Pengalaman Pertama


Saya langsung mengiakan ketika mbak Redaktur meminta saya menulis sebuah artikel mengenai mata dan harus mengkonsultasikan tulisan saya itu dengan orang ahlinya (dokter spesialis  mata) padahal tenggat waktu yang diberikan hanya 4 hari terhitung sejak sms di terima. Bingung plus was-was. Bisa kekejar gak ya? Terlebih saya tidak punya kenalan pribadi dengan seorang dokter mata tapi itu bisa di cari di rsia yang tidak jauh dari rumah. Rsia yang setiap bulan  saya kunjungan terhitung sejak saya dinyatakan positif hamil enam bulan lalu. Tantangan lain, ini mungkin jadi pengalaman pertama saya sebagai kontributor lepas mewawancarai orang. Dengan latar pendidikan eksakta yang saya miliki saya benar-benar tidak tahu teori atau tehnik mewawancara termasuk mencari narasumber. 

Sempat terpikir untuk cuti kerja, hanya untuk cari bahan tulisan dan menuliskannya lalu mencari dokter yang bersedia jadi narasumber. Kalau saya keukeuh dengan tawaran ini masalah tentu bukan soal honor tapi saya menyukai dunia menulis. Untungnya suami mengingatkan besok kan hari sabtu dan pas dengan jadwalnyasaya ke dokter obgyn. Setelah saya cek di daftar praktek dokter ternyata ada dokter mata yang praktik hari itu. Ehm tapi bagaimana caranya bisa ketemu dokter itu? Waktu Tanya ke resepsionis untuk minta no hpnya tidak di beri katanya, harus seijin dokternya. Alas an yang masuk akal. Aha…sampai usia 3 tahun ini si kecil Azka kan belum pernah screening mata. Akhirnya saya daftarkan Azka untuk periksa mata sekaligus memaksimalkan fasilitas asuransi kesehatan kantor hehehe. 

Malam sabtu itu saya langsung browsing cari bahan tulisan dan membuat tulisan agar tulisan harus selesai sabtu dan langsung diberikan pada dokter yang mau jadi konsultan. Dan sepertinya harus dapat hari sabtu ini karena tulisan dl hari selasa jadi minimal senin malam saya ketemu dokter lagi untuk mendiskusikan tulisan saya. Alhamdulillah, dokter yang memeriksa si kecil mau saat saya minta untuk jadi narasumber dan konsultan tulisan saya.

Saya mengucap syukur untuk kesekian kalianya pertemuan kedua dengan dokter  berjalan tanpa hambatan. Hanya agak kaget mendengar komentarnya tentang tulisan yang saya berikan padanya di sms menjelang kami akan bertemu senin malam itu. Katanya tulisan saya banyak kesalahan dan saya harus membawa rekaman karena dia tidak sempat jika mengkoreksi tulisan saya dengan tulisan.

“Itu sebabnya saya butuh konsultasi dengan dokter agar tidak ada kesalahan,” kata saya dengan perasaan malu yang belum hilang .

Wah wah padahal semua bahan tulisan saya dapat diinternet dengan alamat sumber terpercaya di google. "Ini terlalu luas mba, coba bikin tulisan yang mengerucut sehingga pas dengan tema. nah in gak perlu ditulis karena kurang penting untuk pembaca jika temanya ini. Ini sudah terlalu umum diketahui, yang penting dan kurang diketahui orang umum bla...bla....

Intinya, hindarkan keinginan memindahkan semua yang kita tahu, jadilah penulis kritis.

Dengan hp smartphone saya merekam percakapan kami yang berlangsung sekitar 45 menit. Waktu yang benar-benar tidak terasa karena topiknya menarik dan saya mendapat banyak ilmu baru. Dokternya pun sangat komunikatif dan ramah. Selain berpraktik di rsia hermina bogor dan depok dr. Erry, SpM., ini juga seorang peneliti di Dinkes Jakarta yang terbiasa menulis (ilmiah) tidak heran dia jika dia bukan hanya mengoreksi isi tulisan saya tapi pilihan katanya. Enaknya berbincang dengan dokter yang juga seorang penulis ilmiah.

Tidak ada komentar