Belajar dari si Mak


Ini bukan kali pertama saya mendengar si mak - panggilan pekerja rumah tangga (prt)tetangga di blok deretan belakang rumah saya - memarahi Zaki anak yang diasuhnya,”Anak nakal! Bukan anak orang ini mah,” duh benar-benar miris mendengarnya.  Apanya yang nakal dari anak usia satu setengah tahun? 
 
“Memangnya kenapa, Mak?”
“Gak mau tidur siang maunya berantakin rumah aja. Saya kan capek mana belum nyetrika.” Keluh si Mak. Lalu dengan kasar menurunkan si anak dari gendongannya.  Tangis Zaki makin mengeras.
Saya bisa membayangkan repotnya si mak mengurus dua batita plus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga (ngepel, cuci baju, cuci piring, nyetrika dsb). Idealnya, pasangan bekerja yang memiliki satu anak memperkerjakan satu pengasuh (babysitter) dan satu prt untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, jika keuangan tidak memungkinkan menggaji dua pekerja, seperti saya ini, maka saya harus rela rumah berantakan (yang penting lantai dipel setiap hari), memasak sebelum berangkat bekerja, menunggu weekend untuk  bisa dengan rapih meletakkan sesuatu pada tempatnya (sepatu, buku, Koran, majalah) dan tidak banyak berharap teh Wanti memiliki iniasiatif  untuk beres-beres (selain mainan si kecil) termasuk meletakkan  buku yang semalam selesai saya baca di rak atau sepatu di depan pintu. Ini berdasarkan pengalam pribadi lho…hehehe. Karena prioritasnya adalah menjaga di kecil.
“Sini-sini,” panggil saya lalu mendudukkan Zaki di pangkuan. Tangisnya langsung berganti isak tangis. Terlihat sekali kalau dia butuh seseorang untuk menenangkannya. Saya makin miris. Akh, andai saya tahu apa yang ada di benak Zaki.
Kebetulan hari itu saya cuti kerja dan seperti biasa jika ada di rumah pasti si kecil Azka (3y1m) selalu minta ditemani saya kalau bermain. Seperti tengah hari itu. Azka menolak diajak tidur siang katanya,”gak ngantuk.” Azka malah minta ditemenin naik sepeda keluar padahal cuaca di luar cukup terik. Untungnya di samping deretan rumah blok kami ada taman yang cukup rindang. Jadilah saya duduk di sana dan mengawasi Azka bermain sampai akhirnya datang si Mak.
Kebanyakan tetangga saya  pasangan bekerja dan mempercayakan penjagaan anaknya pada prt atau babysitter. Jadi jika sore hari pada hari kerja saya menemani Azka ke taman bermain yang terletak di tengah cluster, maka yang saya temui prt atau babysitter dengan anak yang diasuhnya. Bertemu, melihat dan berbincang dengan para prt atau babysitter sekitar rumah selain membuat saya belajar banyak hal dan  intropeksi dalam hal mempercayakan pengasuhan si kecil pada pengasuhnya, jak jarang terselip rasa was-was  dan khawatir. Bagaimana si kecil Azka diperlakukan ketika saya bekerja?  Memang sejauh ini saya lihat teh Wanti   menjaga dan menemani Azka dengan baik but who know?
Memang bukan hal mudah meninggalkan dan mempercayakan si kecil pada prt atau babysitter, puncak rasa khawatir dan was-was itu saya alami sendiri saat usia si kecil 6 bulan dan saya harus kembali bekerja. Namun pilihan meninggalkan pekerjaan dan menjadi full day mom  belum memungkinkan.  Dan saya bukan satu-satunya mama yang mengalami dilema ini. Memilih prt atau babysitter terpercaya, memantau perkembangan si kecil setiap saat, memaksimalkan waktu yang ada bersama si kecil dan tentunya menyerahkan dan menitipkannya pada yang Kuasa. Meminta Dia selalu melindungi si kecil terutama ketika kita tidak berada disampingnya. There is noway to be a perfect mother, and million ways to be a good one.(Jill Churchill –). (rs)

Si Pencuri Kursi

 Dimuat di Edisi no 12 , 20 juni-03 juli 2011