Menjadi Orangtua Cerdas
Saya
percaya segala sesuatu ada ilmunya tak sekedar mengandalkan insting atau
kebiasaan turun temurun termasuk dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak. Ya,
menjadi orangtua ada ilmunya karena anak cerdas ‘lahir’ dari orangtua yang
‘cerdas’. Tak ada sekolah menjadi orangtua tapi ada begitu banyak buku untuk
menjadi orangtua pintar dan cerdas. Buku-buku yang membuat saya tidak mudah melabeli anak dengan sebutan nakal,
tidak panik ketika si kecil tantrum, menunjukkan sikap egosentris dan keras kepalanya, karena
memang ada masanya anak mengalami tahap itu.Tidak bingung memilih sekolah untuk
si kecil karena tahu seperti apa kriteria sekolah yang tepat untuk si kecil, sekolah untuk anak –anak juara.
Hampir semua mama pernah mengalami kebingungan saat
menghadapi anak tantrum dan memilih sekolah, termasuk saya. Bingung
menghadapi tingkah Azka yang selalu memaksakan keinginannya. Kalau tidak dituruti
bisa mengamuk dan melempar barang yang ada di dekatnya. Alasan kenapa saya
mengabulkan keinginannya tidak didengar Azka.
“Tapi aku pokoknya mau balon!” teriak
Azka memotong penjelasan saya.
“Tapi Azka sudah punya.”
“Aku belum punya yang bentuknya
ikan, Ma.”
Saya tidak menggubris
keinginannya, masa iya setiap tukang balon lewat depan rumah (setiap hari) beli balon. Tangis Azka pecah disertai teriakan dan tangan yang
diayunkan kesana-kemari.
Setali tiga uang, jika kami
berada di keramaian seperti mall, Azka bisa menangis keras jika keinginannya
tidak di kabulkan.
Dan ini jadi bahan diskusi saya
dan suami tanpa solusi yang disepakati. Suami ingin mencoba dengan gaya sedikit
galak, saya tidak. Apa semua anak
seperti ini? Tapi kata mama saya, kelima anaknya gak ada yang sekeras kepala
Azka saat kecil. Kata mama, biasanya jika permintaan kami tidak dikabulkan kami
menangis sedih bukan tangis memaksa dan marah seperti Azka.
Jawabannya saya ditemukan di buku
Ayah Edy Menjawab, ternyata sikap egosentris di kecil adalah tahapan yang wajar
di lalui anak, tinggal bagaimana orangtua bisa bijak menghadapinya. Kini jika
si kecil marah karena keinginannya tidak dikabulkan kami tidak panik begitupun
saat di mall. Saat Azka nangis, kami langsung membopongnya ke mobil dan pulang.
Cuek dengan tatapan banyak orang. Ya, kami kini tahu bagaimana mengajari
anak-anak bahwa tidak semua keinginannya bisa dikabulkan dan bisa menangani
jika mengamuk.
Lalu soal memilih sekolah taman
kanak-kanak untuk si kecil. Semua sekolah menawarkan paling bagus fasilitas dan
kurikulumnya, soal biaya, katanya uang masuk sedikit di bawah sepuluh juta saat
ini adalah lumrah, ehm... Terus terang sebagai orangtua kadang ada rasa gengsi
saat memutuskan sekolah untuk anak, gengsi kalau tak masuk sekolah yang secara
umum cukup ‘trend’ kualitas dan biayanya.
Bukankah kami bekerja untuk memberikan yang terbaik untuk anak? Jadi
soal biaya seharusnya bukan masalah, karena kami ingin yang terbaik untuk mereka.
Tapi apa benar, sekolah tersebut
bisa mencetak anak cerdas dan manusiawi bukan robot? Apa kriterianya? Saya temukan
jawabannya di dua buku ini, Orangtuanya Manusia dan Sekolah Anak-Anak Juara. Kriteria
sebuah sekolah yang tepat untuk masa depan anak-anak.
Buku
yang membuat saya paham bahwa anak tak sekedar dituntut memiliki kecerdasan intelektual juga kecerdasan spiritual, kepekaan
dan toleransi untuk kehidupan sosialnya
kelak. Pemahaman yang membuat saya memberi ruang gerak cukup untuk Azka bermain
di luar rumah dan bergaul dengan teman sebaya.
be smart parent with reading |
Kehadiran
buku-buku anak Mizan sangat membantu saya
mengenalkan si kecil pada nilai-nilai
keagamaan dan pada Penciptanya
karena bahasa dan cara penyampaiannya mudah dipahami. Hal ini sekaligus
mewariskan kecintaan membaca pada anak-anak dan itu bukan hal mudah di jaman
kini karena harus bersaing dengan televisi dan game digital. Pembaca akan meluaskan dunia mereka
kelak.
sebagian koleksi buku si kecil |
Ada sebaris
quote yang membuat saya merinding .
"Tidak usah membakar buku untuk menghancurkan sebuah bangsa. Buat saja
orang-orangnya berhenti membaca." —Ray Bradbury
Perkenalan dengan Mizan
Perkenalan
saya dengan buku-buku terbitan Mizan tak
selama usia Mizan yang tahun ini memasuki 30 tahun kiprahnya di dunia penerbitan tanah
air. Diawali dengan membaca buku Jalaluddin Rahmat saat duduk di bangku kuliah (1998). Dari buku tersebut (saya lupa
judulnya) saya berkenalan dengan buku-buku pemikiran islam modern baik luar
maupun dalam negeri. Salah satu pemikir Islam yang saya kagumi dan semua buku
terjemahannya saya baca adalah Fazlur Rahman.
Mulanya
saya kesulitan membaca buku-buku
tersebut walaupun sudah diterjemahan dengan bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Mungkin karena sebelumnya saya terbiasa membaca buku fiksi sedangkan di
kampus terbiasa dan harus membaca teks books kimia. Namun dengan rasa ingin tahu yang besar dan
kekaguman pada pemikiran yang baru tersebut, saya terus membaca, mengulang, dan mencoba
memahami.
buku koleksi lama yang di bawa ke rumah Bogor |
Lalu
saya berkenalan dengan pemikiran –
pemikiran diluar islam seperti Karen Armstrong, Annemarie
Schimmel, Fatima Mernissi, Edward Said, beragam teori cultular studies tulisan
Yasrif Amir Piliang, dan buku Dunia Sophie yang menyihir.
Mungkin
agak berlebihan, tapi saat itu saya merasa
sudah benar-benar menjadi mahasiswa karena ada khazanah baru dalam
pemikiran-pemikiran saya. Karena kantong pas –pas an,
sebagian besar buku-buku itu saya baca dengan cara meminjamnya dari
perpustakaan atau teman. buku koleksi saya semasa kuliah tersimpan rapi di rumah (orangtua) di Bandung.
Membaca
buku-buku itu selain merentangkan pemikiran saya lebih jauh, mengenal Kemahaan
sang Pencipta juga lebih bisa menghargai perbedaan pendapat tapi tidak mudah terpengaruh.
my home library at bogor |
Bertemu Mizan
Tahun 2009 di bulan oktober, saya satu dari lima peserta lomba resensi
buku yang terpilih
dan mendapat hadiah berupa bertemu, makan malam dengan penulisnya, Peer Holm Jorgensen, dan
mendapatkan paket buku senilai 250 ribu rupiah. Hal menarik yang saya dapat
dari dinner itu selain bisa bertemu dan berbincang dengan penulisnya perihal
proses penulisan bukunya, saya juga
berkenalan dengan sesama peserta lain salah satunya mas Hermawan Aksan penulis senior sekaligus wartawan Tribun Jabar.
suasana dinner |
Berkenalan
juga dengan mas Hendi Johari (seorang sejarawan) yang walaupun saya tidak bertatap muka dengan dia saat acara berlangsung, tapi karena ulasan bukunya di membuat saya tertarik untuk
berkenalan dengannya di dunia maya.
Resensi
buku saya yang dikolaborasikan dengan tulisan mas Hendi Johari bisa dibaca di sini.
Ada
kejadian lucu, karena saya dan seorang peserta lain sama-sama membawa suami ke
acara ini dan ikut dinner. Niat suami sebenarnya cuma menjemput karena bekerja
di daerah sudirman tapi panitia menyilahkan ikut bergabung, awalnya kami menolak karena malu sampai seorang panitia berkata," Peserta satu lagi juga bawa suami kok mba?” . Rasa malu saya sedikit
berkurang heheh. Dinner yang berkesan karena sama suami juga :))
saya, sylvia damayanti (sama -sama bawa suami hehe) , peer, dan Hermawan Aksan |
Seiring
waktu Mizan tidak hanya menerbitkan buku, juga memproduksi film-film berkualitas dan mencerdaskan. Film Laskar Pelangi
adalah salah satu film favorit kami sekeluarga.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba MizanAndMe
keren mbak Rina, moga menang ya :-)
BalasHapusamin. ayo ikutan juga mak ci...
HapusAsyik ih, menang resensi dan hadiahnya dinner yang bikin ngiler. Pengalaman berkesan banget ya :)
BalasHapusdinner gratis sama suami pula plus paket buku..mantap
Hapusdinner sama suami dan gratis pula plus dapat paket buku heheh
HapusMizan itu Jaminan Mutu. Mau cari buku bagus ingat Mizan. Sebaliknya, kalo denger kata Mizan ingat buku bagus.
BalasHapusSetuju banget teh sama kalimat "segala sesuatu ada ilmunya tak sekedar mengandalkan insting atau kebiasaan turun temurun" dan itu berlaku dalam berbagai hal dalam hidup, dapat kita pelajari dari buku...terkadang buku juga menjadi sumber inspirasi untuk kita terapkan dalam hidup ini...
BalasHapusSelain dari buku, teh Rina juga salah satu inspirasi saya untuk memberanikan diri mengirim tulisan ke majalah....hehehe...Makasih banyak ya teeh...
aduh tersanjung telah menginspirasi debby...debby sudah menginspirasi saya lho dengan wirausahanya
HapusDari membaca dan mengoleksi Mizan, berujung dinner ya mbak :)
BalasHapusAku juga suka baca Mizan, dulu waktu SMP suka banget baca kumcer remaja islaminya...Dari situ kenal Asma Nadia, Helvi Tiana Rosa dan jadi suka baca :)
idem may,....eh ketularan jadi suka nulis fiksi juga ya
Hapussemoga menang..
BalasHapusDan jaya slalu buat mizan, buku2nya sangat saya gemari.. Apalagi akhir2 ini ada beberapa buku lama yg belum sy miliki yang dicetak lagi #alhamdulilah
amin...
HapusKalau aku demen'a ke toko buku bekas mba, maklum lebih suka buku jadul. Soalnya lebih unik & asik. Walaupun produksi bukan dr Mizan tp tetap asik, hehehe
BalasHapusbuku bagus tetap bagus apapun penerbitnya :) saya juag suka buku jadul apalagi yang langka dan eks dilarang. bacanya serasa masuk ke dalam petualangan...
Hapuswah aku juga tertarik ikutan nih mbak, thanks ya infonya
BalasHapusayo mbak ikutan juga
HapusWah, asyik banget bisa ketemu langsung dan dinner bersama penulis ternama seperti itu ya mba. Keren deh.
BalasHapusSukses terus ya mba. :)
makasih kunjungannya mba alaika...iya surprise
HapusWaah mbak Rina sudah daftar lomba Mizan ya .. saya juga pingin tapi belum buat ....
BalasHapusMoga menang ya mbak. Keren ilmunya, keren bukunya, keren pengalamannya :)
ayo mba ikutan...belum terlambat dan masih ada periode berikutnya, sampai juni...
Hapusbagus teh blog-nya, memang benar mendidik anak supaya cerdas itu harus dengan cara yang cerdas juga.
BalasHapussip...jangan lupa cari istri harus yang cerdas selain cantik...heheh
HapusHuwaaa...pgn ikutan lomba nulis ini Rin, mudah2an masih sempet.
BalasHapusGudlak ya Jeeeeng ;)
pasti sempat , ada 6 periode kok...
HapusMoga sukses ya mbak Rina, keren tulisannya :-)
BalasHapus