Kade, bisi tisoledat tina biwir

Tanpa menyebutkan asal daerah, dari logat bicara, orang sudah bisa menebak kalau saya orang sunda. Gak heran karena saya lahir, besar dan tumbuh dalam budaya Sunda di Bandung. Sempat belajar jaipongan tapi gak tamat, sempat belajar kecapi waktu aktif di lises (lingkung seni sunda) Unpad tapi hanya beberapa sesi latihan karena ternyata tidak mudah hehe. Tapi saya bukan orang sunda tulen lho, Ibu saya asli Wlengi, sebuah kota kecil di Jawa Timur.

Tisoledat biwir
Beberapa ungkapan atau peribahasa sunda familiar di telinga saya karena sering diucapkan nenek dalam  obrolan keseharian, seperti ungkapan; kade, tisoledat tina biwir (hati-hati, terpeleset dari bibir). Ungkapan ini kependekan dari peribahasa:




Tisoledat tina gawir mah loba ubarna
Tisoledat tina biwir mah hese ubarna
Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih seperti ini
terpeleset dari tepi jurang banyak obatnya
terpeleset dari bibir susah obatnya

Terpeleset dari bibir  adalah sebuah kiasan, artinya  jika salah berucap walaupun tak sengaja susah diperbaiki atau di ralat. Peribahasa yang mengingatkan pentingnya menjaga ucapan.

Tak hanya menjaga ucapan dalam pergaulan keseharian dengan teman, tapi juga dengan anak. Itu saya sadari setelah memiliki anak dan belajar menjadi orangtua dari buku atau seminar parenting. Dan ini yang umumnya tak di sadari para orangtua, termasuk saya. Walaupun sudah tahu ilmunya dalam praktiknya karena kebiasaan masih sering tisoledat tina biwir, padahal saya tahu setiap kata yang terucap dari orangtua baik dan buruk adalah sebuah doa.  Tisoledat tina biwir biasanya terjadi ketika tingkat kesabaran menurun karena beragam bujuk rayu tak mempan, si kecil malah makin merengek, rewel malah sampai tantrum.

“Kok, kakak gak sabaran sih.” Atau “Duh, ade kok cengeng.”
Setelah kata-kata itu terlontar barulah saya sadar dan ingat semua teori pengasuhan. Si kecil bukan tak sabar tapi belum paham menunggu, si kecil bukan keras kepala tapi ia tak mengerti kenapa kita menolak keinginannya....harusnya kata-kata saya di balik; “Kakak anak sabar.” Atau,”Ade, anak hebat. Atau diam, alias tidak berkomentar.
Menyesal, tapi ucapan itu ibarat paku – menancap, jadi walaupun sudah diobati dengan meminta maaf, bekasnya tak bisa hilang
.
Jadi benar-benar harus hati-hati dalam berucap.

Perluasan makna
Menurut saya peribasa ini mengalami perluasan makna seiring jaman. Saat budaya lisan di gantikan budaya tulisan maka makna ‘tisoledat tina biwir’ bisa berarti juga untuk ‘salah tulis’ terlebih di era internet saat ini, saat ucapan biasa di tuliskan dalam bentuk status di media sosial atau tulisan di blog.

Ini mengingatkan saya pada keriuhan pemilihan capres beberapa waktu lalu, ketika banyak pendukung capres saking bersemangatnya mendukung jagoannya (mungkin) tisoledat tina biwir hingga muncul tulisan-tulisan kasar sampai mengatai (maaf) fuck.  Bukan hanya kekesalan atau kemarahan, ternyata semangat dan kekaguman berlebihan dan merasa benar sendiri, bisa menimbulkan ‘tisoledat tina biwir’.  


Dalam istilah sunda ada ungkapan Da basa mah teu meuli, artinya bahasa atau pilihan kata itu tidak beli, jadi kenapa harus memilih kata yang buruk kalau yang baik juga bisa karena sama-sama gratis. Penggunaan kata kasar walaupun maksudnya baik bisa menyinggung perasaan lebih dari itu bisa menimbulkan fitnah.

Klaim
Tulisan ini sebenarnya reminder untuk diri saya sendiri, karena batas bangga dan ria begitu tipis, jarak memberi tahu dan ingin terlihat serba tahu (pamer pengetahuan) mungkin seperti jarak jari tengah dan telunjuk, jadi sangat mungkin dan mudah, saya tisoledat tina biwir.

Maafkan  dan ingatkan teman, jika saya tisoledat tina biwir jeung tisoledat tina tulisan.


ieu mah banyol sanes tisoledat tina biwir :p
(ini becanda buka terpeleset dari bibir)






20 komentar

  1. betul mak, jangan sampai kita tisoledat biwir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. apalagi pas nulis status ya bisa jadi bumerang

      Hapus
    2. sudah ada contoh kasusnya ya mbak...

      Hapus
  2. lidah itu lebih tajam dari pisau...

    BalasHapus
  3. ayeuna mah seringna tisoledat jempol... :D

    BalasHapus
  4. Semacam "Mulutmu Harimaumu" ya mak. Sekarang mulut = FB, twitter, path...

    BalasHapus
  5. Lebih berhati2 dalam berkomunikasi ya, Mba. Baik secara lisan maupun tulisan. :)

    Saya tahunya kalau orang sunda pasti ngomongnya pakai "eleeuh2". . . Hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha ...eleuh eleuh meni geulis (cantik) neng idahceris :)

      Hapus
  6. hi...hi...hi...setiap bahasa ternyata mempunyai keindahan tersendiri ya mak...sukses ikut GA-nya....amien...

    BalasHapus
  7. aduh leureus pisan, kadang abdi ge sok tisoledat biwir upami nyarios ka murangkalih teh , nuhun tos diemutan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sami-sami din....rada seusah iye ge supaya teu tisoledat biwir ka barudak teh

      Hapus
  8. mun urang mah tisoledat tina jembatan ... :)

    BalasHapus
  9. Bener banget, Mbak.. hati-hati dalam berbicara, apalagi sama anak-anak, mereka peniru ulung, ya.. Terima kasih atas ilmunya :)

    BalasHapus