Produktif Dimasa Pensiun Ala Pak Sukarji #SekotakPenuhKesan

Down to the earth and you would hear with  heart.

Alasan saya memilih taksi saat bepergian dengan membawa dua anak adalah karena aman. Tak khawatir ini itu terlebih saya tidak hapal jalan-jalan di Jakarta karena perantauan. Ya, daripada nyasar cari aman sajalah. Alasan kedua, berharap menemukan  pengalaman mencerahkan.

selfie dalam taksi Blue Bird
Seperti beberapa waktu lalu, sepulang  menghadiri sebuah acara dengan membawa kedua anak saya. Siang itu, ruas jalan yang kami lewati padat merayap. Saya mengurungkan niat untuk mengeluhkan kemacetan begitu melihat wajah pak supir (lewat kaca spion) yang tenang.

Dari banyaknya uban dan karakteristik kerutan di wajah, dugaan saya umur pak supir seumur bapak saya, lebih dari 50 tahun. Mungkin sudah  belasan atau puluhan tahun menjadi supir taksi jadi tak heran jika wajahnya tampak tenang walaupun macet karena sudah terbiasa untuk sabar dengan keadaan ini.   

Alih-alih mau menggerutu saya malah bertanya,“Sudah lama ya Pak, bawa Blue Bird?”
“Baru delapan bulan Bu.”
“Delapan bulan wah saya kira sudah bertahun-tahun, maaf lho, soalnya Bapak terlihat sudah senior,” kata saya bercanda sambil tertawa.


Pak supir membalas tawa saya.”Usia saya memang sudah senior, Bu.”
“Sebelumnya bekerja di mana, Pak?”
“Saya baru pensiun, dulu bekerja di Papua di perusahaan kayu.”
“Merantau ke Papua Pak?” tanya saya takjub. Entahlah saya suka merasa takjub dengan orang yang merantau ke Papua.

Lalu percakapan antara kami mengalir setelah saling memperkenalkan nama. Namanya pak Sukarji, alasan kembali  bekerja di masa pensiun  karena bosan di rumah, tidak ada aktivitas, cucu tidak bisa setiap saat ditimang-timang karena tidak tinggal serumah, hanya akhir pekan bertemu cucu. Efeknya badan jadi sakit-sakit. Karena usianya masih 55 tahun dan masa pensiun di Blue  Bird 58 tahun, jadilah dia mencoba melamar jadi supir Blue Bird dan keterima karena secara fisik (dan mental tentunya) masih sehat untuk mengendarai kendaraan. Wah saya  salut sama manajemen  Blue Bird yang memberi kesempatan bekerja pada orang yang sudah tidak lagi muda.

Pak Sukarji   bilang, ia menikmati pekerjaannya sebagai supir taksi karena bisa sekalian melihat-lihat kota Jakarta yang sudah di tinggalkannya selama 20 tahun. Ia masih hapal ruas-ruas di Jakarta karena tidak banyak berubah, yang berubah hanya gedung tinggi dan Mall yang kian banyak.



Jujur saja saya salut dengan keputusan pak Sukarji yang memilih   bekerja kembali di masa pensiun. Saat banyak orang seusianya mengalami post power sindrom atau dalam bahasa Indonesia di sebut sindrom pasca pensiun. Suatu istilah yang artinya ketidaksiapan mental menghadapi masa pensiun karena merasa diri tidak lagi memiliki kekuasaan. Sindrom ini tidak hanya berlaku pada orang yang saat bekerjanya memiliki jabatan tinggi lho,  orang dengan jabatan biasa-biasanya saja bisa terjangkiti sindrom ini. Tidak siap 'tidak menjadi' siapa-siapa. Bingung dengan apa yang harus dilakukan sepanjang hari dan ketakutan masa depan karena tidak lagi memiliki penghasilan besar.

Yap, usia bukan halangan untuk tetap produktif. Dan bahwa masa pensiun bisa dinikmati dengan cara produktif namun tetap bahagia karena sekaligus bisa menjadi ajang refresing. Terlebih karena bekerja bernilai ibadah.

“Nggak stres dengan kemacetan, Pak?”
“Dinikmati aja, Bu, sekalian melihat  gedung-gedung tinggi dan Mall, dulu sebelum saya ke Papua belum ada.”
“Kalau penumpangnya stres bagaimana Pak?”
Pak Sukarji tertawa,”Ya mau bagaimana lagi keadaan jalan seperti ini.”
“Pernah kena imbas marah penumpang karena kemacetan, Pak?”
“Sering, biasanya mereka mengeluh sepanjang jalan, saya diam saja, kalau berkomentar takut salah dan membuat  penumpang makin emosi. Orang  kan gak sama ya, Bu. Pernah juga ada yang nyalahin karena katanya saya salah ambil jalan. Padahal di mana-mana, ya macet kalau jam pulang pergi kantor. Saya terima dan  minta maaf.”

Kalau sekedar mengendarai kendaraan mudah tapi memanajemen emosi dan membuat penumpang tetap nyaman, bukan pekerjaan mudah.

Lalu saya bertanya tentang rasanya bekerja di Papua karena selain jauh, pernah saya lihat liputan di tv,  barang-barang keperluan pokok di distribusikan dengan pesawat karena jauh dan tidak ada jalan, akses mendapat kesehatan dan pendidikan terbatas.

“Saya tinggal di kota Bu, barang kebutuhan mudah di dapat tapi harganya mahal.” Pak Sukarji menyebutkan harga mie instan yang membuat saya menelan ludah karena kaget. Ehm, saya pernah mendengar gaji orang yang bekerja di sana besar tapi ternyata sebanding dengan biaya hidupnya . “Saya tinggal di daerah yang aman, alhamdulillah selama merantau di sana tidak terjadi apa-apa,” lanjut pak Sukarji menjawab pertanyaan saya terkait isu keamanan.

Sayang obrolan kami terputus karena saya sudah sampai tempat tujuan.

“Kalau masih jauh saya akan ceritakan lebih banyak tentang Papua, Bu.”
“Semoga lain kali ketemu lagi pak.”

Itulah #SekotakPenuhKesan  dari Kemang sampai Point Square Lebak Bulus bersama Pak Sukarji yang menjadikan masa pensiunnya produktif sekaligus refresing, mengantarkan penumpang sekalian berkeliling kota Jakarta. Sedikit banyak ini mengingatkan saya, sebagai orang muda  harus mengisi waktu dengan lebih produktif, masa kalah sama Pak Sukarji yang sudah senior hehehe. 

Melakukan hal produktif sesuai kemampuan dan kita sukai tentunya. Jangan ada kata gengsi yang penting halal, bermanfaat  dan tidak merugikan orang lain. 



Punya pengalaman berkesan saat naik taksi Blue Bird? Yuk ceritakan, ada hadiah lho untuk cerita menarik dan berkesan. Untuk lengkapnya bisa di lihat di sini. Dan Ini hadiahnya, keren kan?



Oh ya kini tersedia aplikasi My Blue Bird. Aplikasi untuk memesan taksi Blue Bird lewat layar smartphone.  Ini sangat memudahkan karena lebih cepat dan mudah. Terlebih waktu pemesan fleksibel artinya bisa memesan untuk besok.

Aplikasinya dapat diunduh secara gratis di Google Play Store.  Cara menggunakannya mudah, setelah aplikasi terinstal, lakukan register dengan mengisi nama, lokasi dan nomor telepon. 




Jika akan memesan Blue Bird tinggal langsung isi lokasi penjemputan dan tujuan. Aplikasi akan secara otomatis mendeteksi lokasi di mana kita berada.

lokasi kita akan terdeteksi secara otomatis

Lanjutkan pemesan dengan menekan tombol next, maka akan muncul seperti gambar di bawah; 



Jika sudah mengisi tempat tujuan dan siap di jemput, tinggal tekan BOOK BLUE BIRD NOW yang ada di bagian paling bawah. Taksi Blue Bird akan menghampiri tak sampai 15 menit.

Mudah bukan? Yuk pasang aplikasi My Blue Bird di smartphone untuk memudahkan pemesanan taksi kapan dan dimana pun.

11 komentar

  1. saya salut utk bpk tsb, walaupun sudah tdk muda lagi tapi masih tetap semangat beraktivitas, tdk ingin nganggur

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mba ...saya yang muda malah kebanyakan santai heheh

      Hapus
  2. Cerita pak sopir yg menyentuh. Memikirkan masa pensiun. Jadi bertanya ke diri sendiri, kelak pensiun mau seperti apa? Udah siap belum? Hiks..

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi blogger prof aja mba...ilmunya udah di tangan heheh

      Hapus
  3. Inspiring..terakhir naik taksi malah ketemu sopir yang "ajib" hihihi.

    BalasHapus
  4. Hebat ya blue bird masih mau mempekerjakan pak supir yg udah senior dan bapak supir jg oke banget masih smangat kerja

    BalasHapus
  5. pernah pesan taksi BB telat datangnya . udah kesel aja eh ternyata sopirnya baiiiik banget, sopan dan ga telat ke lokasi karena ngebut dan jalanan ga terllau macet. gajadi ngambeknya :D. Btw, HP saya ga muat banyak aplikasi ><

    BalasHapus
  6. Sudah pensiun dari pekerjaan lama tapi masih mau bekerja? salut buat bapaknya. Sukses lombanya ya mbak.. :)

    BalasHapus
  7. Wah..ikut terkesan dengan cerita si pengemudi, moga2 bisa ketemu lagi ngelanjutin cerita pengalaman si bapak di Papua ya, mbak

    BalasHapus
  8. Yaaaa bapaknya dah nggak ngejar setoran buat sekolah anak, jadi anteng heheheee... Pensiun memang tidak seharusnya hanya menunggu akhir hidup. Inspiring ceritanya.

    BalasHapus