Sirop Obat Aman untuk Anak
Perkembangan terbaru mengenai keamanan sirop obat
Beberapa waktu lalu, tepatnya ada periode Januari 2022 hingga Oktober 2022, kita dikejutkan oleh kejadian luar biasa yaitu melonjaknya anak-anak yang mengalami Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA)
Sebagai seorang ibu dan memiliki dua anak, kejadian ini membuat saya khawatir. Rasanya seperti De Javu, baru saja menghela nafas karena pandemi mereda bahkan dikatakan aman, kini ada GGAPA. Saya memantau berita untuk mengetahui penyebabnya dan begitu pemerintah menyatakan penyeba GGAPA dari zat pencemar yang ada dalam sirop obat, saya langsung membuang persediaan sirop obat, terutama obat demam yang biasa dikonsumsi anak-anak.
Sampai minggu lalu saya masih menghindari sirop obat walaupun di televisi ada beberaa iklan sirop obat dan mengklaim sirop obatnya aman dikonsumsi. Anak kedua saya yang biasa minum sirop obat jika batuk atau demam, saat memeriksakan diri ke dokter meminta diresepkan obat tablet. Suplemen multivitamin yang kadang dikonsumsi anak kini memilih yang bentuknya tablet.
Diskusi interaktif kesehatan; Sirop obat aman untuk anak
Hari selasa 21 Maret 2023 saya mendapat undangan untuk mengikuti Diskusi Interaktif Kesehatan dengan tema Sirop Obat Aman untuk Anak. Bertempat di Royal Kuningan Hotel Jakarta. Diskusi Interaktif Kesehatan dengan tema Sirop Obat Aman untuk Anak ini diinisiasi oleh Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia. Diskusi ini dirasa sangat diperlukan untuk memberi informasi yang akurat, pasti dan terpercaya mengenai keamanan penggunaan sirop obat kepada orangtua dan dokter spesialis anak, mengingat anak-anak terutama bayi dan balita kesulitan mengkonsumsi obat tablet, selain itu penggunaan obat tablet yang digerus kehigienisannya berkurang.
Narasumber yang hadir saat event ini berlangsung adalah orang-orang yang kompeten di bidangnya yaitu DR. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., M.A.R.S selaku direktur produksi dan distribusi kefarmasian direktorat jendral kefarmasian dan alat kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Dra.Agusdini, Apt |
Dra. Tri Asti Isnariani, Apt, M.Pharm selaku direktur standarisasi obat, narkotika, psikotropika, precursor dan zat adiktif (ONPPZA) dan PLT. Direktur registrasi obat badan BPOM RI.
Dra. Tri Asti., Apt |
Dr. Piprim Basarah Yanuarso SpA(K) selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
dr. Piprim, Sp.A(K) |
Apt. Noffendri Roestam, S.Si selaku ketua umum pengurus pusat ikatan apoteker Indonesia.
Noffendri, Apt |
Prof. Apt. I Ketut Adnyana, MSi., Ph.D selaku guru besar Farmakologi-Farmasi Klinis Institut Teknologi Bandung.
Prof. I Ketut Adnyana |
Dan mewakili para Ibu Indonesia yang memiliki balita, hadir juga public figure sekaligus artis Mona Ratuliu, ibu dari 5 anak dengan 2 balita. Kekhawatiran Mona selama pelarangan sirop obat sangat mewakili banyak ibu di Indonesia terutama yang memiliki anak balita.
Acara ini dipandu MC Ivy Batuta, dengan pembawaan yang santai tapi serius sehingga bisa mencairkan suasana dan diskusi berjalan baik.
Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) di Indonesia
Menurut dr. Piprim Basarah Yunuarso, Sp. A(K), dokter sesialis anak sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), GGAPA sudah ada sejak dulu, dengan penyebab bervariasi, ada yang disebabkan karena kelainan bawaan sejak anak lahir seperti ukuran ginjal yang lebih kecil, dehidrasi akut, karena sakit gula dsb. Dan GGAPA ini bisa jadi pada semua usia.
Namun GGAPA yang terjadi ada periode Januari 2023 – Oktober 2023 lalu, berbeda dengan penderita GGAPA pada umumnya, seperti;
Penderita adalah anak usia balita.
Anak-anak ini sebelumnya sehat tanpa komorbiditas.
Gejalanya diawali demam, gejala saluran cerna, saluran pernafasan tanpa ada episode penyakit maupun kondisi yang biasa menjadi penyebab GGAPA misalnya dehidrasi.
Anak-anak ini memperoleh pengobatan simtomatik sebelumnya.
Saat datang ke RS rujukan sudah dengan kondisi Anuria.
Perkembangan penyakit penurunan kesadaran (meskipun mendapat dialysis, bradineu intubasi pasien GGAPA meninggal.
Yap anak-anak yang terkena GGAA kebanyakan meninggal tanpa bisa dilakukan perawatan yang biasa diterapkan pada pasien GGAA seperti cuci darah.
Hal ini membuat para dokter dan tenaga medis kebingungan karena seharusnya, GGAPA bisa ditolong dengan terapi cuci darah. Investigasi dilakukan, dokter mulai menduga beberapa penyebabnya seperti dijelaskan dokter Piprim. Namun dugaan ternyata tidak sesuai indikasi, seperti;
Dugaan GGAPA
1. Syok hipovolemik atau dehidrasi berat, dugaan ini tersingkir karena pada pemeriksaan fisis tidak ada tanda gangguan hemodinamik.
2. Sindrom hemolitik urematik-terjadi sesudah diare, dugaan ini tersingkir karena trombositopenia, biopsis ginjal tidak sesuai dengan mikroangiopati.
3. Glomerulenofritis akut post streptokokus, dugaan ini tersingkir karena warna urin tidak coklat kemerahan.
Dugaan penyebab lainnya dihubungkan dengan kondisi pandemic Covid-19 dugaan ini pun tersingkir karena hasil reaktif antibody SARS-CoV-2.
Akhirnya para dokter dan instansi terkait melakukan langkah dengan cara berdiskusi dengan negara yang juga mengalami GGAPA. Dari sanalah muncul titik terang, penyebab GGAPA ternyata zat pencemar yang ada dalam sirop obat yaitu zat kimia bernama Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG).
Langkah yang dilakukan Kemenkes dan BPOM
Pemerintah melalui instan terkait yaitu Kemenkes dan BPOM melakukan antisipasi agar penderita GGAPA tidak bertambah dengan cara menarik seluruh peredaran sirop obat di Indonesia dan melakukan investigasi dan evaluasi ulang secara menyeluruh dan menyimpulkan bahwa satu-satunya penyebab kasus GGAPA yang terjadi adalah karena adanya cemaran bahan pelarut Propilen Glikol (PG)/Propilen Etilen Glikol (PEG) yang diganti dengan Etilen Glikol (EG)/Dietilen Glikol (DEG) oleh oknum supplier kimia.
Pemeriksaan dilakukan dari hulu ke hilir, mulai dari memeriksa Prosedur Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang dilakukan perusahaan farmasi, hingga pendistribusiannya. Ternyata memang ada sirop obat yang mengandung bahan pencemar ada juga yang tidak.
Pihak BPOM yang diwakili Ibu Asti menjelaskan bahwa dalam penanganan kasus cemaran EG/DEG yang ditemukan dalam sirop obat sejak Oktober 2022, BPOM telah melakukan langkah-langkah antisipatif, seperti intensifikasi surveilans mutu produk, penelusuran dan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi, hingga pemberian sanksi administratif termasuk melakukan verifikasi pemastian mutu terhadap sirop obat yang beredar. Upaya-upaya penindakan juga terus dilakukan terhadap sarana produksi dan distribusi jika terdapat unsur pidana bidang kesehatan.
Agar tidak terjadi kebingungan di masyarakat BPOM merilis sirop obat yang aman, bisa diresepkan dokter dan dikonsumsi sesuai aturan. Daftar obat yang sudah dinyatakan aman oleh BPOM ini bisa teman-teman bisa akses di website BPOM atau melalui media sosial resmi BOM. Namun masalah sirop obat ini masih meresahkan masyarakat. Masih banyak masyarat yang belum berani diberi resep sirop obat bahkan tenaga medis pun ada yang masih ragu meresepkan sirop obat.
Sekilas tentang ED/DEG pada sirop obat
Menurut Prof. I Ketut , guru besar farmakologi ITB, ED/DEG adalah zat kimia pencemar yang ada pada propilen glikol dan gliserin. Propilen glikol dan gliserin sendiri merupakan bahan kimia yang biasa digunakan pada obat. Bahkan bukan hanya obat, banyak bahan kebutuhan sehari-hari menggunakan propilen glikol dan gliserin seperti pada industri kosmetik (skin care), makanan, obat kumur, pasta gigi dll. Propilen Glikol dan Gliserin banyak digunakan karena bahan ini memiliki sifat sebagai pengawet, antimikroba, desinfektan, humektan, stabilizer, anti -caking, emulsifier dll.
Kasus GGAPA terjadi karena adanya intoksikasi obat yang tercemar oleh EG/DEG yang melebihi ambang batas sehingga berdampak masal. Namun perlu diketahui bahwa GGAPA bisa disebabkan oleh berbagai faktor lainnya (multifactorial) seperti status kesehatan pasien (riwayat penyakit), alergi terhadap suatu bahan tertentu,infeksi (termasuk Covid-19), status nutrisi (dehidrasi), obat, makanan, logam berat, toksikan (EG/DEG dari berbagai sumber), dll.
Acara ini bersifat interaktif, peserta yang kebanyakan para Ibu, ada juga tenaga medis seperti bidan, dipersilahkan bertanya.
Sirop Obat Aman untuk Anak
Kesimpulan dari diskusi interaktif kesehatan ini, sirop obat aman untuk anak selama digunakan sesuai anjuran atau resep dokter. Jadi masyarakat tidak perlu ragu lagi jika dokter meresepkan sirop obat untuk si kecil. Seperti diungkapkan pihak Kemenkes dan BPOM berikut ini;
Ibu Asti dari badan BPOM menyatakan bahwa,”Daftar produk sirop obat yang aman untuk dikonsumsi selama mengikuti anjuran pakai, kini bisa dilihat di wbsite/sosmed BPOM atau melalui kanal publikasi BPOM lainnya. Masyarakat, pasien, fasilitas kesehatan dan dokter diminta untuk tidak lagi khawatir dan ragu.”
Ibu Agusdini ,”Otoritas kesehatan yang berwenang menyatakan bahwa sirop obat yang sudah diverifikasi ulang dan dirilis BPOM adalah sirop obat yang aman. Sehingga masyarakat bisa kembali menggunakan sirop obat dengan mengikuti anjuran pakai.”
Hal senada diungkapkan dr. Piprim Yanuarso, Sp.A (K), fakta sudah berbicara bahwa hasil verifikasi ulang produk sirop obatoleh BPOM per November 2022 lalu sudah aman, sehingga produk sirop obat yang sudah dirilis kembali oleh BPOM, bisa diresepkan kembali oleh dokter dan bisa dikonsumsi masyarakat dengan tenang selama mengikuti aturan pakai.
Noffrendi Roestam Apt selaku ketua umum Ikatan Apoteker Indonesia mengatakan dengan tidak adanya kasus GGAPA masal sejak dirilisnya produk sirop obat oleh BPOM bulan Desember tahun lalu membuktikan keamanan produk tersebut. Dengan demikian pasien dan orangtua tidak perlu lagi khawatir dan dianjurkan untuk membeli sirop obat di apotek resmi, baik yang berdasarkan resep dokter ataupun untuk pembelian obat bebas.
Pada acara ini di display juga macam-macam sirop obat dari perbagai perusahaan farmasi yang sudah aman dikonsumsi sesuai resep dokter.
Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia (GPFI)
Lebih dari 30 tahun industri farmasi nasional bekerja di bawah pengawasan regulator Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI telah menyediakan lebih dari 90% kebutuhan obat yang diproduksi oleh industri swasta nasional dan BUMN.
GPFI merupakan wadah komunikasi dan konsultasi antar sesama pelaku usaha farmasi dan juga antara perusahaan dengan pemerintah serta pihak-pihak terkait lainnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah produksi obat, distribusi obat dan pelayanan obat, yang berdiri sejak 1969. Anggota GPFI telah memproduksi lebih dari 2000 item obat sirup dan puluhan ribu liter obat sediaan lainnya. GPFI memiliki anggota lebih dari 150 produsen obat nasional, 1600 PBF obat yang terdiri dari 600 PBF nasional dan 1000 PBF lokal dan lebih dari 20000 apotek dan toko obat di Indonesia.