Berkebun di Rumah, Langkah Kecil untuk Bumi Lebih Baik

Berkebun di rumah, langkah kecil untuk Bumi  lebih baik


Perubahan iklim yang mulai kita rasakan

Sudah beberapa hari ini hujan turun cukup deras di sore hari kadang disertai angin kencang. Padahal menurut teori musim di daerah tropis, biasanya bulan April sudah masuk musim kemarau, bahkan sejak maret. Tapi jika diingat-ingat inipun tidak bisa dikatakan musim hujan karena kadang ada hari di mana cuaca sangat panas, bahkan jam 9 pagi sudah seperti jam 11 siang. Panasnya bukan hanya membuat gerah juga mata serasa silau. Saking panasnya, beberapa tanaman yang saya koleksi meranggas. 

Cuaca seperti ini sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Dalam satu minggu/bulan kadang hujan terus menerus, kadang panas terik berhari-hari. Anomali ini menurut artikel yang saya baca karena terjadi perubahan iklim di bumi. Dimana cuaca bisa begitu ekstrem antara panas dan dingin/hujan. Di beberapa negara sub tropis kadang terjadi gelombang panas.

Anomali ini diperkuat dengan hasil pengamatan BMKG dimana sejak tahun 2016 hingga 2020 terjadi anomali  suhu antara 0.6-0.8 derajat celsius. Kenaikan suhu secara rata-rata yang terjadi di Indonesia ini mengakibatkan mencairnya salju abadi di Puncak Jaya, Papua. Fenomena lain munculnya siklon tropis Seroja yang mengakibatkan banjir bandang dan longsor di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2021. Fenomena Siklon ini harusnya jarang terjadi di wilayah tropis namun dalam 10 tahun ini sering terjadi.

Pada saat bersamaan ketersediaan air bersih atau air tanah berkurang di beberapa daerah/wilayah. Yap, musim hujan dengan air hujan yang begitu berlimpah tapi air tanah kering. Ini terjadi di tempat orang tua saya tinggal di Bandung. Air tanah terus menyusut hingga masyarakat beralih ke pdam tapi air dari pdam hanya mengalir pada waktu-waktu tertentu/bergiliran.  Saya ingat banget, 20 tahun lalu air mengalir kapan saja, bahkan air sumur kami tidak pernah kering walaupun musim kemarau.

Perubahan iklim melaju lebih cepat

Perubahan iklim merupakan  ancaman paling serius yang akan dihadapi dunia setelah pandemi. Perubahan iklim dapat menimbulkan bencana alam  seperti kekeringan, kelangkaan air, kebakaran hutan, banjir dan gelombang panas.  Ancaman itu sudah semakin dekat dan beberapa mulai terjadi.

Study terbaru dari IPCC (Intergoverment Panel on Climate Change) melaporkan jika suhu bumi diperkirakan naik 1.5 derajat dalam waktu kurang dari 20 tahun, ini meleset dari target perjanjian paris (Paris Agreement) dimana para pemimpin dunia berjanji memperlambat laju pemanasan global dengan mengurangi gas emisi carbon yang dihasilkan industri. Kenaikan suhu bumi sebesar 1.5 derajat   terlihat kecil padahal dampaknya cukup serius terutama untuk biodata laut dan pencairan es di kutub.

Masalah perubahan iklim adalah masalah bersama, dimana setiap orang sebenarnya tidak bisa berpangku tangan karena akibatnya tidak dapat dihindari. Tidak seperti pandemi misalnya, dimana kita bisa berusaha mengindari   virus dengan mengurung diri, memperkuat imun, vaksinasi dsb, ini tidak berlaku untuk perubahan iklim.

Salah satu cara menahan laju perubahan iklim adalah mengurangi emosi karbon dari industri dan kendaraan bermotor, sayangnya ini tidak mudah karena terkait dengan kebutuhan manusia dan pemangku kebijakan dalam hal ini kebijakan pemerintah. Beralih ke teknologi ramah lingkungan seperti listrik tenaga surya butuh proses (waktu) dan biaya yang tidak sedikit. Namun bukan berarti kita tidak bisa melakukan apa-apa. Banyak hal kecil yang bisa dilakukan untuk mengurangi laju perubahan iklim. Hal kecil jika dilakukan dengan konsisten dan serempak dampaknya akan terasa, salah satunya berkebun di rumah dan menanam pohon.

Menurut ahli ekologi dari Swiss Federal Institure of Technologi, Thomas Crowther,”Sejauh ini, menanam pohon menjadi solusi termudah dan paling efektif dalam mengatasi perubahan iklim.”



Keberadaan pohon ibarat spons/busa karena kemampuannya menyerap karbondioksida yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilakukan manusia . Setiap pohon yang kita tanam menghasilkan gas oksigen dan menyerap karbon dari udara. Fungsi pohon ini dijalankan secara masif oleh hutan, sayangnya seiring waktu hutan berkurang. Kenyataan ini terpampang nyata, hutan Kalimantan yang disebut sebagai paru-paru dunia, luasnya sudah jauh berkurang. Keadaan ini mau tidak mau menuntut setiap orang untuk memiliki kesadaran menanam pohon di lingkungan sekitarnya.

Aktivitas  berkebun di rumah yang saya lakukan hanya langkah kecil untuk mengurangi laju perubahan iklim namun jika dilakukan setiap orang yang memiliki rumah secara kompak, sedikit banyak akan memberi dampak. Minimal dampaknya akan dirasakan sendiri. Dapat merasakan udara segar dan bersih di sekitar rumah dan memiliki area resapan air.

#TeamUpforImpact, berkebun di rumah, langkah kecil memperlambat laju perubahan iklim.

Saya dan  suami memiliki impian sama, jika memiliki rumah menyediakan ruang terbuka untuk ditanami pohon buah-buahan. Walaupun bukan tanpa perdebatan seperti yang terjadi pada halaman belakang rumah, yang luasnya hanya sekitar 1.5 x 1.5 meter, suami tidak setuju saya tanami  pohon pisang karena mempersempit lahan.

Pohon pisang dan anggur brasil di belakang rumah


Singkat kata perdebatan dimenangkan oleh bu istri, alias saya walaupun ya sesekali Pak suami masih suka berkata,”Itu pohon pisang ditebang ya.” Saya keukeuh ga mau.  

Ada kepuasan tersendiri setiap menikmati buah-buahan hasil menanam sendiri. Pokoknya beda aja deh rasanya, teman-teman yang berkebun di rumah pasti merasakan hal yang sama, rasa excited begitu menikmati hasil menanam walaupun hanya segenggam cabe atau tomat, iya kan?  

Selain menanam pohon buah-buahan saya juga memanfaatkan lahan terbuka di rumah dengan tanaman hias, anggrek, aneka rempah-rempah, tanaman dapur seperti daun jeruk, pandan, daun suji dan tanaman yang bisa dikonsumsi seperti cabe dan  tomat.

Panen markisa tabulapot


Drama’ berkebun di rumah

Bercocok tanam di rumah kalau sudah dimulai bikin ketagihan lho, ingin nanam lagi dan lagi. Pernah mendengar keluhan beberapa teman, “Duh saya ga bakat nanam-nanam, suka mati, kata orang tangannya panas.”

Saya sempat berpikiran seperti itu, tapi setelah intropeksi diri, jadi paham  kenapa tanaman yang saya tanam mati. Seringnya karena lupa disiram, jadi mati kekeringan. Terkena hama, tidak diobati atau telat diobati sehingga mati. Jadi tanaman mati ada penyebabnya tidak sekonyong-konyong.

Ada juga teman yang mengeluh,”Berkebun bikin stress. Sudah disiram tetap saja mati, kena hama disemprot anti hama, tetap mati.”

Saya pernah diposisi seperti itu juga, hopeless. Menanam pare, setiap berbuah kena hama. Menanam rosemary (saya beli 5 polibag) mati kena kutu hitam. Gak kapok, beli lagi rosemary 3 polibag berakhir sama, padahal menggunakan anti hama organik. Penyebabnya ternyata beberapa hama di tempat saya tinggal resisten (kuat) karena dekat dengan perkebunan anggrek yang kerap disemprot pestisida.

Awal-awal mengkoleksi anggrek juga begitu, tapi seiring waktu saya belajar, mana tanaman yang cocok ditanam di daerah saya dan mana tanaman  yang bisa saya rawat.


Ada pohon cabe dan tomat yang belum berbuah diantara pohon monstera

Ini yang saya lakukan agar aktivitas  berkebun di rumah tidak membuat stress tapi asik;

  • Mencari  info cara merawat tanaman yang akan atau sudah kita tanam. Sedikit banyak kita harus tahu bagaimana karakteristik tanaman yang kita tanaman dan cara merawatnya. Informasi ini bisa didapat dengan mudah di internet. Setiap jenis tanaman punya karakteristik berbeda.
  • Tanaman adalah makhluk hidup yang tidak bisa sepenuhnya diatur. Beberapa tanaman ada yang adaptif  untuk bertahan hidup. Ada tanaman yang memang harus rajin disiram, ada yang cukup disiram seminggu sekali, ada yang tahan hama ada yang memang mudah diserang hama.
  • Pilih tanaman yang sesuai dengan kemampuan kita merawat. Jika teman-teman sibuk, bisa dipilh tanaman yang tidak perlu perawatan khusus, seperti menanam pohon buah-buahan, rempah-rempah atau tanaman dapur lain. Jika tanaman hias, pilih yang tidak perlu penyiraman setiap hari seperti jenis kaktus, monstera dan phylodendron. Tidak punya lahan/teras terbuka bisa memanfaatkan pot atau roof top.

#UntukMuBumiKu,  asiknya berkebun di rumah 

Berkebun di rumah itu asik lho dan ini dibuktikan dengan sebuah riset yang diadakan oleh  Royal Horticulture Society (RHS) di Inggris  terhadap puluhan responden. Hasilnya berkebun membuat santai, bahagia, dan semangat. Untuk membuktikannya mudah, teman-teman tanam saja tanaman di rumah (apapun jenisnya) bisa dipot atau di tanah langsung, lihat dari kehari-hari bagaimana mereka tumbuh subur dan bagaimana menampakan rumah menjadi berbeda antara sebelum ditanami dan sesudah ditanami.

Selain perasaan bahagia dan bahwa pohon/tanaman dapat menyerap emisi karbon, berikut beberapa manfaat yang saya rasakan dengan aktivitas berkebun di rumah;

  • Udara sekitar rumah menjadi bersih dan segar. Saat matahari menyilaukan dan panasnya menyengat, saya masih bisa merasakan hembusan angin yang menyegarkan ketika berdiri di teras rumah. Begitupun bersediaan air tanah yang cukup saat musim kemarau karena area sekeliling rumah yang terbuka menjadi area resapan air.
  • Stress release, pengalihan dari rutinitas /pekerjaan rumah yang tidak jarang membuat jenuh dan lelah. Aktivitas berkebun yang dilakukan disela aktivitas rutin dan melihat tanaman tumbuh subur, jadi pelepas penat yang cukup ampuh.
  • Merangsang lepasnya hormone endorphin, saat melihat tanaman tumbuh subuh, bermain dengan tanah saat menanam dan menikmati hasil panen.
  • Sarana mengenalkan alam dan lingkungan pada anak. Melibatkan anak-anak pada aktivitas berkebun di rumah menjadi sarana mengenalkan mereka pada lingkungan, hubungan sebab akibat kehidupan manusia, mahkluk lain dan alam.
  • Lebih peduli pada isu alam dan lingkungan. Karena seringnya berinteraksi dengan tanaman seperti diingatkan bagaimana hubungan timbal baliknya antara kita dan alam.
  • Menambah pertemanan. Perkenalan dengan tanaman menambah teman baru sehobi untuk saling sharing cara merawat tanaman.

Dikunjungi mahasiswa uin 
untuk bahan proyek dari kampus

  • Memberi keuntungan finansial karena saya jadi tertarik jualan tanaman. Tapi keuntungan finansial tetap bisa teman-teman dapatkan lho walaupun tidak berjualan tanaman. Hasil panen dari buah-buahan, rempah-rempah, cabe atau tomat yang kita tanam dan nikmati, memberi keuntungan finansial secara tidak langsung.

Berkebun dari hobi jadi cuan

Yuk mulai berkebun di rumah, area roof top bisa lho dimanfaatkan untuk berkebun dengan teknik tabulapot (tanaman buah di pot).

“Namun menanam pohon sebanyak apapun tidak akan berhasil jika emisi tetap tidak dikurangi,” Thomas Crowther. 



Sambil menunggu pemangku kebijakan menerapkan zero emisi, kita menanam pohon atau berkebun di rumah disertai langkah lain untuk mengurangi emisi karbon seperti  mengurangi penggunaan alat transportasi pribadi dan memilih transportasi publik, langkah ini mengurangi emisi karbon. Mengurangi intensitas membeli pakaian dsb.

Let's save the earth together. 

 

referensi

Greeneration.org

Nationalgeographic.grid.id

Republika.co.id

bmkg.go.id

 

 

19 komentar

  1. Mbak..keren dirimu, selalu menginspirasi! Saat ini aku sudah menanam pohon dan berkebun di rumah. Meski enggak sebanyak dirimu tapi aku yakin dari yang sederhana disertai langkah lainnya bisa berdampak mengurangi emisi karbon kan

    BalasHapus
  2. Langkah kecil dimulai dari rumah. Menanam apa saja oke ya yang penting niat dan suka. Insya laah dapat mengurangi kerusakan bumi. Ikhtiar saja :) Banyak amat mbak koleksi tanamannya. Pasti sejuk segar udara di rumah mbaknih. Mampir ah ahahhaha :)

    BalasHapus
  3. Teh Rinaaa,iya banget memulai hal kecil dari rumah dengan menanam pohon salah satu kegiatan untuk berkontribusi buat bumi kita tercinta. Semoga saja makin banyak yang mengikuti termasuk aku, tambah rajin dan cinta menanam.
    Hahaaa, soalnya masih ngedrama aja kalo soal tanam menanam nih.

    BalasHapus
  4. Iya bisa memetik buah dari tanaman sendiri itu rasanya seneng banget, walau cuma sedikit dan kadang kecil-kecil pula. Berkebun tuh emang mengasyikkan, walau kadang ada sedihnya juga kalau pas tanaman mati

    BalasHapus
  5. Dennise Sihombing27 April 2022 pukul 16.53

    Berkebun di rumah memang mengasyikan ya mom. Aku karena keterbatasan lahan jadi tanamnya di pot. Seperti jeruk, terong, cabe. Lumayan hiduplah. Enak lihatnya saat berbuah

    BalasHapus
  6. Kereen, kak Rina.
    Berkebun memang sebelumnya diawali dari hobi yaa.. dan ternyata efeknya baik banget untuk alam. Sebagai gudang penyimpanan oksigen.
    Setiap hari dikelilingi tanaman hijau nan rimbun, rasanya adeemm..

    BalasHapus
  7. Aku jadi ingat waktu rumah di Depok ,meski hanya lahan teras kecil tapi sempat panen cincau, jambu air, daun singkong jepang, daun katuk, duh jadi kangen deh. Di sini aku gada lahan sekarang

    BalasHapus
  8. dengan cinta kehidupan di rumah sendiri salah satunya juga menjaga kesehatan rumah dan menambah hijau bikin rumah adem dan jadi bikin kita sayang sama bumi kita ya mba

    BalasHapus
  9. MasyaAllah selalu takjub sama orang-orang yang pinter bercocok tanam, allhamdulillah ibuku juga demikian mba. Tanaman apa aja yang ditandur beliau bisa berbuah.

    BalasHapus
  10. Aaakk, pengin banget main ke rumah Mba Rina
    Berasa adeeemmm, karena emang talenta berkebun itu ngga nemplok ke semua orang lho.
    dirimu warbiyasaakk mba. semangat berkebun, semangat berkontribusi utk planet Bumi yg makin nyaman dihuni

    BalasHapus
  11. Sangat menginspirasi kak rina, berawal dari diri sendiri dan keluarga supaya peduli dengan lingkungan. Sayang rumahku kecil gada sisa lahan jadi berkebunnya di pot hehehe

    BalasHapus
  12. Aku jadi pengen maen ke kebunnya Teteh, nih. Semoga kesampaian. Emang bener ya soal anomali cuaca saat ini. Dulu aku ngapaling kalau dari bulan Oktober-Maret itu musimnya hujan. April ke September ya kemarau. Tapi kenyataannya hujan atau kemarau datangnya ga bisa diprediksi. Di rumah-rumah komplekku juga lahan halamannya udah terbatas. Banyak yang udah disemen. Termasuk rumahku juga hehehe. Mamaku punya inisiatif bertanama pake media pot. Lumayan ada yang jadi. Kayak daun sirih yang cukup lebat. Selain buat keperluan di rumah, mamang bajigur langganan juga suka minta

    BalasHapus
  13. Bulan skrg enggak bisa jdi patokan cuaca krn adanya perubahan iklim ya, mbak. Hiks. Kita terus berusaha supaya bumi mnhadi lbih baikk.

    BalasHapus
  14. Ingin ku berkebun di rumah seperti mbak Rina atau ibu-ibu yang lainnya. Tapi apa daya, rumahku sama sekali tidak bisa ditanami tumbuhan yang tinggi dan berbuah. Paling mentok itu, tanaman gantunf

    BalasHapus
  15. Selalu ngiri tiap lihat teman-teman yang punya kebun sendiri di rumah. Jadi pengen juga, sekadar bikin hidroponik gitu. Terus tanam cabai, tomat, dan lainnya. Selain lebih hemat (gak perlu beli-beli terus), pastinya lahan sekitar rumah pun jadi bermanfaat.

    BalasHapus
  16. Aku juga dulu berdebat dengan suami urusan tanaman. Aku bisa nangis kalo nggak diijinkan nanam-nanam. Dan setuju juga dengan Thomas Crowther, sebanyak apapun pohon yang ditanam kalo emisi tidak dikurangi ya sama aja gak ngaruh banyak

    BalasHapus
  17. Kita sebagai ibu bangsa untuk melakukan wujud cinta ke bumi bisa dilakukan dengan menanam, mengurangi sampah makanan dan lainnya.

    Dan sambil berharap para pemangku kebijakan di dunia, benar-benar menerapkan peraturan untuk mengurangi emisi karbon di setiap negara.

    BalasHapus
  18. Wah senior aku ini. Tanamannya udah mcam-macam... saya baru mau belajar nanam Mba, setelah berhasil bikin kompos dan eco enzyme . Ketagihan lalu dapat pupuk banyak, akhirnya terpaksa belajar menanam, eh seru banget ternyata. Tiap pagi healing liat tunas daun muda

    BalasHapus
  19. Seneng banget sebenarnya berkebun, tapi ternyata kayak olahraga ya mba, butuh energi dan ketelatenan urus anak hijau..

    BalasHapus