamarnya  sambil membawa remote control ketika jam menontonnya harus selesai. Setelah dikamar pilihannya kalau tidak baca buku, main puzzle, mewarnai  ya main boneka.

Karena saya menghabiskan 8 jam plus perjalanan selama hari kerja di kantor, saya mewanti-wanti pengasuhnya untuk juga menerapkan hal yang sama.  Kapan Azka menonton, main sepeda dan main ayunan di taman bersama teman sebayanya (yang ada di cluster kami). Alhamdulillah cukup berjalan baik. Saya biasanya mengontrol lewat telp dan menanyakan pada Azka langsung (jika saya sudah sampai rumah).  Salah satu cara lain untuk mengurangi menonton dan menambahkan aktivitas lain saya memasukan Azka ke Play Group (saat berumur 2 tahun).  Untuk menghindarinya kemungkinan bosan ‘sekolah’ tahun ini Azka berhenti dari play groupnya  tapi  saya memasukkannya ke tpa (taman pendidikan alquran sore hari di mesjid yang tidak jauh dari rumah). 

Hal lain yang saya dapat dengan pembatasan jam menonton ini,  imajinasi dan keaktifan Azka juga berkembang cukup baik.

Tulisan ini diikutsertakan pada give away pertama ‘anakku sayang’ http://rumahmauna.wordpress.com/2011/10/11/giveaway-pertama-anakku-sayang/

Agar saat Membaca(kan) Buku selalu Menjadi saat yang Menyenangkan untuk Si Kecil

Alhamdulillah, saya mulai sedikit kewalahan dengan minat si kecil Azka Zahra (3y6m) terhadap buku. Kewalahan karena bisa lebih dari dua tig abuku minta dibacakan berulang-ulang sebelum tidur dan kewalahan dengan budget membeli buku tiap bulannya. Walaupun dikenalkan pada buku sejak masih bayi namun  ada masanya  (saat usianya 2 tahun) ketika  Azka tidak lagi antusias setiap kali saya membelikan buku baru dan bersiap membacakan atau memperlihatkan gambar-gambarnya.”Nggak mau!” teriaknya.”Nonton aja!”  ya, Azka bukan lagi bayi yang duduk manis dipangkuan saya dan mendengarkan dengan penuh minat buku yang saya  bacakan terlebih sejak saya memperkenalkannya pad audio visual alias tontonan.

Pilihan Azka untuk menonton dibanding mendengarkan saya membacakan buku tidaklah mengherankan karena gambar-gambar yang ditontonnya hidup-bergerak atraktif dan bisa dinikmatinya sambil tiduran.  Saya tidak menyangkal, bahwa tv khusus bayi dan balita yang ditontonnya  berkontribusi positif pada perkembangannya namun ia perlu stimulasi yang lain untuk mengoptimalkan perkembangannya. Mengajaknya main diluar rumah berinteraksi dengan alam dan teman sebaya atau membacakannya buku.   


Beberapa ibu beranggapan, bahkan berkeyakinan, membacakan buku sejak dini pada si kecil bisa membuatnya lebih cepat membaca, pintar dan jenius. Ada pula sebagian ibu yang beranggapan membacakan buku pada si kecil sejak bayi (bahkan sejak masih dalam kandungan) sebagai sebuah tuntutan,”Jaman sekarang bayi baru berojol pun dituntut bisa baca,” komentar seorang ibu dengan nada sinis.

Mengutip yang ditulis Jim Trelease dalam bukunya yang berjudul The Read Loud Handbook; membacakan buku sejak dini pada anak tidak ditujukan untuk ‘menciptakan’ bayi super, tapi lebih sebagai usaha untuk membangun hubungan antara orang tua dan anak serta mengkontruksi ‘jembatan’ hubungan antara anak dan buku. Kelak, bila anak sudah siap, sebagai pembaca, ia akan menyebrangi  ‘jembatan’ itu.
Artinya, ketika   ibu membacakan  buku pada si kecil janganlah menuntutnya untuk menjadi cepat bisa membaca dan menulis tapi buatlah suasana membacakan buku menjadi hal yang menyenangkan sehingga kelak keinginan si kecil  untuk bisa membaca akan muncul dengan sendirinya.

Lalu apa yang harus dilakukan ketika si kecil menolak dibacakan buku atau sekedar melihat gambarnya? Memaksanya tentu bukan pilihan bijak karena itu malah akan membuatnya menjadi trauma terhadap buku. Berikut beberapa tips dan trik berdasarkan pengalaman pribadi agar membaca selalu menjadi saat yang menyenangkan untuk si kecil;



1.       Pilih Waktu yang Tepat dan Posisi Nyaman
Mengalihkan perhatian si kecil dari tv  bukan hal mudah, namun bukan berarti tidak bisa dicoba. Saat si kecil nonton alihkan perhatiannya pada buku tanpa mematikan tv hanya mengecilkan suaranya. Tidak sedikit anak yang sudah mulai terbiasa menonton tv, ingin ditemani tv (tv menyala) saat sedang bermain. Suara-suara dari tv yang begitu familiar membuatnya nyaman.  Kebiasaan itu dapat hilang seiring berkurangnya intensitas si kecil menonton tv. Jika ibu tidak berhasil mengalihkan perhatian si kecil dari tv jangan pernah memaksanya.

Pilih waktu yang paling baik yaitu saat si kecil bermanja-manja dengan ibu atau saat hendak tidur. Saat hendak memulai membacakan buku, pastikan posisi si kecil cukup nyaman untuk mendengarkan. Menyandarkannya pada tumpukan bantal yang nyaman atau duduk di pangkuan ibu.


2.       Be an Actor
Setiap anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan penuh imajinatif namun dengan daya tangkapnya yang masih terbatas mereka sangat senang melakukan, menonton, melihat atau mendengar sesuatu secara berulang-ulang. Jadi jika baru satu kali sebuah buku diperkenalkan pada si kecil dan dia tidak suka atau bahkan menolak, sebaiknya ibu tidak buru-buru men judge bahwa buku tersebut tidak disukai si kecil.

Si kecil tidak akan suka jika ibu membacakan buku dengan intonasi datar (seperti membacakan berita) karena belum setiap kata ia pahami maka ia sebenarnya memperhatikan intonasi dan ekspresi ibu saat membacakan buku. Karena dari ekpresi dan intonasi  yang ibu tunjukkan si kecil bisa menilai seberapa seru buku yang dibacakan ibu. Mau tidak mau ibu harus bisa memerankan karakter-karakter yang ada di buku yang ibu bacakan. Jangan malu jika harus menandak-nandak atau menirukan berbagai macam suara binatang.

3.       Pilih Thema yang Diminati Si Kecil
Si kecil sudah beranjak besar dan mampu menentukan pilihan keinginannya namun belum semua keinginannya  bisa ia ucapkan jadi ibu yang harus berinisiatif mencari tahu buku berthema apa yang sekiranya diminati si kecil. Luangkan waktu untuk melihat-lihat kembali buku koleksi si kecil dan coba ingat-ingat buku berthema apa yang paling diminati si kecil. Dongeng fabel kah? Cerita Barbie? Barney atau Ensiklopedi bergambar binatang seperti seri Dinosaurus atau Burung?  Dan masukkan thema buku yang serupa untuk budget buku baru si kecil bulan depan.

4.       Selain buku bergambar dua dimensi
Mungkin ini akan jadi ekperimen yang menyenangkan untuk si kecil, memberinya buku dengan banyak kejutan gambar di dalamnya.

a.       Buku bergambar tiga dimensi
Buku bergambar tiga dimensi ilustrasinya terlihat nyata dan hidup dengan kualitas warna sangat bagus, ketiga keunggulan ini selain membantu mengembangkan  imajinasi dan pemahaman anak terhadap isi cerita juga membuat si kecil tidak cepat bosa memelototi gambarnya.
b.      Buku berjendela
Beberapa gambar  dalam buku ini dibuat double. Satu gambar dibuat diatas sebuah kertas yang menutup  gambar di bawahnya. Dan lipatan kertas ini bisa dibuka tutup. Buku ini menuntun si kecil menemukan berbagai kejutan dalam  rangkaian cerita yang ibu bacakan.  Ibu pun bisa mengajak si kecil untuk lebih terlibat aktif dalam aktivitas ini yaitu dengan cara meminta si kecil menebak gambar yang ada di bawahnya sebelum ia membukanya. Jangan lupa memberinya reward jika tebakannya benar.
c.       Lift the flap book
Buku ini bisa dibilang lebih seru dari buku berjendela. Gambar dalam buku model ini dilengkapi lipatan-lipatan kertas yang jika dibuka tutup memunculkan gambar dalam posisi berbeda. Misal, gambar seekor burung saat lipatannya dibuka, burung tersebut tengah namun saat lipatannya ditutup.
Ada beberapa lipatan yang lebih dari dua rangkap sehingga memunculkan lebih dari tiga gambar berbeda.

Jadi Kontributor Lepas

Tulisan yang mejeng di AyahBunda Edisi 14 Bulan Juli 2011

Tulisan sebelum di edit oleh editor AB
Konsultan dr Ny. Erry, SpM., MKes. Peneliti di Puslitbang Depkes Jakarta dan dokter mata di RS Hermina Bogor  dan RS Hermina Depok
  1. Wortel Membuat Mata Sehat
Kita pikir mengkomsumsi banyak wortel dapat membuat tajam penglihatan
Faktanya  bukan hanya wortel, dalam hal ini beta karoten, nutrisi yang dibutuhkan mata tetapi juga lutein dan zeaxanthin zat yang banyak ditemui pada sayuran berwarna hijau tua seperti brikolo, bayam, kale dan kuning telur. Pada mata khususnya retina (macula lutea) terdapat sel-sel fotoreseptor batang dan kerucut yang berfungsi untuk mata beradaptasi terhadap terang, gelap dan kontras, nutrisi yang terdapat pada wortel (carotein) dan sayur hijau (lutein dan zeaxantin) bekerja secara biomolekular di dalam sel-sel fotoreseptor sehingga penglihatan lebih kontras dalam melihat objek yang berwarna.
Yang tidak kalah penting adalah memberikan nutrisi yang seimbang pada si kecil untuk menjaga kesehatannya.
  1. Mata bening adalah mata yang sehat
Kita pikir si kecil bermata bening mengindikasikan bahwa matanya sehat.
Faktanya mata sehat secara anatomis belum tentu sehat secara fungsional, begitu pun sebaliknya. Mata disebut sehat secara fungsional bila tajam penglihatannya optimal.
Penglihatan anak sejak dini harus optimal sesuai dengan usianya, karena masa perkembangan tajam penglihatan yang sangat pesat terjadi pada usia kurang dari lima tahun.
Anak-anak sering  tidak menyadari bahwa dirinya  memiliki masalah dengan tajam  penglihatannya sampai ia menginjak bangku sekolah, terlebih jika hanya satu mata yang tajam penglihatannya tidak baik.  Akibatnya mata yang tajam penglihatannya tidak baik ini tidak digunakan untuk melihat sehingga menimbulkan mata malas (lazy eyes) dikemudian hari. Jadi jika si kecil tidak dibawa ke dokter mata untuk dilakukan screening,  tidak akan terdeteksi.
Beberapa ciri mata sehat secara anatomis diantaranya; kedudukan bola mata lurus dan simetris, kelopak mata tenang,  tidak nampak benjolan, turun atau bengkak, lapisan permukaan bola mata jernih, halus dan rata. Lebih dari itu mata sehat adalah mata yang memiliki tajam penglihatan yang seimbang antara kiri dan kanan.
  1. Masalah mata pada anak
Kita pikir masalah mata pada anak hanya mata minus (miopi atau rabun jauh) dan penggunaan kaca mata terlalu dini pada si kecil akan memperburuk penglihatannya.
Faktanya ada beberapa gangguan refraksi  mata yang mungkin terjadi pada si kecil selain rabun jauh yaitu rabun dekat (hipermetropia) yang bisa dikoreksi dengan kacamata plus dan  astigmatism yang bisa dikoreksi dengan kaca mata silindris.
Koreksi yang dilakukan sejak dini pada si kecil akan menghindarinya dari mata malas dan ambliovia.  Salah satu penyebab ambliovia adalah akibat dari mata malas yang terlambat dikoreksi sehingga tajam penglihatan tidak optimal walaupun sudah dilakukan  koreksi dengan pengunaan kaca mata (plus atau minus).
Jika si kecil telah menggunakan kaca mata perlu dilakukan pemeriksaan rutin setiap 4 atau 6 bulan sekali karena anatomis mata anak masih berkembang, ada kecenderungan  sumbu bola mata berubah yang menyebabkan ukuran lensa kaca mata bertambah, berkurang atau mungkin tetap.

  1. Mata Juling
Kita pikir masalah mata juling pada si kecil tidak bisa dikoreksi
Faktanya  mata juling atau strabismus adalah kelainan mata ketika kedua mata tampak tidak searah ketika melihat satu objek. Selain faktor keturunan mata juling bisa disebabkan oleh mata malas (lazy eyes). 
Perlu dilakukan pemeriksaan oleh dokter untuk menentukan apakah mata juling diakibatkan kelainan otot mata (biasanya genetis) atau mata malas.  Jika karena mata malas koreksi dilakukan dengan penggunaan kata mata minus atau plus. Jika karena kelainan otot koreksi dilakukan dengan operasi.
  1. Ukuran Mata
Kita pikir si kecil yang bermata besar (belo) lebih tajam penglihatannya dibanding  yang bermata sipit
Faktanya ukuran mata bersifat anatomis dan tidak  berpengaruh pada tajam penglihatannya. 
  1. Jarak Pandang Bayi
Kita pikir bayi yang baru lahir tidak bisa melihat.
Faktanya bayi baru lahir dapat langsung melihat hanya saja ia sulit memfokuskan pandangnya. Itu sebabnya selama 2-3 bulan pertama bayi nampak tidak bisa melihat.  Jarak pandang bayi baru lahir adalah 25-30 cm artinya jika kita meletakkan objek yang lebih dekat atau jauh dari rentang tersebut akan nampak samar-samar dalam pandangannya.
Baru pada usia 3 bulan bayi bisa terus menatap benda yang bergerak dari satu sisi ke sisi lain sejauh 180 derajat. Jadi tajam penglihatan dan anatomis mata bayi akan berkembang sesuai usinya.
  1. Warna Mata
Kita pikir mata berwarna lebih baik dari hitam putih
Faktanya mata bayi baru kadang terlihat bening kebiruan, dengan bertambahnya usia matanya menjadi bening bersih. Berbeda dengan mata orang dewasa yang kadang terlihat kusam, kecoklatan atau kekuningan. Yang membedakan warna tersebut adalah sclera atau putih mata. Bayi dan anak-anak sclera masih tipis dan memunculkan warna yang mendasarinya sehingga nampak sedikit biru.  Pada orang tua, deposit lemak pada sclera dapat membuatnya terlihat sedikit kuning.
  1. Kebutaan pada Anak
Kita pikir kebutaan pada anak tidak bisa diditeksi dini
Faktanya kebutaan ada yang bersifat genetis. Kebutaan yang terjadi pada anak yang tidak dibawanya sejak lahir dapat diditeksi dini.  
            Beberapa masalah yang mungkin dialami bayi yang biasanya mengarah kepada masalah
            mata. Di antaranya:
  1. Bayi terlahir prematur atau berat badan rendah. Bayi-bayi ini biasanya terpapar oksigen tinggi sehingga mengalami problem retina mata. Lakukan pemeriksaan dengan RetCam.Namun tidak semua bayi premature mengalami hal seperti ini.
  2. Bayi tidak memberikan respon ketika terjadi perubahan dari gelap ke terang atau sebaliknya.
  3. Bola mata tidak normal sejak lahir (dari segi bentuk, ukuran dan gangguan gerakan)
Setelah 4 bulan bayi masih juling atau tidak ada kontak mata saat bertatapan meskipun pada jarak dekat.

  1. Buta Warna
Kita pikir buta warna dapat disembuhkan
Faktanya buta warna bukan ketidakmampuan si kecil membedakan warna-warna tapi ketidakmampuan melihat warna-warna tertentu atau seluruh warna sehingga dimatanya hanya nampak warna hitam, putih dan abu-abu.
Kebanyakan buta warna bersifat diturunkan (dari ayah atau ibu). Salah satu penyebabnya adalah kelainan atau kerusakan pada sel kerucut yang terdapat pada retina. Retina memiliki tiga sel kerucut yaitu untuk warna merah, biru dan hijau. Jika sel kerucut berfungsi sebagian (hanya memiliki 2 sel kerucut) maka penderita hanya bisa membedakan warna-warna tertentu misalnya merah hijau atau kuning biru dan tidak bisa melihat warna-warna turunannya (sekunder). Jika sel kerucut sama sekali tidak berfungsi (hanya memiliki satu sel kerucut) maka maka penderita buta warna benar-benar tidak tahu warna-warna yang dilihatnya, penderita hanya bisa melihat hitam, putih, dan abu-abu, ini yang disebut buta warna total.
  1. Penyakit pada mata
Kita pikir  Mata merah dan bintilan pada si kecil hanya disebabkan infeksi
Faktanya selain disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau jamur, keluhan mata merah dan bintilan pada si kecil bisa juga disebabkan oleh alergi.
Jika si kecil bermata merah, sering menggosok-gosokkan mata tapi tidak mengeluarkan kotoran kemungkinan besar si kecil alergi terhadap debu.
Sedangkan bintilan bisa juga disebabkan oleh alergi makanan berprotein tinggi. Ini terjadi jika si kecil tidak mengkonsumsi makankan berprotein (lauk) dan sayuran dengan seimbang.

  1. Wortel sebagai Obat
Kita pikir mengkomsumsi wortel dapat menyembuhkan beragama penyakit mata dan gangguan refraksi mata (rabun jauh, rabun dekat atau astigmatism)
Faktanya Vitamin A pada wortel menjamin regenerasi sel lebih baik dan antioksidannya mampu menangkal infeksi. Jadi jika si kecil sakit mata karena infeksi mengkomsumsi wortel bukanlah obatnya. Infeksi bisa disebabkan virus, bakteri, jamur atau protozoa dan mengobatannya dengan antibiotik.
Sedangkan gangguan refraksi  mata disebabkan bayangan yang dibentuk lensa mata tidak tepat jatuh di retina mata. Koreksi dilakukan dengan penggunaan kacamata.
            Konsumsi vitamin A berlebihan dapat menimbulkan kelainan dapat menyebabkan mual,  
            kelainan fungsi hati dan menggangu penyerapan calcium oleh tulang.

 Point Penting Lain

Jika kita melihat gejala-gejala berikut ini pada si kecil, mungkin ia memiliki masalah dengan tajam penglihatannya;
  1. Sering menyipitkan mata ketika melihat sesuatu
  2. Sering berkedip atau menggosok-gosokkan mata ketika melihat sesuatu
  3. Melompati satu baris atau beberapa kata ketika membaca
  4. Melihat kesatu sisi dengan berlebihan (memiringkan kepala)
  5. Posisi duduk salah ketika membaca buku