Book Your Blog


 
Kini, seorang mama memiliki blog adalah hal yang biasa. Dan fenomena para mama ngeblog ini bukan sekedar ingin eksis lho tapi untuk beberapa mama jadi bagian kebutuhan. Faktanya, perempuan cenderung atau lebih suka mensharing pengalaman (mengobrol) dibanding lelaki dan blog adalah salah satu medianya. Ketika beragam kesibukan membuat para mama ini tak punya waktu untuk bertemu teman-temannya secara langsung untuk share maka menulis lewat blog adalah caranya karena dengan media ini biasa terjadi komunikasi dua arah.  Selain tentunya biasanya para mama baru seperti saya ini ingin selalu mengabadikan momen-momen ‘luar biasa’ si kecil. Mengabadikan blog mama dalam bentuk cetakan buku dan dipublish? Kini bukan sekedar mimpi. Ikuti event yang satu ini.

Bagi cerita seru di blogmu ke orang-orang  dengan cara dibukukan. Buat pemenang,isi blog-nya akan dibukukan dan diterbitkan GRATIS oleh Leutika Prio Self Publishing, serta dipasarkan secara online.
 Leutika Prio adalah lini self publishing dari Leutika Publisher yang menyediakan berbagai macam paket penerbitan dengan sistem mudah dan harga terjangkau www.leutikaprio.com. Self Publishing merupakan alternatif baru menerbitkan buku dengan lebih praktis dan tanpa seleksi. Para penulis tidak perlu repot membuat cover, mengurus ISBN, dan teknis buku lainnya karena Leutika Prio menyediakan layanan edit aksara, cover, layout, ISBN dan konsultasi yang telah disusun pada paket-paket penerbitannya. Penulis juga tetap mendapatkan royalti sebesar 15% dari harga produksi. Misi dari penerbit ini adalah mengajak sebanyak mungkin orang untuk menulis dan berbagi inspirasi pada para pembaca.

 SEGALA JENIS BLOG boleh diikutkan di lomba ini. Blog umum, kisah sehari-hari, kesehatan, wisata, kuliner, fesyen, pendidikan, politik, kesenian, film,fiksi, dll asal tidak mengandung SARA dan pornografi. Jadi tunggu apa lagi, daftarkan sekarang :)

Caranya mudah banget!
  1. Tulis tentang event ini beserta logo event di blogmu dengan bahasamu sendiri, diberi tag #bookyourblog
  2. Pasang link website http://www.leutikaprio.com/ di blog kamu (di blog scroll)
  3. Kirimkan alamat blog kamu ke eventleutika@hotmail.com
  4. Tulis sinopsis blog kamu dalam 250 kata Ms Word. Sertakan nama, nama pena, TTL, alamat, no handphone, alamat e-mail, akun FB, akun twitter. Kemudian attach file ke dalam e-mail.
  5.  Tulis “Book Your Blog” di judul e-mail.

Blog seperti apa yang bisa menang?
  1. Inspiratif, berisi cerita-cerita yang dapat menjadi inspirasi bagi orang lain.
  2. Tidak mengandung SARA dan pornografi.
  3. Berkarakter, konsisten berisi materi-materi yang terkonsep dan orisinil.
Apa Hadiahnya?
Dipilih 3 blog terbaik untuk mendapatkan:
  1. Tulisan-tulisan di blog kamu akan diterbitkan GRATIS dalam bentuk buku oleh Leutika Prio
  2. Royalti 15% dari harga produksi
  3. Paket buku dari Leutika Publisher
Bagi yang belum terpilih tetap mendapatkan diskon paket penerbitan sebesar 20%.

Deadline : 30 September 2011

Website:
Twitter: @leutikaprio
Fanpage FBhttp://www.facebook.com/leutikaprio

TV kabel


Ide untuk berlanganan tv kabel untuk si kecil, bukan kali pertama dilontarkan suami dan saya dengan beragam alasan  dan teori perkembangan anak menolak. Salah satunya hasil dari talk show yang salah satu pembicaranya Sani  Hermawan, psikolog anak yang mengatakan  jika anak menonton selama 3 jam (atau main game) bisa mengurangi konsentrasi saat si kecil belajar sampai setengahnya. Artinya jika normalnya anak bisa berkonsentrasi selama 1 jam, maka efek negatif dari keseringan nonton, si anak hanya mampu berkonsentrasi hanya setengah jam, selanjutnya gelisah. Dan suami menerima terlebih setelah melihat perkembangan si kecil yang sangat baik walaupun tanpa tv kabel atau tontonan tv khusus anak. Si kecil jadi memiliki minat yang seimbang terhadap film, buku, berekplorasi dan berimajinasi. Bahkan saya sempat kewalahan akhir-akhir ini karena dia tertidur setelah saya membacakan lima buku yang dipilihnya sendiri.

Bukan berarti si kecil Azka tidak menonton tapi kami batasi hanya dari cd (dengan jam yang juga dibatasi) dan berusaha tidak mengenalkannya pada  jadwal film untuk anak seusianya di tv. Awalnya agak sulit karena harus tahan dan tega dengan rengekannya untuk terus nonton tapi seiring berjalannya waktu Azka mengerti. Azka biasanya memasang wajah sedih hampir menangis tapi menyerah dan mengikuti ajakan saya untuk bermain ke luar rumah, mewarnai, membuka buku atau bermain dengan bonekanya. iItinya pengalihan perhatian. Bagaimana jika saya bekerja? Saya sudah mewanti-wanti pengasuhnya untuk melakukan hal yang sama. Biasanya saya telp Azka untuk mengetahui kegiatannya atau menanyakannya saat pulang kerja.

Malam kemarin, suami kembali melemparkan ide langganan tv kabel untuk si kecil, alasannya dia menunjuk anak salah satu teman kantornya yang sudah pandai berbahasa inggris karena nonton tv kabel.
Alasan yang juga terlontar saat  pertama kali  melontarkan ide berlangganan tv kabel, anak sepupunya jadi jago bahasa inggris. Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau ya…

Dan saya mengemukakan alasan yang sama.. Mungkin tv kabel akan sangat membantu perkembangan bahasa si kecil jika saya stand by di rumah. Mengatur jadwal nonton dan membimbingnya. Lha ini siapa? Art yang tak lulus smp? Terus terang saya malah khawatir tv jadi ‘babysitter’ untuknya sementara art asik sms an.

Abi terdiam. 


Saya suka dengan habbit yang sudah terbangun kini, pagi hari dimulai tanpa suara tv, walaupun resikonya si Azka jadi pencuri perhatian saya dan suami. Dari mulai rengekan dan keluhan mama atau Abi jangan kerja . Mau dicebokin mama (padahal sudah bisa), melarang Abinya bangun ( meminta Abinya memeluknya). Padahal saya harus memasak (saya tidak pandai dan tidak suka memasak tapi saya melakukannya – dibantu art tentunya - karena tak mau saat saya kerja art disibukkan dengan urusan memasak dan perhatiannya terhadap Azka jadi terbengkalai)

Tapi saya pikir  pagi ‘super sibuk’  yang  itu yang membantu bonding kami makin erat walaupun saya dan suami meninggalkannya  selama 8 jam kerja plus perjalanan.

Play Group

                                               Azka (tengah) dan teman-teman  @ TK/PG Aulia Bogor

Ngidam Petai?


Sabtu kemarin kontrol kehamilan untuk kesekian kalinya. Memasuki minggu ke 31. Dan selalu setelah keluar ruangan periksa saya selalu tak sabar untuk menungu kunjungan berikutnya, agar bisa melihat baby dari layar USG. Untuk memastikan bahwa semuanya baik-baik saja. Insyaallah.

Kehamilan kedua ini tidak terlalu berbeda dengan kehamilan Azka dulu. Tidak mengalami yang namanya morning sick, pusing, mual kalau mencium bau sesuatu  atau ngidam yang membuat banyak teman keheranan. 

“Enak ya gak mual-mual,” komentar seorang teman. Atau,”Masa sich gak ngidam?”

Saya percaya kalau ngidam itu efek dari sugesti atau karena ingin  perhatian lebih dari suami. Tapi rupanya keinginan bumil selalu diidentikkan  dengan ngidam maka setiap saya mencari teman untuk makan pempek  atau makan siang  di luar kantin kantor pasti mereka bilang,”Ngidam ya?”

“Nggak cuma pengen aja,” saya tetap merasa keinginan-keinginan yang berhubungan dengan makanan itu bukan karena ngidam karena yang saya tahu orang ngidam biasanya keukeuh dan gak bisa menunda keinginannya. Kalau bisa menunda ya gak lama, hari-hari berikutnya masih mengangankan apa yang diinginkan. Kalau saya sich nggak. Kalau gak ada teman yang mau di ajak makan pempek atau makan di tempat yang saya inginkan ya gak jadi dan itu bukan masalah. 

Bumil yang identik dengan ngidam juga rupanya cukup dipahami suami jadi setiap kali saya bilang,”Bi, week end nanti makan di ….yuk.” pasti suami mengiakan. Malah, kadang dia yang menawari saya makan diluar atau menawarkan makanan yang saya sukai selama ini salah satunya martabak  atau menawari saya makan petai kalau tengah makan di sebuah restoran sunda…hahaha. Padahal suami  gak suka bau petai dan saya harus menahan diri makan petai. Suami memang tidak pernah melarang secara langsung makan petai di rumah tapi ekspresi dan  warning ini itu nya membuat saya enggan makan petai. Jadi kalau dihitung-gitung selama 5 tahun menikah dan 4 tahun tinggal serumah (satu tahun jadi week end wife karena saya bekerja dan tinggal di Bandung sedangkan suami di Jakarta) saya hanya makan petai 4 kali di rumah. Walaupun bukan maniak petai tapi rasanya nikmat kalau makan pake sambal lalap goreng gurame dan petai…hehehe



Efek yang saya rasakan karena kehamilan ini hanya kantuk berat dan lemas di trimester pertama dan masuk trimester kedua sampai saat ini beser. Akibat hal terakhir saya jadi malas pergi jauh-jauh dari rumah (selain bekerja) kalau gak urgent.

Endorsement


 Parodi oleh Samuel Mulia adalah kolom yang jarang saya lewatkan untuk di baca di kompas Minggu. Minggu 14agustus lalu themanya agak menggelitik. Yang belum sempat baca saya copas sedikit ya ( dengan versi saya). Ceritanya Samuel Mulia teringat salah seorang temannya yang beberapa waktu lalu menerbitkan buku dan meminta eder  seorang penulis ternama tapi tunggu punya tunggu sang penulis kesohor tidak membuatkan endorsement  dan ini membuat penulis pemula pesimis karena pikirnya tentu ‘harga’ buku akan beda jika di tanpa endorsement.

Well, ini mengingatkan saya pada beberapa buku yang belakangan ini bertabur endorsement yang membuat saya sebagai konsumen tertarik untuk baca alias beli. Trik marketing berhasil. Memang ada buku yang isinya sesuai di tulis….ada juga yang bikin saya mengerutkan kening seraya berujar dalam hati….’buku bagus menurut loe belum tentu bagus menurut gue’ atau ‘ini buku biasa banget sich’. 

Kembali ke tulisan Samuel Mulia, dikritik tentu saja sikap penulis yang tidak  pede dengan tulisannya sendiri sehingga merasa sangat perlu endorsement, terlebih dari orang ‘terkenal’ .

Apa ini yang menjadi salah satu sebab literasi di Indonesia kurang kritik? Bukan hanya terbatas karya sastra lho.  Sejujurnya saya pun kurang berani dalam mengkritik buku (dalam bentuk tertulis dan dipublikasi di blog atau media social) terlebih buku orang ternama alias memang pernah membuat buku bermutu dan best seller. Pertama, karena budaya dikritik belum menjadi bagain dari budaya bangsa ini, jadi kalau sedikit dikritik harus siap balik dihujat dan saya belum siap terlebih kapasitas hanya sebagai pembaca.

Berdasarkan pengalaman saya dari membeli dan membaca buku,  tidak semua buku yang ditulis penulis yang sempat menuliskan buku bagus dan best seller atau bertabur endorsement    tulisan  di buku berikutnya bagus dan bermutu. Kecuali beberapa penulis yang memang sudah mumpuni.  Pada akhirnya waktu sendiri yang akan menentukan apakah sebuah buku (karya tulis) benar-benar berkualitas atau best seller karena promo dan penulisnya yang sudah popular terlebih dahulu.

Buku atau karya tulis yang bagus dan bermutu bisa bertahan melintasi zaman, sebut saja buku seri klasik karya  Lucy M. Montgomery  yang tetap menarik dan terasa bobotnya walaupun sudahberumur 100 tahun. Atau buku-buku sastrawan dunia misalnya Hemingway, Tolstoy atau Pramoedya Ananta Toer.