Musik dan Perjalanan Usia Saya


Saya bukan termasuk yang fanatik dengan salah satu jenis musik. Saat masih abg suka musik pop. Waktu itu jamannya Ruth Sahanaya baru masuk blantika musik Indonesia. Generasi 90 an.  


  
Seiring usia, saya jadi suka hampir semua jenis musik. Saya jatuh cinta pada musik keroncong saat kuliah (kuliah angkatan 98 – udah cukup tua xixi) ketika secara tidak sengaja saya menonton pertunjukan musik keroncong yang dimainkan sejumlah mahasiswa dari salah satu ukm di universitas tempat saya kuliah, unpad. Musik keroncong itu klasik banget dan ternyata lagu-lagu pop asik juga di lantunkan dengan iringan musik keroncong.  Dan sejak itu pula mindset keroncong yang identik dengan  bahasa jawa, kuno dan tua (penggemar dan pemain musiknya tua-tua) hilang dari benak saya dan  mulai ketagihan menonton dan mendengarkan  musik keroncongan secara live. 

Sebenarnya keroncong  bukan jenis musik yang asing untuk telinga saya karena setiap liburan di rumah si mbah (kakek dan nenek dari pihak ibu) kerap mendengarkan suara Waljinah si Walang Keke. Musik yang menurut saya waktu itu, nggak banget, kuno dan tua.

diva keroncong

Saya pun pecinta musik pop sunda karena sejak kecil kerap mendengarkan lagu-lagu ciptaan mang Koko yang di nyanyikan Nining Meida dari rumah kakek yang tinggal bersebelahan. Dan jangan ngaku orang sunda ya kalau tidak kenal lagu-lagu ciptaan  mang Koko (almarh)  yang dilantunkan Nining Meida. Musik pop sunda itu abadi lho, coba saja dengarkan di setiap pernikahan orang sunda dari jaman saya  kecil sampai sekarang lagunya itu – itu saja, salah satunya yang berjudul Kalangkang.


diva pop sunda

Penyanyi  musik pop sunda yang terkenal baru-baru ini adalah Bungsu bandung dengan lagu populernya Mobil Butut dan Ulah Ceurik.

Saya memang tidak lahir di jamannya di The Beatles tapi saya hampir hapal semua lagunya karena saat kecil bapak saya sering menyetelnya dengan koleksi kaset yang cukup lengkap. Gara-gara sering mendengarkan lagu The Beatles berbersit berkeinginan belajar main gitar dan bapak saya dengan senang hati mengajarkan.


Saya juga suka musik dangdut lho tapi bukan musik dangdut dengan  beat yang membuat jejingkrakan dan syair yang alay nan lebay. Saya suka dangdut melayu. lagu-lagunya Iyet Bustomi atau beberapa lagu yang dilantunkan Cici Faramida. Bapak saya yang menularkan kesukaan saya pada musik ini. Selera musik bapak berubah seiring usia, saya tidak ingat tepatnya yang pasti tiba-tiba bapak berburu kaset Rhoma Irama dan setiap memetik gitar pasti lagu Rhoma Irama. Sampai-sampai bapak dan beberapa kawannya membuat grup dangdut yang manggung di tiap acara tujuh belasan atau hajatan. Paling malu kalau teman sekolah tahu kalau bapak saya pemusik dangdut kampung.  Bagaimanapun dangdut waktu itu masih identik dengan lagu kampungan, nggak banget lah untuk anak seusia saya  (sma) dan memang saat itu saya belum suka musik dangdut. Sebagai pendengar setiap radio paling ngetop sebandung sudah barang tentu selera musik saya saat itu gak jauh dari musik pop dan alternatif.

Berkenalan dengan  musik klasik ketika teman mengajak saya nonton piano solo di CCF (pusat kebudayaan Prancis) di Bandung, di sini memang secara rutin diadakan ‘konser’ musik klasik dengan harga tiket sangat mumer. Sejak itu saya tidak pernah melewatkan  berburu konser murah musik klasik di CCF atau nonton paduan suara.

Setelah menikah dan pindah ke Bogor, saya tidak pernah lagi hunting musik live selain tidak tahu tempatnya juga karena sok sibuk dengan urusan pekerjaan dan keluarga. Ehm, masa iya harus bela-belain ke Jakarta buat menikmati keroncongan live dan meninggalkan dua balita di rumah :). Jadi harus puas dengan mendengarkan melalui hp atau cd. Walaupun rasanya beda banget mendengarkan musik – jenis musik apapun – antara live dan rekaman. Kalau live itu seperti ada magisnya. Menghanyutkan!

Rumah kami kini lebih sering dihangatkan dengan lantunan lagu anak-anak kesukaan Azka Zahra (5 thn) dan Khalif (1.5 thn) apalagi kalau bukan lagu-lagu ciptaan bu Kasur dan AT Mahmud. Biasanya saya mendengarkan musik kesukaan saat dalam perjalanan pulang pergi kerja (melalui earphone) atau sambil menikmati me time – membaca buku atau ngeblog – saat anak-anak tidur. Beberapa lagu khususnya musik pop di dapat dengan cara mendownload (lebih tepatnya suami yang mendowload heheh saya tinggal copas)  karena saya menggunakan speedy sempat langganan MelOn beberapa bulan. dan sekarang baru tahu jika langitmusik adalah buah kerja sama MelOn dan telkomsel.

Saya dan suami hampir sama dalam hal selera musik, kecuali keroncong dan pop sunda. Kami memiliki lagu favorit yang sama, yaitu lagunya Armada yang berjudul Pemilik Hatiku,Thousand Years-nya   Christina Perri dan 11  Januarinya Gigi. Romantis bukan :)

Tapi suami saya baru ngeh kalau saya suka musik alternatif. Karena percakapan kami beberapa waktu lalu.

“Nonton Javarockinland asik kali ya, Bi.”
“Emang mama suka?”
“Lha itu yang main yang band-bandnya kita masih muda. Collective soul, Sixpence None the Richer.”
“Kirain mama gak suka. Dari kemarin udah kepikiran pengen nonton. Beberapa teman kantor pada nonton.”
“Ya, udah kita cari tiketnya,” Ajak saya bersemangat karena  kedua anak saya tengah liburan di rumah neneknya di Bandung.
“Udah lewat kali, Ma.”
 Huah! Hikshiks...

pengen nonton ini di Javarockinland

Musik yang asik itu tentu beda untuk setiap orang. Untuk saya sendiri musik asik itu tidak sekedar enak di telinga tapi lirik dan filosofinya  sarat pesan. Musik asik itu tidak deskriminatif, semua orang berhak menikmatinya. Gak ada istilah musik kampungan, musik berkebudayaan tinggi dsb. Selama liriknya bagus dan bermuatan positif .


tulisan ini diikut sertakan dalam kontes Blog Musik yang Asik


5 komentar

  1. Wah ternyata pengalaman mak rina dg musik banyak dan menarik. Gak nyangka euy..diem2 pecinta musik

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo kapan-kapan kita nonton musik live bareng contesmania, nonton keroncongan asik kali ya...heheh

      Hapus
  2. saya jg suka the beatles..
    waktu kecil dicekokin lagu2 the beatles sama mamah :D

    BalasHapus
  3. Makk setuju bget dengan kesimpulannya gak ada musik yg kampungan kan yaa

    BalasHapus