Partisipasi Aktif setiap Warga untuk Indonesia Sehat

Keadaan darurat yang datang tak terduga
Jujur saja, yang membuat saya cukup tenang ketika dokter memutuskan saya harus operasi caesar untuk melahirkan  anak pertama dengan alasan bayi sungsang dan pinggang saya pendek, adalah karena seluruh biaya persalinan di cover asuransi kantor suami 100%. Berbeda dengan kantor saya yang hanya meng cover sekitar 5 juta rupiah.

Sayangnya tidak semua perempuan terutama ibu hamil diberi kemudahan seperti saya. Saya ingat kejadian yang menimpa tetangga ibu saya meninggal beberapa jam setelah melahirkan. Sebutlah bernama ibu X. Sejak hamil ibu X sering mengeluh sakit kepala dan tekanan darahnya naik. Tiap bulan dia mengecek kehamilannya di puskesmas. Bidan puskesmas menganjurkan untuk melahirkan di bidan terdekat atau dokter. Walaupun ibu X mengiakan tapi saat hari H nya, ibu X memilih melahirkan di temani dukun beranak, alasanya tentu saja tak ada biaya. Dan hal yang dikhawatirkan pun terjadi,
ibu X mengalami mendarahan hebat setelah bayinya keluar dengan selamat. Saat Pak RW dan mengurusnay datang untuk memberi bantuan dengan mengantarkan ibu X ke puskesmas, ibu X sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir.


Beberapa hari kemudian tersiar kabar jka  bayi yang baru dilahirkan ibu X diangkat anak oleh pasangan yang secara ekonomi berlebih tapi belum di karunia anak. Bukan keputusan mudah tentunya tapi mungkin itu keputusan terbaik yang di ambil suami ibu X, selain tidak ada yang mengurus, suami ibu x hanya seorang buruh serabutan, gak mampu membiayai tiga anak.

Seingat saya, saat itu jamkes baru sampai mendataan dan ibu X yang pindahan dari luar kota tidak terdata karena masih ktp kota lama.

Cerita ibu X, satu dari sekian kasus yang kerap menimpa ibu hamil yang karena alasan ekonomi alias miskin tak tertangani dengan baik saat melahirkan ditambah pula fisik mereka umumnya kurang baik karena gizi yang dikonsumsi tak cukup.

Kejadian skait  lain adalah saat sakit menimpa art kami, teh Apong. Dari sakit deman, batuk pilek sampai diare, sehingga harus  ke dokter. Kejadian sakitnya art kami teh Apong, membuat saya dan suami terlibat diskusi, soal kesehatan art. Untuk sakit ringan seperti yang dialami selama ini mungkin tidak masalah karena kami mampu mengbiayainya. Jika tiba-tiba sakit parah atau terjadi kecelakaan kerja (jatuh dsb) bagaimana?
Masa iya kita hanya memberi bantuan darurat lalu memulangkannya  ke kampung halaman dengan dibekali uang yang tidak seberapa. Tapi  untuk memberi mereka premi asuransi belum mampu karena kami (sekeluarga termasuk 2 anak) saja masih mengandalkan asuransi kantor.

Para art yang berasal dari luar daerah umumnya tidak memiliki kartu JamKes (jaminan kesehatan) karena alasan tidak sempat ngurus sampai merasa tidak perlu karena sehat dan masih muda.

Sehat dan Kualitas Hidup
Sehat berbanding lurus dengan kualitas hidup. Fisik dan jiwa sehat memungkinkan orang bekerja sehingga meningkatkan kualitas hidup diri, keluarga dan lingkungannya.  Itu sebabnya sehat menjadi hak setiap orang termasuk kaum dhuafa. Art saya, teh Apong bekerja untuk membiayai sekolah kelima adiknya, dia memiliki harapan adik-adiknya mengecap pendidikan minimal setara sma. Bisa dibayangkan bukan jika teh Apong sakit sampai tidak bisa kembali bekerja, apa yang terjadi dengan sekolah kelima adiknya di kampung sana.
Sayangnya, biaya kesehatan di Indonesia terbilang mahal. Hal ini membuat kaum dhuafa enggan untuk ke dokter ketika sakit. Padahal walaupun tidak ke rumah sakit, sakit mereka  tetap membebani keluarga.

Jamkes dan JKN
Tahun 2004 pemerintah membuat program jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) sesuai UUD dasar negara tahun 1945 bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap orang, dan semua warga negara berhak mendapat pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin (sumber diambil dari  www.tnp2k.go.id)
Sayangnya program ini belum sepenuhnya sempurna dan tepat sasaran.  Banyak kaum dhuafa yang tidak terdata dan masuk program ini, biasanya kendalanya ktp yang tidak sesuai tempat domisili. Sebaliknya ada kelas menengah yang sebenarnya mampu (namun mereka tidak kaya) memiliki kartu jamkes. Seperti cerita ibu saya beberapa waktu lalu, saat ia berkunjung menjenguk tetangga baru melahirkan di sebuah rumah sakit daerah. Teman sekamar tetangga saya ini peserta jamkes dadakan. Dari mana ibu saya tahu? Ibunya pasien yang cerita dengan bangga kalau dia mengguna jamkes dan membuatnya secara mendadak beberapa minggu sebelum anaknya melahirkan hanya dengan mengelurkan uang 500 ribu. padahal sebelumnya si ibu ini bercerita jika menantunya, bekerja di perusahaan swasta dengan gaji lumayan. Sebenarnya tanpa diceritakan pun ibu saya sudah menduga, terlihat dari penampilan dan emas-emasnya di kenakannya.

Pada beberapa kasus kemiskinan adalah soal mental.

Cerita lain yang mungkin sering kita dengar dari media masa adalah masih adanya pasien dhuafa yang ditolak rs karena tidak mampu menyediakan uang muka berobat. Umumnya terjadi di rumah sakit swasta. Jamkes memang hanya berlaku di rumah sakit milik pemerintah, tapi ada beberapa kondisi darurat yang membuat pasien dhuafa memutuskan mencoba berobat ke rs swasta dengan pertimbangan karena keadaannya gawat jadi mencari rs terdekat atau karena kecelakaan, dan rs terdekat ternyata rs swasta.  

Kita semua tentu saja berharap, pelayanan dan akses jamkes lebih baik dan tepat sasaran. Ada solusi untuk kasus-kasus darurat di mana pasien dhuafa terpaksa harus ke rs swasta karena alasan rs terdekat.

Namun ada kabar menggembirakan mulai tahun depan pemerintah membuat program JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional. Walaupun beberapa pihak masih meragukan apakah program ini dapat berjalan baik tahun depan mengingat fasilitas kesehatan milik pemerintah dan jumlah tenaga medis yang kurang.  Tapi mari berbaik sangka dan membantu program ini terwujud.

Apa itu  JKN? JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional adalah sistem asuransi kesehatan sosial, gratis bagi warga mampu dan membayar premi pada warga negara mampu namun preminya tidak sampai ratusan ribu perbulannya seperti asuransi swasta. Untuk lengkapnay mengenai program ini bisa dilihat di www.sehatnegeriku.com

LKC Dompet Dhuafa sebagai Partner dan Solusi Alternatif untuk Kesehatan


Berikut adalah tentang LKC atau Layanan Kesehatan Cuma-Cuma yang saya kutip dari situs resminya http://www.lkc.or.id/

Layanan  kesehatan cuma-cuma (LKC) adalah lembaga non profit jejaring Dompet Dhuafa khusus di bidang kesehatan yang melayani kaum dhuafa secara paripurna melalui pengelolaan dana sosial masyarakat (zakat, infak, sedekah dan wakaf) dan dana sosial perusahaan.

Pelayanan LKC diberikan pada peserta yang telah terverifikasi  dengan masa berlaku kartu peserta selama 1 tahun. syara dan ketentuan menjadi peserta LKC dapat dilihat di sin: Syarat Menjadi Peserta LKC-DD)

Walaupun kesehatan  seluruh warga negara adalah tanggung jawab pemerintah,  tentu akan lebih baik jika semua warga yang mampu secara ekonomi berpartisipasi dan berperan salah satunya dengan menyalurkan zakat, infak dan shadaqohnya pada lembaga terpercaya dan menyalurkannya dengan tepat seperti Dompet Dhuafa.

Dengan makin banyaknya dana yang masuk ke lembaga sosial non profit seperti LKC Dompet Dhuafa tentu makin banyak kaum dhuafa yang bisa menikmati layanan kesehatan gratis termasuk kaum dhuafa di daerah terpencil yang sukar diakses.

Banyaknya dana yang masuk ke Dompet Dhuafa juga tentunya akan meningkatkan kualitas pelayanan LKC. Dengan harapan suatu saat LKC memiliki rs sendiri yang lengkap fasilitas dan tenaga medisnya.

Sehingga LKC bisa menjadi partner pemerintah dan bersama-sama memberi solusi pada masalah kesehatan yang masih belum merata, timpang begitupun fasilitas dan tenaga medis yang masih kurang terutama di daerah terpencil.  Seperti, dalam program JKN di sebutkan pelayanan untuk mendapatkan keturunan tidak dijamin. Padahal keinginan memiliki keturunan ada pada setiap pasangan suami istri, tanpa melihat miskin atau kaya. Sedangkan untuk program memiliki keturunan dengan bantuan medis sangat mahal. Berharap LKC Dompet Dhuafa dan pemerintah bisa mencarikan solusi untuk hal tersebut.

Mencegah lebih baik daripada mengobati
Bagaimanapun mencegah lebih baik daripada mengobati. Pemberian jaminan kesehatan harus di sertai dengan edukasi kesehatan pada seluruh lapisan masyarat.  Karena saat ini yang menjadi sumber penyakit bukan hanya karena kurang gizi tapi sebaliknya gaya  hidup (makan)  yang berlebihan.

LKC bisa memberikan kampanye bahwa mencegah penyakit lebih mudah dan murah. Cara sehat mudah dan murah diantaranya selalu mengkonsumsi sayuran dalam menu makan (sayuran relatif lebih murah daripada buah), pemberian ASI eksklusif untuk bayi, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, setia pada suami/istri, menggosok gigi secara teratur dan olah raga murah seperti lari pagi.


Karena sehat milik semua, kita semua harus menyebarkan dan melakukan gagasan hidup sehat.

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba 'Sehat Milik Semua' Blogdetik dan LKC Dompet Dhuafa


Tidak ada komentar