Kebaikan Kecil untuk Bumi

Semangat pagi teman – teman, kebaikan untuk bumi apa yang sudah teman – teman lakukan hari ini? Membawa kantung belanja dari rumah? Membiasakan anak – anak bekal air minum dengan tumbler dari rumah? menanam tanaman – pohon di halaman rumah? Toss…sama donk kita.

Kebaikan kecil yang berdampak besar lho jika dilakukan terus menerus dan ditularkan ke lingkungan terdekat, anak – anak, kerabat dan tetangga.
`


Saya habis melipat – lipat kantung kresek dan mengikat belasan  karet gelang jadi satu, buat dikasihin ke si mpok warung depan.

Kalau ke pasar (tradisional) saya selalu membawa kantung belanja sendiri, tapi tetap begitu belanja selalu dapat banyak kantung (kresek) kecil, dari bungkus bawang, cabe, atau sayuran. Saya sudah  minta minta si abangnya kalau cabe sama bawang ga usah di kantungin, abis di timbang masukin aja sekalian ke kantung plastik yang saya bawa. Tapi si Abang tukang sayurnya bilang,”Ga apa – apa bu, kantong plastik ga seberapa?”

Atau,”Biar rapih dan gampang ngitungnya, Bu.”

Kalau ke warung tetangga,  lupa bawa kantung kresek bekas untuk belanja dan menolak dipakaikan kresek pasti si Mpoknya bilang,” Ga diplastikkin ga sopan, Bu.”


Akhirnya plastik – plastik itu saya lipat rapih setelah digunakan dan dikembalikan saat belanja ke warung. Si Mpok warung senang karena bisa hemat beli plastik, katanya.

Jauh sebelum   isu lingkungan digaungkan di sana - sini, saya belajar dari keluguan dan kesederhaan pola pikir Ibu tentang menghemat plastik, listrik dan air, tanpa dia sadari bahwa yang hal yang dia lakukan dapat menjaga Bumi dan berperan dalam pelestarian lingkungan.

Plastik dan karet
Ibu punya kebiasaan  melipat dan menyimpan kantung kresek atau kantung belanja bekas (dari kertas atau kartun) dengan rapih. Ibu akan menyimpannya  terpisah berdasarkan tingkat kebersihan dan ukurannya.  Untuk kantung belanja berupa kertas atau kartun, selain dikami gunakan kembali juga dikasih saudara atau tetangga. Untuk kantung kresek biasanya dikembalikan pada warung atau tukang sayur langganan yang setiap hari lewat rumah.

Otomatis kebiasaan itu menurun pada saya begitu memiliki rumah sendiri. Si sulung saya mulai melakukan hal yang sama tanpa saya minta. Malah jika melihat ada kantung kresek tercecer di mana pun dan masih nampak bersih dia bawa pulang, buat Mama, katanya hehehe.

Jendela dan pintu terbuka
Saya lahir dan besar di perkampungan yang membiasakan pintu dan terjendela terbuka lebar – lebar selama di rumah ada orang selain menghemat listrik (karena kami tidak perlu menyalakan lampu saat siang hari), udara dalam rumah pun segar karena ada sirkulasi.

Saat memiliki rumah sendiri, kebiasaan itu terbawa, saya tidak betah menutup pintu dan jendela saat ada di rumah. Saya dan suami pun sepakat jika konsep rumah kami memiliki banyak jendela. Sengaja menyisakan sepetak di tanah di samping rumah selain agar matahari masuk dengan leluasa melalui jendela kami pun bisa bercocok tanam.

Lampu – lampu di rumah baru dinyalakan pukul 5, jika hari cerah lampu nyala begitu adzan magrib berkumandang. Rumah dengan konsep banyak jendela juga menghemat pemakain AC dan kipas angin lho.
Tagihan listrik di rumah 100 ribuan perminggu (kami menggunakan token) dengan luas rumah 100 meter an persegi.

Menggunakan detergen sesuai takaran itu penting
Berapa detergen yang teman – teman habiskan untuk satu bulan dengan frekunsi mencuci tiap hari atau dua hari sekali mencuci?   Saya ½ kg, hemat bukan?

Saya menggunakan detergen sesuai takaran, kadang dikurangi, kenapa? Pertama kebiasaan, lagi –lagi karena dulu Ibu cerewet jika menggunakan detergen secukupnya, tidak boleh sampai kental dan berbusa karena akan membuat boros air saat membilas.

Kedua, setelah kuliah jurusan kimia saya paham, kenapa detergen harus digunakan sesuai takaran? Karena detergen memiliki titik jenuh ( tak perlu penjelasan kimiawinya lha ya hahaha ntar pusing), secara sederhananya begini,  sebanyak apapun detergen di gunakan kemampuannya untuk membersihkan pakaian  tidak akan meningkat. Misal jika tertera di kemasa, satu takar untuk 2 Liter air berisi cucian, makan jika kita gunakan dua takar untuk 2 L, kemampuan mencucinya ya tidak menjadi 2x lebih bersih tapi tetap sama.

Jadi jangan banget merasa kalau mencuci detergennya harus dipakai banyak biar bersih. Dan harus diingat banyaknya busa tidak berpengaruh pada kemampuan membersihkan. Banyak banyak busa makin bersih? Tidak sama sekali.

Jika banyak busa, air untuk membilas yang dibutuhkan makin banyak, zat kimia yang terbuang ke pembuangan lebih banyak juga.

Air bekas membilas cucian untuk nyuci kain lap
Ibu saya sepertinya punya prinsip, jangan ada yang terbuang sia – sia, hehehe. Termasuk urusan air bekas membilas cucian. Kalau mencuci harus di pisahkan pakaian putih, berwarna dan hitam. Bekas membilas pakaian putih dipakai pakaian berwarna. Jadi hanya bilasan terakhir menggunakan air bersih. Bekas bilasan terakhir pun tidak dibuang tapi untuk membilas kain lap atau ngepel teras rumah.

Ibu tidak memiliki ART, otomatis kami anak – anaknya membantu pekerjaan rumah, jadilah pola mencuci seperti itu juga menurun. Saat saya bekerja dan memiliki ART, saya mengajarkan ART hal seperti itu.

Air bekas cucian beras/sayuran/daging untuk menyiram tanaman
Konsep bekas cucian beras, sayuran dan daging untuk menyiram tanaman di pekarangan rumah kayaknya sudah biasa dilakukan orangtua jaman old ya. Tidak heran, tanaman subur walaupun tidak pake pupuk ini itu. Saya mulai mempraktikkan ini sejak suka tanaman. 


Tabula pot di pekarangan rumah

Yuk mulai lakukan hal yang sama, hemat air dan hemat penggunaan pupuk lho.


Tidak ada lahan, bukan halangan untuk ‘berkebun’
Terbatas lahan bukan halangan untuk nanem – nanem. Langkah penghijauan bisa dilakukan dari hal kecil, menanam satu pohon di pekarangan rumah, tidak menyemen semua teras rumah agar ada resapan. Gunakan prinsip tabula pot jika ingin menanam buah – buahan tapi lahan di rumah terbatas.
Lagi – lagi ini saya pelajari dari Nenek dan Ibu saya, tak terbeli pot, plastik bekas cat atau celengan pun jadi media tanam menanam. Teras rumah sepetak pun jadi asri dan segar karena tanaman.

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan ikutan acara Jelajah Gizi yang digagas Danone, salah satu narasumbernya dosen IPB. Beliau menyarankan, agar membiasakan diri bercocok tanam, jika tidak ada lahan gunakan roof top, tanam pohon buah – buahan dengan konsep tabula pot.

Atau mulai bercocok tanam dari yang sederhana seperti;  bumbu dapur, herbs, bunga – bunga untuk mempermanis rumah, seperti yang saya dan keluarga lakukan.  Kebiasaan kecil tapi bisa jadi edukasi baik untuk anak – anak lho. Mereka akan terbiasa dan tahu pentingnya keberadaan pohon, tanaman untuk bumi. Kebiasaan yang tidak akan membuat anak – anak kelak malas berhubungan  dengan tanah karena mengotori tangan dan teras rumah. Anak – anak akan paham juga pentingnya lahan resapan agar keberadaan air tanah terjaga.

Jatuh cinta pada anggrek, dari hobi jadi usaha dan kolektor


My green house

Setelah menikah dan memiliki rumah sendiri, saya mulai suka menanam, awalnya karena ingin mempercantik dan memperasri rumah, lalu terbersit kesadaran, pentingnya tanah resapan dan oksigen dari tumbuhan yang kita tanam.

Tanaman yang membuat saya jatuh cinta anggrek, dari hobi, mulai mengoleksi dan kini jadi usaha. Itulah salah satu cara saya melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia.


Tidak semua anggrek yang saya miliki saya perjual belikan, beberapa saya koleksi terutama anggrek – anggrek species khas Indonesia. Karena ke depannya saya tidak ingin sekedar mencari keuntungan tapi koleksi tanaman anggrek yang berguna untuk dipelajari, siapapun yang ingin mempelajari.


Tahukan teman – teman negara eksportir anggrek terbesar di dunia? Thailand. Yap Thailand yang luasnya tak seberapa di banding Indonesia, yang koleksi tumbuhannya jauh lebih sedikit di bandingkan Indonesia tapi karena teknologi dan kesungguhan pemerintahnya, banyak anggrek spesies asli Indonesia sudah di duplikat di sana dan seedling (anakannya) dibeli petani anggrek Indonesia. 


Beberapa anggrek spesies asli Indonesia
Koleksi saya

Harapan saya,  keanekaragaman hayati Indonesia bisa berkembang dan mensejahterakan negeri sendiri pada generasi mendatang. Kesungguhan Thailand bisa jadi contoh.

Kepedulian kita saat ini pada Bumi untuk masa depan yang lebih baik. 


MSIG Indonesia untuk Indonesia yang lebih hijau
Bulan November 2019 lalu asuransi MSIG Indonesia melakukan rangkaian kegiatan dengan tema Kepedulian Lingkungan.  MSIG Indonesia bersama sejumlah karyawannya melakukan kegiatan edukasi berupa Kelas Kreatif Keanekaragaman Hayati MSIG Indonesia mengenai pentingnya melestarikan alam kepada murid – murid sekolah dasar di area Jabodetabek.

“Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menanamkan pola pikir bahwa kehidupan kita amat bergantung kepada keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini,” ujar Bernard P. Wanandi Wakil Presiden Direktur MSIG Indonesia.

Kegiatan ini merupakan salah satu cara MSIG Indonesia sebagai perusahaan yang merupakan bagian dari masyarakat Indonesia, untuk melestarikan alam melalui upaya edukasi pelestarian keanekaragaman hayati.

Dalam kampanye ini MSIG Indonesia menggandeng Hutan Itu Indonesia, sebuah komunitas lingkungan hidup yang berjuang menumbuhkan rasa cinta terhadap hutan pada masyarakat perkotaan. Gerakan positif ini sejalan dengan visi MSIG Indonesia yang tertuang dalam kampanye lingkungan ini.

Sekilas tentang MSIG Indonesia
Asuransi MSIG Indonesia merupakan bagian dari MS&AD Insurance Grup, merupakan perusahaan asuransi umum (Asuransi umum adalah asuransi yang memberikan ganti rugi tertanggung atas kerusakan atau kerugian harta benda) patungan terbesar di Indonesia yang telah beroperasi selama 40 tahun dan terus menerus berkembang setiap tahunnya.

Informasi lengkap mengenai PT Asuransi Mitra Pelindung Mustika dapat dibaca di www.msig.com









1 komentar

  1. Pengen main ke rumah Mba Rina belum sempat aja. Mau belajar merawat tanaman dan bunga. Btw, soal karet dan plastik itu aku juga lakukan..sering melipat platik jadi bentuk segitiga

    BalasHapus