Belajar Sensitif Terhadap Keluhan Kesehatan Anak


Merasa sudah pengalaman menjadi Ibu,  kadang saya mengabaikan keluhan anak – anak karena mengira mereka hanya manja saja, ternyata kekurangsensitifan saya membuat si kecil  sakit serius. Kalau mengingat itu dada saya rasanya sesak.

Sekitar tiga minggu lalu, si kecil harus dirawat di rumah sakit karena asma. Sontak membuat saya kaget  karena sebelumnya tidak memiliki riwayat asma, dari keluarga kami (saya dan suami pun tidak ada yang mengindap asma).  Tidak 100% penyakit asma merupakan keturunan tapi jika dalam keluarga (Ibu atau bapak) mengidap asma, si kecil memiliki kemungkinan  40% mengidap asma, begitu yang saya baca di sebuah artikel kesehatan.

Selain kaget saya diliputi perasaan bersalah. Sangat bersalah sampai rasanya dada ini agak sesak. Kalau istilah bahasa sundanya handeul.

Bagaimana tidak merasa bersalah, bahkan sampai turun dari motor  dan menggendong si kecil masuk RS saya ngomel, mengira keinginan digendongnya karena manja. Belum lagi tadi pagi (sebelum ke RS)saya ngomel karena si kecil merengek – rengek karena kecapean batuk.

Semoga tidak kambuh lagi 

“Sabar Dek, ini kan kita mau ke dokter. Dede harus sarapan dulu.” KAE menolak sarapan dan  terus merengek.


Ada sebabnya juga sih saya mengira dia bersikap manja karena KAE  memang lebih sensitive dan mudah nangis.

Saya membawa KAE  ke rumah sakit dengan keluhan batuk sudah tiga hari tanpa disertai pilek atau demam. 

Hari pertama batuk saya hanya minta si kecil minum banyak air putih dan istirahat. Hari kedua batuk baru saya beri obat batuk tapi tak kunjung reda malah intensitas batuk bertambah. Dan tidak biasanya hanya batuk kok Adik rewel dan nangis – nangis berlebihan.

Malamnya KAE tidur dengan gelisah, bangun – bangun nangis,  capek batuk, katanya. Nafasnya tersengal – sengal, saya pikir ini efek dari batuknya ternyata dia sesak nafas (menunjukkan gejala asma). Yang dikeluhkan adik selama dua hari ini hanya batuk yang membuatnya capek. Sama sekali tidak mengeluhkan sukar nafas.

Karena sampai hari ketiga batuknya tak kunjung reda saya memutuskan membawanya ke dokter. Dan mengecek jadwal dokter dan karena sabtu ini tanggal merah, tidak ada dokter anak yang praktik, cuti semua. Akhirnya ke dokter jaga (dokter umum).
“Ada riwayat asma Bu?” tanya dokter setelah memeriksa.
“Nggak Dok.”
“Keluarga ada yang asma?”
“Nggak.”
“ini perlu diuap Bu. Nafasnya sesak.”

Saya perhatikan nafas adik yang tersengal – sengal, dadanya turun naik dengan kecepatan tidak biasanya.  Saya jadi teringat sejak malam seperti ini tapi saya abaikan karena mengira hanya efek dari batuknya. Saya bersalah dan menyesal menyelinap membuat dada terasa sesak. Bayangan buruk bermunculan, bagaimana kalau semalam kesulitan bernafas KAE membuatnya kehilangan nyawa sementara saya hanya mengeluhkan kerewelannya.

Setelah satu kali diuap dokter memeriksa lagi dada dan menjepitkan alat ke jari KAE. "Nafasnya masih berat, sekali lagi diuap ya bu.”
Saya mengiakan. Selesai diuap untuk kedua kalinya. Dokter memeriksa KAE lagi lalu berkata,”Ini harus dirawat, Bu?”

Saya bengong sebelum akhirnya bertanya,”Memang harus Dok?”
“Iya, ini asma Bu.”
“Dari mana dokter tahu asma, sebelumnya tidak ada riwayat asma?” Bukan ga percaya dokter tapi masih tidak percaya dengan diagnosanya.

“Dari sini, suara di paru – parunya saat nafas bunyi.”
“Memang harus di rawat Dok?” saya masih tidak percaya dan ragu (Nanya apa ngeyel, Rin – yang pasti kalau ingat percakapan itu saya pengen ketawa)
“Prosedurnya seperti itu bu.”
Sebelum mengiakan saya ijin telp suami.
“Ya udah rawat aja.” Kata suami setelah saya jelaskan diagnosa dokter.
“Tapi apa beneran harus dirawat?” tanya saya pada suami. Pertanyaan yang sebenarnya untuk meyakinkan diri sendiri.

“Kalau mau ya cari opini ke 2. Coba ke Eka Hospital nanti Abi nyusul ke sana.” Saat itu posisi saya di Hermina Serpong jarak ke Eka Hospital lumayan. Saya bayangkan juga tengah hari macet dan ingat kondisi adik yang sudah lemas. Akhirnya saya turuti saran dokter.

Begitu saya mengiakan saran dokter l, nafas  KAE langsung dibantu oksigen. Dari situ yakin kalau si kecil harus dirawat. Saya perhatikan lebih teliti, dadanya yang turun naik dengan cepat, matanya yang sayu dan wajahnya yang pucat…akh kenapa saya tidak sensitif malah menjudgenya manja.

Setelah dua hari dirawat intensif KAE boleh pulang, Alhamdulillah.

Sedikit Tentang Penyakit Asma  
Dari keterangan dokter anak yang memeriksa Adik saat di RS kemarin (dr. Andani SpA), katanya penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti tapi memicunya bisa banyak hal dan tiap penderita asma beda pemicunya. Ada yang karena bulu binatang, makanan, kelelahan, perubahan cuaca dsb.

Jadi saran dokter, saya harus memperhatikan adik, jadi jika suatu saat asmanya kambuh saya bisa tahu penyebabnya. Dokter menyarankan untuk adik tidak jajan chiki-chiki, makanan yang terlalu gurih, minuman kemasan, es, pokoknya makanan tidak sehat yang biasa dikonsumsi anak – anak.

Dokter juga menyarankan jika kami memiliki hewan peliharaan berbulu, jangan masuk rumah karena bisa saja bulu binatang jadi pemicunya.

Dokter menyarankan jika adik mulai batuk – batuk sebaiknya diuap. Jika tidak ada perubahan atau menunjukkan gejala penyakit asma segera ke dokter.

Dokter meresepkan obat untuk uap di rumah jika sewaktu - waktu asmanya kambuh. Alat uap sepertinya jadi hal yang harus dimiliki jika anak menderita asma.

Berikut gejala penyakit asma
Sesak nafas hingga mengap – mengap dan mengelurkan bunyi (mengi). Bunyi ini kadang tidak terdengar tanpa stetoskop. Saat adik kemarin terserang asma saya sama sekali tidak mendengar suara mengi tapi dokter mendengarnya melalui stetoskop. Tidak bisa tidur karena kesulitan bernafas. Denyut jantung meningkat. Pusing dan lelah.

Sampai tulisan ini ditulis perasaan saya masih sesak karena rasa bersalah kalau ingat kejadian tersebut. Pelajaran untuk lebih sensitif  terhadap keluahan anak – anak.

2 komentar

  1. kadang suka gak terduga ya mba...
    anak2 sendiri kadang ngadepin masalah kesehatan mrk suka gak aware...tetep senang main dll... klo ngedrop baru deh

    BalasHapus
  2. duh jadi ingat kemaren tuh sempat nggak aware anakku, tiba2 pas dipegang panasnya udah 39,...dah belum berhenti akhirnya harus diopnname

    BalasHapus