Buku di tanah air
![]() |
buku berpajak :( |
Beberapa waktu lalu (lebih dari
setahun) saya mengikuti gathering yang di adakan sebuah penerbit di mana buku
saya di terbitkan, dalam acara tersebut
direktur utama penerbit berbicara mengenai perkembangan dunia penerbitan di
tanah air. Penjelasan yang membuat saya mengerti kenapa saat ini tugas penulis bukan hanya menulis tapi membantu
mempromosikan buku/tulisannya.
Walaupun secara tidak tegas
dikatakan ada penurunan minat baca,
namun data di penerbit menunjukkan fakta; dulu penerbit mencetak satu judul
buku minimal 5000 eksemplar, tapi sudah beberapa tahun ini hanya 3000 itu pun
menjualannya sulit, kecuali buku penulis yang memang sudah memiliki nama.
Apa karena orang berpindah ke
ebook? Sepertinya tidak juga karena peningkatan penjualan atau jumlah orang
yang mengunduh ebook masih rendah di banding pengguna gadget. Sebaliknya di
beberapa negara maju, penurunan penjualan buku cetak di iringi penjualan atau
pengunduh ebook, sebagai contoh peningkatan penjualan ebook di Amerika
meningkat 30% (menurut data Amazon.com) seiring banyaknya pengguna gadget, sebaliknya
di Indonesia masih di bawah 1%.
Angka cetak 3000 eksemplar untuk
satu judul buku, menurut dirut penerbit membuat sebuah penerbit di Korea tertawa
karena jumlahnya dinilai terlalu kecil
di banding jumlah penduduk Indonesia. Ehm, jangan heran ya jika negeri Ginseng ini
mengalami kemajuan pesat, minat bacanya cukup tinggi dan kreatif menulis buku
agar anak-anak suka baca salah satunya seri komik science yang judulnya ratusan
dan terjemahannya membanjiri pasar tanah air, termasuk menjadi salah satu
koleksi buku si kecil saya.
Perbandingan ini bukan semata
mengagumi tapi semoga menjadi cermin, saat budaya baca harus bersaing dengan
game dan media sosial, maka penulis, penerbit dan semua yang berkepentingan
(termasuk orangtua) di tuntut kreatif
mengemas membaca buku/ebook menjadi sesuatu yang menarik dan fun terutama untuk anak-anak.
Buku sebagai parameter minat baca
Menurut standar Unicef, sebuah
negara dianggap memiliki tingkat baca bagus bila 1 buku di baca oleh 5 orang. Bagaimana
dengan di Indonesia? 1 buku di baca
berapa orang? Tak perlu statistik menjlimet menurut saya, misal jika satu buku
dicetak 3000 eksemplar dan menyasar pembaca perempuan usia 25-30 tahun yang
kira-kira berjumlah 10 juta jiwa (data statistik dari BPS 2010 hasil googling),
jika buku tersebut habis terjual berarti 1 buku di baca 33 orang. Andaikan sasaran pembaca itu dikurangi
setengahnya dengan pertimbangan akses dan daya beli, maka 1 buku di baca 16
orang.
Kenapa buku/ebook jadi rujukan
untuk menentukan minat baca? Sederhananya seperti ini; membaca buku membutuhkan effort
khusus, hanya yang memiliki minat baca cukup yang mau membaca buku (dengan
halaman puluhan) bandingkan dengan membaca majalah atau berita yang hanya
sekitar 4 halaman untuk satu tema. Hanya yang memiliki minat baca cukup yang
mau mengeluarkan uang untuk membeli buku atau usaha untuk meminjam entah ke
perpustakaan atau teman.
Salah satu yang menyebabkan
masyarakat di sebuah negara memiliki minat baca tinggi adalah dukungan
pemerintah. Dari harga buku yang relatif murah, promosi, fasilitas
(perpustakaan) dan kurikulum di sekolah.
Daripada menunggu pemerintah
membuat kebijakan yang membuat masyarakat memiliki minat baca yang entah kapan
karena pada kenyataannya buku tetap di kenai pajak, hanya buku agama dan
sekolah yang bebas pajak, yang menyebabkan harga buku tinggi, mari tularkan
minat baca mulai dari keluarga sendiri.
Menularkan minat baca pada lingkungan terdekat
Menularkan minat baca dapat
dimulai pada lingkungan keluarga, saya
sendiri berusaha menularkannya pada anak-anak dan teman-temannya. Tapi
menularkan minat baca pada anak jaman
sekarang butuh perjuangan lebih
karena harus bersaing dengan game
menarik di gadget dan tontonan.
Saya tahu anak-anak tidak mungkin
di lepaskan dari gadget malah harus dikenalkan karena ini jamannya tapi saya
percaya membekali mereka dengan pengetahuan dan hobi, salah satunya
membaca, membuat anak mampu
mengendalikan diri (tidak addict gadgetan untuk game dan medsos) dan terbiasa
menggunakan gadget untuk membaca (ebook) saat mereka memiliki gadget sendiri
kelak.
Menurut saya minat baca
masyarakat Indonesia tidak akan mengalami kenaikan berarti jika anak-anak
sekarang lebih banyak menghabiskan waktu
dengan gadget tanpa dibekali minat baca, karena walaupun seharusnya gadget
menunjang membaca (ebook atau interactive children book), anak lebih lebih
tertarik dengan gamesnya.
Batasi penggunaan gadget dan menonton
Jadi trik pertama dan utama saya
untuk menumbuhkan (sedikit memaksa) minat baca anak-anak adalah dengan
meminimalkan menonton dan penggunaan gadget – mumpung mereka belum minta gadget
dan belum tahu ‘seru’nya dunia medsos J.

“Ma, waktu kecil mama suka baca
buku gak?” tanya si sulung beberapa waktu lalu.
“Suka, baca buku itu seru!”
“Aku juga sekarang suka baca buku.”
Memang sudah beberapa bulan ini Kaka
mau membaca buku sendiri, bahkan kadang menukar jam tidur siangnya
dengan membaca buku tanpa di minta. Awalnya
karena terpaksa daripada menunggu saya membacakan buku untuk adiknya
dulu. Walaupun sudah bisa baca sejak kelas 1 tetap harus di bacakan Mama,
sampai sekarang terutama di malam hari.
Ehm, apakah ini artinya misi saya
membuat anak-anak suka baca buku berhasil? Belum, karena beberapa tahun
mendatang tantangannya makin berat yaitu jika anak-anak sudah mulai ingin
memiliki gadget sendiri lalu kenal media sosial.
Selain membatasi interaksi
anak-anak dengan tontonan dan gadget saya melakukan hal berikut untuk terus
memupuk minat bacanya;
Menetapkan jadwal membaca
Saya menjadwalkan membacakan buku
pada anak-anak saat menjelang tidur, yaitu tidur siang dan malam hari (setelah
berdoa). Jika pun anak-anak menolak tidur siang saya tetap membawa mereka ke
tempat tidur dan mengatakan ini jadwalnya baca buku.
Saya tidak membatasi buku yang
dibacakan tapi biasanya 3 buku mereka sudah terlelap, kalau mereka belum juga
tidur setelah sekian buku dibacakan, saya yang menghentikan karena mulut sudah
pegal hahaha.
Gadget for ebook/interactive
children book
Pada beberapa kesempatan
membacakan buku melalui gadget yaitu ebook atau interactive children book,
dengan begitu anak tahu bahwa membaca buku bisa melalui gadget.
Buku di sela aktivitas main
Karena interaksi anak-anak dengan
gadget dan tv sedikit, saya bisa leluasa membacakan atau sekedar menerangkan
isi buku di sela waktu mereka bermain. Ini biasanya saya lakukan pada si bungsu
yang belum sekolah, karena belum ada aktivitas rutin.
Beberapa buku jadi rujukan ide
main seperti buku mister maker, buku origami dan komik science. Misalnya, saya
mengajak mereka membuka buku komik science lalu mengajak mereka menemukan bukti
yang tertulis di sana. Misal mencari bunga lalu menunjukkan bagian-bagiannya
seperti yang tertulis di buku.
Dimana-mana buku
Membuat suasana rumah suka buku,
caranya letakkan buku ditempat yang mudah terlihat dan terjangkau anak-anak.
Rutin membacakan buku dan menjadi contoh suka baca dengan membaca buku saat
waktu luang.
Karena suasana penuh buku ini
pula yang membuat teman-teman si kecil saat ke rumah pasti membuka-buka buku.
Kunjungan rutin ke Tokbuk
Merutinkan kunjungan ke toko buku
dan tak harus toko buku besar lho, saya
sering mengajak anak-anak ke lapak atau kios buku bekas, kalau beruntung ada
juga buku anak dengan harga miring. Anak-anak juga jadi terbiasa dan tahu bahwa
membeli buku tak harus baru dan tak harus di toko buku berAC.
![]() |
memilih buku di tokbuk bekas |
Membuat acara hunting sale buku anak seru. Jika ada sale kami
memperbolehkan anak-anak memilih
buku sesukanya. Oh ya walaupun tidak rutin saya
selalu mengajak anak-anak jika ke pameran buku
Berbagi buku dan buku sebagai hadiah
Setiap kali Kaka di undang ke
acara ulang tahun temannya saya selalu menghadiahi temannya buku. Dan saat sale
membeli buku lebih untuk di berikan Kaka pada saudara sebaya.
Hipnosis dan sugesti, ini menurut saya tidak kalah penting. Menanamkan
pada anak jika kebiasaan membaca bagus
dan sangat berguna bagi mereka untuk saat ini dan nanti.
No excuse
Tidak memiliki buku, tidak
memiliki uang untuk membeli buku, menurut saya bukan alasan untuk tidak baca
buku, pengalaman tidak punya buku dan tidak mampu membeli buku tapi bisa
menikmati banyak buku (waktu kecil) sampai terobsesi bisa memiliki buku
tertentu (beberapa tercapai) pernah saya tulis di sini
beberapa bulan lalu.
Intinya tinggal pinjem, dulu
andalannya cuma perpustakaan milik pemerintah sekarang ada gadget, banyak lho
ebook gratisan.
Salah satu orang yang membuat saya membaca banyak buku hingga menginspirasi
untuk berani bermimpi dan ingin memiliki
perpustakaan buku anak gratis, pernah di tulis di sini
(tulisan untuk lomba gado-gado femina tapi kalah ;p). Iya, saya suka ngomongin buku karena suka.
Ini buku koleksi keluarga saya termasuk di dalamnya buku-buku dari Penerbit Buku Perempuan , Stiletto.
![]() |
ruang baca dan main |
Karena rak tak muat jadi sebagian
di simpan di box dan keranjang. Buku anak-anak di simpan di rak paling bawah.
Ini sebagian buku koleksi Stiletto Book, buku lainnya lupa di sebelah mana menyimpannya.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Ultah ke 5 Penerbit Buku Perempuan Stiletto
rina susanti
twitter @rinasusanti
instagram @t_rinasusanti
email rina_fam@yahoo.com
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Ultah ke 5 Penerbit Buku Perempuan Stiletto
rina susanti
twitter @rinasusanti
instagram @t_rinasusanti
email rina_fam@yahoo.com
hebat mbak, membina anak-anak minat baca mmg harus diajak terjun langsung ya :-)
BalasHapusgood luck
Rina keren,pgn nerapin jg k ank2ku, beli2 buku lumayan tp pas bc nya suka mendadak lupa,di rmh ada 10 buku baru yg blm dibaca,parah,mdh2an habis ini jd semangat
BalasHapus