Obsesi

Tulisan di tolak media sudah biasa (dalam hati tetap pedih hehe) dengan atau tanpa alasan alias berbulan-bulan tak ada kabar. Kalau di tolak dengan alasan tidak boleh ada dua tulisan (dua nama) dalam satu tahun di media tersebut, sakitnya tuh di sini – nunjuk dompet.

Kejadiannya sudah berminggu-minggu lalu tapi selalu teringat-ingat kalau istilah orang sunda mah neuteuli. Sambil menunggu tahun depan dan kabar dari media lain (ngarep dimuat) saya mau sedikit cerita mengenai komentar saat fiksi saya (akhirnya) tembus Femina.


Bagi saya dimuatnya cerpen di Femina itu pencapaian luar biasa lho, kenapa? Karena saya  terobsesi cerpen saya dimuat di Femina sejak  pertama kali membaca Femina yaitu saat sma. Awalnya 'mencuri' baca di rumah teman yang kakaknya langganan Femina, lama-lama ketagihan dan meminjam majalahnya  ke rumah. Suka dengan cerpen-cerpen Femina yang gak alay, realistis dan gak melulu soal cinta laki-laki dan perempuan. Saat sma dan kuliah pernah beberapa kali kirim tapi di tolak, beberapa kali ikut sayembara fiksi tapi kalah melulu haha. Setelah delapan tahun vakum nulis (alasan tugas akhir, kerja dan berstatus istri), saya mulai nnulis dan rajin kirim lagi ke Femina. Entah sudah berapa cerpen yang saya kirim sebelum akhirnya dimuat.

Cerpen saya itu dimuat Bulan Juli lalu, bisa baca di edisi Femina online nya di sini.

Beberapa minggu setelah cerpen saya dimuat seorang sahabat (kami sahabatan sejak masih duduk di sekolah dasar tapi karena setelah menikah saya pindah kota – persahabatan kami tidak sedekat dulu - kami masih perhubungan via bbm atau bertemu saat saya mudik ke Bandung) mengirim pesan bbm.

Rin, saya baru baca tulisan kamu
Keren euy
Bisaan
Saya balas dengan ikon senyum dan menulis kata nuhun yang artinya terima kasih
Endingnya bagus
Makin ge-er deh
Itu pengalaman pribadi ya
Lain lah (artinya bukan).

Seketika tenggorokan terasa menelan biji rambutan. Kenapa dia mengira itu kisah nyata saya. Padahal dia tahu, saya dan suami tinggal satu kota.

Sugan teh (kirain)

Tapi artinya juga saya sudah berhasil menuliskan dengan baik donk, buktinya sahabat saya ini ketipu sampai ngira itu fiksi pengalaman pribadi hahah.

Btw, bicara fiksi memang gak bisa 100% di lepaskan dari realitas penulisnya. Paham, idealisme dan  pendapat penulisnya bahkan mungkin karakternya pun sebagian adalah karakter penulisnya.

Dalam cerpen saya itu, memang ada sebagian obsesi saya seperti, pengen bisa merawat tanaman kenyataannya dari belasan anggrek hanya tinggal 6 yang sampai saat ini sehat. Selalu ingin membuat healty food untuk anak-anak seperti sosis, baso dan chicken nugget, tapi saat dibikin rasa dan penampilannya pasti bikin nafsu mereka turun hahah.

Tentu saja sedikit pesan untuk berhati-hati jika berhubungan dengan seorang pria yang mapan secara umur dan ekonomi hehe.

Syarat kirim cerpen ke Femina 12000 karakter, karakter tokoh tidak cengeng, ke kontak@femina.co.id


10 komentar

  1. Aku belum bisa kirim ke Femina mak.
    Masiiiy, entahlahhh... belum pede.... *nunduk**

    BalasHapus
    Balasan
    1. pede aja mak...kan kita gak saling sama redakturnya kalau dia nilai jelek, mereka ga tahu siapa kita hehe

      Hapus
  2. Selamat ya mak. Emak memang produktif. Tulisannya kece :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. duh saya masih jauhd ari produktif di banding emak2 keb lain yang bikin ngiri...

      Hapus
  3. Aih, mulai merambah ke dunia fiksi rupanya. Ajarin dong Mak, masih gagal melulu nih nulis fiksi..

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya awalnay suka nulis fiksi mba, baru setelah punya anak nulis2 artikel hehe

      Hapus
  4. Allhamdulillah,ikut sneeng mbak kalau sudah di muat

    BalasHapus
    Balasan
    1. thnak u mak Lidya...pengennya sering di muat hehe

      Hapus
  5. saya sempet pengen nyoba ngirim cerpen ke femina, tapi blm kesampean mak... *ngeper duluan* :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. coba aja mak...ini saya setelah berkali-kali gagal hahah

      Hapus