penulis : rina susanti*
Saat sehat begitu berharga
Saat sehat begitu berharga
Beberapa waktu lalu ada kejadian lucu
sekaligus miris yang dialami seorang karyawan magang di kantor saya. Suatu malam saat lembur dia ditemukan salah satu temannya tengah menggigil
tak sadarkan diri. Dibantu sekuriti dia dibawa rumah sakit swasta terdekat. Diagnosa
dokter, teman ini hanya kelelahan lalu dokter memberinya sebuah suntikan dan sejumlah obat. Tak lama suster
memperbolehkannya pulang setelah memberi lembar tagihan. Kaget melihat jumlah
tagihan, teman ini hampir kembali pingsan. Tagihannya sebesar lima ratus ribu.
Jumlah yang sangat besar untuk ukuran gaji karyawan magang dan anak kost.
Bagi saya itu bukan hal mengejutkan
karena kerap mengalami. Obat untuk batuk
pilek atau deman anak-anak saja bisa mencapai 400 ribu, itu belum termasuk jasa
dokter . Namun saya bisa menarik nafas lega karena semua dibayar asuransi
kantor.
Tapi kejadian ini membuat saya
berpikir, apa rumah sakit swasta di Indonesia tidak menyediakan obat generik? Padahal
tidak semua pasien rumah sakit swasta pengguna asuransi. Beberapa pasien yang merupakan pasien rujukan yang
notabene tidak mampu secara ekonomi. Atau pihak rumah sakit tidak
menyediakan karena peminat obat generik tidak ada. Selain dokter yang jarang
merekomedasikan penggunaan obat generik.
Sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap
obat berkualitas dan manjur adalah obat paten atau obat bermerek yang harganya
mahal. Sedangkan obat generik sebaliknya, karena harganya murah identik dengan
obat yang tidak manjur. Bahkan sebagian
masyarakat gengsi jika mengkonsumsi obat generik. Tak heran jika konsumsi obat
generik di Indonesia sangat kecil. Berbeda
dengan negara maju yang konsumsi obat generiknya mencapai 50%, hal itu karena obat
generik adalah pilihan yang direkomendasikan dokter dan asuransi kesehatan
selain masyarakatnya yang memiliki cukup pengetahuan mengenai khasiat obat
generik yang sama dengan obat paten.
Pengertian
Obat Generik
Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat
diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Ada
dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik
berlogo (OGB).
Obat generik bermerek dalah obat
generik yang diberi nama jual tertentu dan berbeda untuk setiap perusahaan
farmasi walaupun zat aktifnya sama. Misal suatu obat mengandung zat aktif
amoxilin, perusahaan farmasi A menamai obat yang diproduksinya ini dengan nama amoxA,
sedangkan perusahaan farmasi, AmoxB. OGB
diberi nama dagang dengan nama zat aktifnya. Jika kandungan zatnya amoxilin
maka obat itu diberi nama dagang amoxilin, perusahaan farmasi manapun yang
memproduksinya.
Obat Generik Berlogo (OGB)
merupakan program Pemerintah Indonesia yang diluncurkan pada 1989 dengan tujuan
memberikan alternatif obat bagi masyarakat dengan harga terjangkau namun
berkualitas. OGB mudah dikenali dari
logo lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan "Generik" di
bagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB telah lulus uji
kualitas, khasiat dan keamanan sedangkan garis-garis putih menunjukkan OGB
dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.
Kualitas Obat Generik Berlogo sama dengan Obat Paten
Obat di katagori berkualitas jika
memenuhi syarat ;
- Manjur atau menyembuhkan suatu penyakit tertentu
- Kandungan obat sesuai label yang terdapat dalam kemasan
- Murni yaitu hanya mengandung zat yang tertara dalam label kemasan
- Dikemas dalam kemasan yang terlindungi dari kerusakan dan kontaminasi
- Penampilan obat dan kemasan tidak cacat arau rusak
Untuk memenuhi
hal di atas, pembuatan obat harus memenuhi standar Good Manufacturing Practice
(GMP) atau Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Cara Pembuatan Obat Baik (CPOB) adalah sistem
yang memastikan produk obat dibuat dan dikontrol secara konsisten sesuai
kualitas standar. Fasilitas produksi sudah memenuhi standar CPOB menurut Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Pabrik obat pun menetapkan standar yang baik untuk produk yang diproduksinya
seperti bahan baku obat yang digunakan harus memenuhi standar bahan baku obat
di Amerika Serikat (USP) dan Eropa sehingga memiliki khasiat yang sama dengan
obat paten.
CPOB meliputi
semua proses produksi; mulai dari bahan baku, tempat, dan alat sampai pelatihan
dan kebersihan dari pekerja. Semua prosedur standar tertulis (SOP) dan harus
terdokumentasi (tercatat dalam log book dan ) secara baik sehingga jika terjadi
kesalahan atau kerusakan dapat
tertelusur.
Setelah diproduksi dan lolos uji mutu melalui pemeriksaan secara kimiawi,
mikrobiologi (quality control) dan terdokumentasi baik, sebuah obat tidak
dengan serta merta di pasarkan. Obat akan diregistrasikan terlebih dahulu ke
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai bentuk pelaporan terhadap uji
mutu yang sudah dilakukan termasuk studi bioavailibilitas (BA) dan atau bioekuivalensi
(BE).
Bioavailibilitas
(BA) adalah kecepatan
zat aktif dari obat yang diserap tubuh ke sistem peredaran darah dan besarnya
jumlah zat aktif dari produk obat yang dapat masuk ke sistem peredaran darah
sehingga zat aktif obat dapat menimbulkan efek menyembuhkan yang diinginkan.
Sedangkan bioekuvalensi (BE) untuk memastikan tidak adanya perbedaan kecepatan
dan besarnya zat aktif dari dua obat yang memiliki kesetaraan farmasetik
(dibandingkan terhadap standar).
Obat Generik
versus Obat paten
Sebuah obat diproduksi
dengan biaya mahal untuk memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Bagaimana dengan
obat generik yang berharga murah? Obat generik dan obat paten harus memenuhi
syarat yang sama sebelum dipasarkan.
Berikut adalah yang menyebabkan OGB berharga murah dari obat paten atau
obat bermerk.
- Obat tanpa Royalti
Setiap formulasi obat memiliki hak paten milik penemunya. Jika obat ini
diproduksi oleh sebuah perusahaan farmasi maka perusahaan ini harus membayarkan
sejumlah royalti selama 15 sampai 20 tahun atau bisa lebih jika hak patennya
diperpanjang.
Setelah hak patennya habis obat ini dapat diproduksi tanpa perlu membayar
royalti.
Formula obat inilah yang dijadikan obat generik. Karena tanpa membayar
hak paten lagi harga obat menjadi lebih murah.
- Kemasan
Untuk mencapai tujuan dari OGB
sebagai obat dengan harga terjangkau, biaya produksi di tekan dengan cara
mengurangi biaya pada kemasan obat. Obat generik dikemas dengan kemasan
sederhana. Bandingkan dengan obat
bermerk yang selalu dikemas dengan dus dan
yang lux.
- Harga diatur pemerintah dan bersubsidi
OGB adalah obat bersubsidi
sebagai bentuk dari tujuan pemerintah untuk memeratakan pelayanan kesehatan
pada semua lapisan masyarakat.
- Tanpa biaya distribusi dan promosi
Biaya distribusi OGB ditanggung
pemerintah dan obat ini tidak ada biaya promosinya karena lansung
didistribusikan.
Salah satu sebab lain yang menyebabkan obat paten mahal adalah teknologi
yang dikembangan untuk membuat obat lebih cepat bekerja atau mengurangi efek
samping. Misal obat generik A menyebabkan mual, namun obat paten dengan
kandungan zat aktif sama tidak menyebabkan mual. Hal itu karena teknologi
pembuatannya yang berbeda dan biasanya di patenkan. Namun keduanya memiliki
tingkat kemanjuran yang sama.
Tidak semua
obat paten memiliki obat versi generiknya terutama obat baru karena obat baru
masih membayar royalti dan perusahaan farmasi harus mendapatkan untung untuk menutupi
biaya riset yang telah dikeluarkan.
Sosialisasi Obat Generik Berlogo
Pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan mengenai sosialisasi
penggunaan OGB, namun nyatanya obat generik masih kurang populer di masyarakat salah
satu sebabnya mungkin karena obat ini lebih banyak terdistribusi di puskesmas
dan instansi kesehatan pemerintah. Agar OGB
tersosialisasi dengan baik dibutuhkan dukungan semua pihak terutama praktisi
kesehatan yaitu dokter. Sebaiknya setiap
dokter dihimbau untuk selalu memberikan opsi pada pasien sebelum menuliskan
resep disertai penjelasan singkat bahwa mutu OGB sama dengan obat paten.
Peran dokter sangat penting mengingat pengetahuan masyarakat yang masih kurang
terhadap OGB. Terlebih ada peraturan
pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian pada pasal 24 disebutkan pasien yang tidak
mampu diberikan obat paten dapat diganti dengan obat generik yang khasiatnya
sama. atas persetujuan dokter dan/atau pasien;. Hal yang sama pada HK.
02.02/Menkes/068/I/2010 pada pasal tujuh yang menyebutkan bahwa apoteker dapat
mengganti obat merek dagang/paten dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya dengan persetujuan dokter dan atau pasien.
Diperlukan juga sosialisasi secara berkala berupa event; iklan, melalui
posyandu, edukasi pada karyawan melalui dokter perusahaan yang ditunjuk, para
apoteker atau tokoh masyarakat.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Karya
Tulis OGB untuk Umum melalui Blog yang diadakan PT. Dexa Medica
*penulis bekerja di bagian quality control (lab) sebuah perusahaan swasta
sumber tulisan:
www.wikipedia.co.id
www. kompas.com
www.pom.go.id
sumber gambar
www.kompas.com
www.google.co.id
wah mbak aku pernah kerja disana :) ikutan ah. makasih ya mbak infonya
BalasHapus