Pentingnya ‘Mengosongkan Gelas’ saat Belajar

Assalamualaikum teman- teman, apa kabar nih? Masa pandemi membuat orang banyak menghabiskan waktu di rumah walaupun yang bekerja sudah kembali work from office, selebihnya saat weekend tetap ya lebih banyak di rumah.  Kalau jalan-jalan atau ngemall pasti waktunya dibatasi (seperlunya), yang biasanya pulang kantor kongkow, sekarang hanya sesekali atau mungkin belum berani.

Yap, keadaan saat ini  tidak pernah sama lagi.
Karena lebih banyak di rumah, banyak orang mulai mengisinya dengan mempelajari hal baru, saya yakin teman-teman termasuk salah satunya. Yang biasanya jarang masak jadi rajin masak, yang biasanya nanem-nanem ala kadarnya mulai ngeborong tanaman - ngisi waktu dengan berkebun, ada yang belajar gambar, desain, baking, musik, pokoknya apapun. Dari yang awalnya sekedar mengusir kebosanan jadi serius.

Termasuk saya yang selama pandemi ini ngisi waktu dengan belajar food photography dan lebih rajin ngebon, boleh intip kebun saya di sini, mulai jualan online tanaman sekitar tahun 2017, Alhamdulillah berlahan tapi pasti mengalami kemajuan.


Saya belajar food photography  dengan nonton youtube, baca artikel di pinterest dan mengamati suhu-suhu food photography di instagram lalu praktikan. Dan ternyata ga segampang kelihatannya hahaha tetap ya belum bisa membuat foto yang ‘terkesan hidup’, belum bisa memotret suasana yang kita bayangkan saat styling.

Teman-teman yang suka food photography boleh intip akun-akun ini
Ngobrolin soal belajar, di jaman internet ini belajar apapun bisa didapat dengan mudah dari banyak sumber namun tentu tidak menutup kemungkinan dengan mengikuti kursus atau web binary secara online , karena pasti rasanya beda antara belajar sendiri (berusaha memahami sendiri) dibanding workshop langsung, ada mentornya.

Namun yang terpenting saat belajar adalah menerapkan prinsip ‘kosongkan gelas’. Memposisikan diri sebagai orang yang tidak tahu apa-apa, belum bisa, dengan  begitu siapa pun sumbernya kita mau mendengarkan. Tidak  meremehkan dan menganganggap diri lebih pintar.

Cara mudah mengosongkan gelas saat belajar untuk saya adalah belajar sesuatu pada yang karyanya memang saya suka dan bagus menurut saya - soal selera tidak bisa diabaikan. Karena bagus menurut saya belum tentu bagus menurut orang lain. Misal dalam karya fiksi, saya suka PAT (sampai mengoleksi karyanya), suka cerpen-cerpennya Maggie Tiojakin, tapi tidak semua orang suka karya mereka.

Pengalaman saat saya sedang semangat-semangatnya belajar nulis fiksi (tahun 2013-an) saya ikut workshop menulis fiksi bareng Asmanadia, ikut workshop yang diadakan majalah Femina, ikut workshop yang diadakan gramedia dengan narasumber Meggie Tiojakin. Alasan saya memilih workhop dengan narasumber itu karena saya sudah membaca karya mereka dan menurut saya karya mereka bagus (atau sesuai selera kali ya hahaha).

Saat kita belajar dengan orang yang kita sukai karyanya (karena bagus menurut kita), otomatis kita akan merasa ‘tidak bisa’, dengan begitu ilmupun mudah kita serap.

Sama dengan saat saya belajar Food Photography dan ngerawat anggrek sekarang, dengan melihat foto-foto  Food Photography dari orang yang saya anggap karyanya bagus, saya merasa tidak bisa apa-apa, efeknya terus mencoba belajar lagi dan lagi.

Jadi menurut pendapat saya, saat belajar sesuatu carilah sumber/mentor yang memang karyanya kita suka dan kita anggap bagus. Belajar apapun lho termasuk belajar memasak, konten creator dsb.
Karena kalau belajar dari yang karyanya belum bagus, kita akan merasa lebih bisa, merasa puas dengan kemampuan diri sendiri. Sebaliknya kalau belajar dengan orang yang karyanya terbukti bagus, kita tidak akan cepat berpuas diri.


Tidak ada komentar