Surat untuk Uti*

Assalamualaikum

Seperti biasa, usai liburan di Bandung, sampai beberapa hari Kaka sedikit mengeluh; masih pengen di Bandung, kangen Uti, kapan ke Bandung lagi dan sederet kalimat yang intinya pengen terus di Bandung lalu tiba-tiba matanya merah dan terisak,”Aku kangen Uti.”

Duh, mama juga kangen Nak.

suarat-surat yang siap di poskan :)

Kaka dan Uti memang punya kedekatan yang istimewa, bahkan Kaka pernah di bilang anak bungsu Uti karena saat bayi sampai usia 1.5 tahun di asuh Uti selama saya bekerja *siap-siap di bully hahaha*. Iya mungkin saya anak yang durhaka  karena memperkerjakan orangtua sebagai pengawas si mba *walaupun beralasan Ibu yang menawarkan diri karena tak tega cucunya di asuh orang lain tanpa pengawasan*. 

Dulu sempat baper juga sih kalau baca di medsos orang menulis soal itu tapi akhirnya kebal dengan sendirinya karena  tidak sesederhana  itu duduk persoalan dan kesimpulannya, yang pernah mengalami pasti sepakat hehehe.  

Singkat cerita, hingga akhirnya Kaka dilepas Uti dan sama pengasuhnya selama saya kerja, kedekatan itu masih erat walaupun beda kota, keduanya sama-sama saling merindukan yang jujur saya kadang membuat saya sebagai ibunya iri. Jika Uti berkunjung ke rumah, pasti Kaka tidur sama Uti, apa-apa maunya sama Uti. Saat Uti pamit pulang, suasana rumah jadi drama karena Kaka sedih.

Pun sampai akhirnya saya melepas kerja kantor dan di rumah seharian, sosok Uti tidak pernah tergantikan tapi berlahan rasa iri saya hilang berubah saya bahagia karena saya meilihat kaka memperlakukan Utinya dengan istimewa. Perlakuan yang saya yakin sangat-sangat membuat Utinya juga bahagia dan merasa istimewa, terlebih setelah semua anak Uti termasuk saya, sibuk dengan urusannya masing-masing.

Saat saya seusia Kaka rasanya  tidak pernah menangis diam-diam atau sembunyi karena kangen nenek atau  menangis minta liburan di rumah nenek.  Kedekatan saya dan nenek biasa saja. Walaupun liburan di rumah nenek asik tetap rindu mama.

Minggu lalu Kaka menulis surat untuk Uti, tante dan sepupunya di Bandung, isinya tidak saya ketahui karena Kaka keburu melemnya. Surat yang di tulis setelah sehari sebelumnya mengeluh karena liburan di Bandung kurang panjang dan bertanya kapan ke Bandung lagi.

Saya tidak memintanya menulis surat, entah darimana ide itu mungkin dari buku cerita yang dibacanya atau karena kunjungan ke museum kantor pos saat di Bandung.

Dan ini surat kedua yang ditulis Kaka untuk Uti setelah sebelumnya bulan desember, satu minggu sebelum kami ke Bandung. Surat yang isinya hanya mengabarkan bahwa kami akan ke Bandung tanggal sekian.

Dan siang tadi Ibu saya mengirimkan pesan bahwa suratnya sudah di terima berikut doa untuk Kaka.
Saya membayangkan mata Ibu yang berkaca-kaca saat membaca surat kaka (Ibu saya mudah terharu) dan pasti Ibu merasa begitu istimewa sebagai seorang nenek.

*Uti kependekan dari Eyang Putri, 

2 komentar

  1. Jadii udah kayak anaknya Uti ya, Mbak. *ups*
    Bahagia babget pasti Utinya . . .

    BalasHapus
  2. gmn utinya, saya aja ngebayanginnya ikut terharu :)

    BalasHapus