Kemarin saya kedatangan, tamu
yang tak lain mantan art tetanga depan rumah.
Dia kemari untuk mencari pekerjaan. Setelah bertukar sapa, dia meminta ijin menginap satu malam. Saya tidak
keberatan karena ada memang ada satu kamar untuk art dibelakang. Sebenarnya di dorong rasa kasian, di usianya
yang tidak lagi muda – menjelang 50 an, masih mencari pekerjaan kesana-kemari.
Percakapan di bawah ini aslinya
dalam bahasa sunda.
“Dikampung susah mencari uang.
Suami gak kerja. Tadi sebelum ke sini saya mampir ke rumah Ummi.” Saya gak tahu siapa Ummi yang di maksud
tapi katanya rumahnya dekat mesjid komplek ini.
“Bi, kalau besok gak dapat kerjaan gimana?”
“Akh, kerjaan mah banyak neng.
Malu kalau harus pulang lagi ke kampung.” Jawaban si Bibi cukup menohok saya,
rasa optimis dan tekad mencari pekerjaan begitu kuat dan tidak ada sama sekali
nada melow.
Saya menyarankan untuk menemui Bu
X, tetangga yang saya tahu penyalur art.
“Saya pernah di carikan dia,
gajinya emang gede tapi akh bibi mah mending gaji kecil tapi bisa sholat
tenang. Gaji gede tapi gak bisa sholat,
bersihin tahi anjing, terus harus ngangkat galon ke lantai dua, karena kamar
anak-anaknya di lantai dua.”
“Ngangkat galon ya sama tukangnya
atuh Bi.” Kaget juga dengar tugas art ibu-ibu harus ngangkat-ngangkat galon. Di
rumah tugas mengangkat galon (karena masih disper murah dan jadul, jadi posisi
galon di atas, ya suami atau karyawan toko yang nganterin galon. Kalau darurat
ya masak air).
“Dari hari pertama kerja udah di kasih tahu, tugas bibi ngangkat
galon. Bibi udah pengalaman sampai ke saudi neng, udah pernah ngadepin rupa-rupa
majikan.”
“Di sini enak, nyetrika bisa
sambil duduk. Bibi pernah punya majikan yang kalau nyetrika gak boleh duduk, kerja
dari subuh sampai malam. Giliran istrirahat di marahin, gini katanya, kalau mau
istirahat di rumah sendiri.”
Soal keterbatasan waktu sholat (bahkan
tidak diberi waktu), makanan yang di jatah dan job dest ‘aneh’ memang bukan kali
ini saya dengar seperti mencuci mobil. Helow, cuci mobil ya ke tukang cuci mobil aja kali ya...kalau niatnya buat memberi uang tambahan pada art, mungkin bisa dengan pekerjaan lain.
Art adik saya, Ai, yang kini berusia 16 tahun , cerita waktu
pertama kerja di bandung (usianya 13 tahun) di sebuah toko, melarangnya memakai
jilbab, kalau sholat di buru-buru ( dan digerutui), makan di alas, suka mukul.
Akhirnya Ai dan temannya (mereka bekerja bedua) nekat kabur dengan
mengikhlaskan gajinya setengah bulan.
Berbeda dengan cerita teh Apong,
art saya yang beberapa bulan lalu resign karena menikah, di tempat kerjanya
dulu, gajinya gak jelas, malah nombok karena kalau mengantar anak majikannya ke
sekolah, pake uangnya dengan alasan pinjam dulu tapi belum pernah diganti.
Sampai dia akhirnya keluar kerja pun si majikan masih berhutang gaji dan apa yang dibilang majikan
saat teh apong pamit pulang.”Punten teu tiasa mayar.” Terjemahannya.”Maaf gak
bisa bayar.”
Gak heran ya kalau banyak tkw
sektor pekerja rumah tangga mencoba peruntungan di luar negeri.
Beruntunglah saya memiliki mama
yang cukup cerewet bagaimana memperlakukan dan memperkerjakan art dengan layak,
nasehat yang ditanamkan sejak saya kecil. Anjuran kalau di rumah anak, urusan
saya – kerja kantoran bukan alasan. Memberi gaji yang layak – jadi kalau gak
mampu menggaji layak ya gak usah punya art. Kalau memungkinkan beri art keterampilan agar kelak jika sudah menikah bisa mandiri alias gak jadi art lagi, misalnya memasak atau bikin kue. Tak ada acara membangun art
malam-malam untuk minta tolong mengerjakan sesuatu. Menu art
sama dengan yang kita makan. Dan dilarang menyebut art dengan sebutan babu atau
jongos. Gak boleh nyuruh art untuk
melakukan hal kecil yang bisa dilakukan sendiri seperti mengambil air minum
(kecuali darurat atau sakit) dan itu saya terapkan pada anak-anak biar gak
ngebosi dan jadi anak manja.
ART itu juga manusia harus ada job desc yang jelas ya. Kadang memang seharian mereka kerja gak berhenti
BalasHapusmaak banyak memang yang perlakukan art kurang baik. ayoo kampanyekan yang beginian agar terjadi sama-sama menguntungkan
BalasHapusSi bibi suruh datang ke rumah mertua saya mak, lagi butuh ART. Kalo disini malah ksulitan cari ART. Udah diperlakukan baik banget, kok ngga betah aja ya, lebih milih kerja di pabrik gitu
BalasHapussetuju Mak, ARTku alhamdulillah bisa bobo siang, kalau aku sedang di rumah. Aku juga ajarkan faiz untuk minta tolong jika dia tidak bisa mengambil sesuatu yang tidak terjangkau. Aku paling cerewet ke anakku, jangan sakitin si embak, dia udah nemenin kita dan bantuin kita. Si bibi itu kesihan amat, anak-anaknya kamana atuh?
BalasHapusKasihan benar kalau ada ART seorang Ibu paruh baya diauruh angat galon, cuci mobil.
BalasHapusMajikannya tega bgttt.