Story wedding : Berawal dari Secangkir Teh

Saya selalu beranggapan kalau love story saya menarik, agak narsis memang. Berawal di usia usia 27, dimana saya masih berkutat dengan mencari; cara mencari  pangeran cinta! Well, tentu bukan seperti melamar pekerjaan, tinggal memasukkan cv pada perusahaan yang membuka lowongan yang diumumkan di media masa atau web loker. Padahal ini adalah tahun-tahun di mana harusnya ‘sumpah’ mama tidak berlaku lagi. “awasnya leutik keneh bobogohan, mun katingali bobogohan dikawinkeun.teu kudu sakola.” Terjemahannya kurang lebih; awanya kecil-kecil pacaran, kalau keliatan pacaran akan dinikahkan dan gak usah sekolah. Duh, gak kebayang  masih kecil udah dikawinin. .. dan entah karena di alam bawah sadar saya sudah ternama ketakutan ancaman mama atau doa mama yang terkabul, sampai lulus sekolah, kuliah dan bekerja saya tidak pernah punya pacar. Yang lebih parah sampai masa sma aku parno kalau ada cowok yang suka dan ngajak jadian. Bisa lari, ngumpet bahkan nangis di toilet sekolah. Tapi anehnya, ancaman mama sepertinya tidak berlaku untuk adik perempuan saya yang terpaut usia 2 tahun. Dengan manisnya dia melenggang ke pernikahan meninggalkan diri saya  yang masih jomblo. Hua…hik…hik…hik…saya gak percaya mitos yang beranggapan kalau dilangkahi adik menikah si kakak bakal menjadi jomblo alias perawan tua. Tapi mama rupanya cukup khawatir dengan mitos ini walaupun sudah saya yakinkan, dalam islam gak ada mitos itu. Jalan tengahnya, mama menyarankan adik say auntuk memberi pelangkah ‘barang tajam’, karena dalam budaya jawa pelangkah seperti itu bisa menanggkal mitos. Barnag tajam di sini bukan pisau lho. Kami sepakat memilih anting-anting…ujungnya tajam kan? Akhirnya mama bisa menarik nafas tenang setelah kami menyepakati.

Lalu saya sampai pada titik berkeinginannya memiliki teman berbagi seumur hidup yaitu suami. Mungkin ini yang namanya fitrah, sesuai janjian Allah swt bahwa Dia menciptakan kita berpasang-pasangan. Dan disadari atau tidak  ada riak kegelisahan jika pasangan jiwa kita belum kita temui. “Jangan pernah menutup diri. Jodoh kan gak jatuh dari langit. Siapa tahu jodoh loe sepupunya teman, temannya teman loe, teman om, saudaranya tetangga, tetangganya tetangga,  bingungkan? Ya, intinya loe jangan mengurung dirilah. Gaul dan bikin jaringan. Berusahalah.”

“Usaha bagaimana,” kataku bingung sekaligus tergidik saat membayangkan, saya memasang foto diri dan profilku di kolom jodoh sebuah harian ibu kota.

“Saya gak mau punya suami satu jurusan, nanti yang diomongin kimia terus dong. Maunya sich anak geologi.
“Masalahnya anak geologi mana yang mau sama loe?”
Saya mulai memikirkan ‘usaha’ yang harus dilakukan seperti nasehat temanku. Ya, jodoh kan gak jatuh dari langit. Gaul dan bikin jaringan? Kok jadi mirip jualan ala mlm sich. Lagipula dari dulu saya kan bukan anak gaul, lebih suka ngendon di rumah ditemani buku, terlebih setelah semua teman dan sobat  kuliah udah pada sibuk dengan kesibukan masing-masing dan bekerja  di luar kota. 

Perkenalan Pertama
Idenya dari sahabat sejak dari es-m-a sampai kuliah, Dewi Idamayanti. Dia memperkenalkan seorang temannya saat ia training, yang sedang mencari ‘calon istri’.
“Orangnya baik. Dewasa. Taat. Dari keluarga baik-baik.”promo teman saya dengansemangat. “Umurnya pas lah, beda empat atau lima tahun. Nomor telp rumah Rina saya kasiin ya. Biar nanti dia yang telp duluan.”
Setelah beberapa kali kontak lewat telp kami janjian ketemu. Antusias sekaligus deg-deg an. Apa sosoknya seperti yang saya bayangkan? Kalau ketemu mau ngomongin apa ya?
Ternyata sosok dan penampilannya ‘lebih’ dari yang saya duga. Penyesalan terdalam adalah pemilihan kostum yang saya kenakan saat itu, bergaya anak kuliahan. Bersebrangan dengan penampilannya yang terlihat dewasa dan mapan. Hal ini membuat saya berkeringat dingin dan sedikit mulas. Kami memperbincangkan hal-hal ringan yang pada intinya ingin saling mengenal.

Perkenalan Kedua
Pilihan saya saban akhir pekan kongkow di sebuah komunitas pecinta buku awalnya sama sekali tidak didasari niat mencari jodoh atau perluasan jaringan untuk mendapatkan jodoh. Saya hobi membaca buku dan menyenangkan rasanya menghabiskan waktu dengan teman sehobi dan membicarakan sebuah buku. Tapi memang dari sini teman-teman baru saya bertambah salah satunya seorang gadis manis berkulit putih yang kost di belakang toko buku tempat biasa saya ngomongin buku, Wulan.
“Pokoknya cocok buat teh Rina. Dia nyari yang jilbab, orangnya soleh. Ini serius teh Rina, dia bukan nyari pacar tapi calon istri. Pas kan.”
Langsung bertemu, tanpa telpon perkenalan sekedar ‘say hei’.Saya berharap pertemuan ini tidak jadi.
Beberapa menit sebelum jam kerja berakhir Wulan datang menjemput. Ya, kali ini kencan  butanya ditemani mak comblangnya.
Singkat cerita kami bertemu. Tidak ada gugup, keringat dingin atau mulas. Mungkin ini karena kali kedua saya di’perkenalkan’ jadi mulai terbiasa. Kami perbincang soal keingintahuan pekerjaan masing-masing dan hobi.

Pertemuan Ketiga
Sebenarnya pertemuan ini sudah direncakan jauh sebelum pertemuan-pertemuan tak terduga yang di gagas teman dan sahabat saya. Idenya dari Tante saya, istri dari adik mama. Tetangga di kompleknya punya anak lelaki yang sudah lebih dari mapan tapi belum juga menemukan calon istri yang cocok.
“Dia benar-benar cari calon istri bukan untuk sekedar pacaran,” kata tanteku pada mama saya.
“Ya, terserah anaknya, mau nggak?”
 “Pokoknya, Rin. Kalau jadi istrinya udah gak usah kerja. Tinggal ngurus anak dan rumah.”
Karena saya dan tante tinggal beda kota juga karena Mr. X yang mau diperkenalkan ini tinggal di lain kota dan kabarnya sering keluar kota dan luar negeri. Pertemuan itu harus tertunda dan tertunda lagi. Suatu kali sempat dikabarkan akan datang ke Bandung, langsung ke rumahku bulan depan. Tunggu punya tunggu ternyata tidak jadi datang.
Akhirnya kami ketemu di resepsi pernikahan adik mama yang kedua. selang beberapa hari tante saya mengabarkan  pada mama, bahwa Mr. X menyukaiku dan ingin menseriusinya.  Kalau aku siap dan setuju, tidak usah terlalu lama menentukan  bulan pernikahan. Hah!

Awalnya acara kenal diperkenalkan ini membuat saya malu dan ‘gerah’, selanjutnya saya mulai menikmati  ‘kencan buta’ ini. Eksperimen baru yang menyenangkan. Hayo-hayo siapa lagi yang mau kenalan, sambil minum kopi – tapi aku pilih teh karena gak suka kopi – ngobrol soal hobi, pekerjaan, berbagi pengalaman atau hal-hal gak penting   tapi menarik lalu kita bertemu lagi pada waktu dan tempat tak terduga entah kapan atau mungkin tidak akan pernah ketemu lagi, seperti pertemuan-pertemuan saya sebelumnya. Sekedar episode yang numpang lewat dan jadi bahan cerita.

Finally
Yang saya yakini selama pencarian ini adalah bahwa Allah swt tidak akan salah menentukan jodoh saya. Lelaki baik untuk perempuan baik begitupun sebaliknya. Dan kini saya mulai paham kenapa dalam islam tidak diperkenankan perpacaran. Karena  cinta sejati hadir setelah menikah. 


 Berfoto di rsia saat menunggu kelahiran anak pertama

Kami menikah dengan satu idealism bahwa kami akan memulainya semuanya dari nol.  Bulan agustus lalu usia pernikahan kami genap 5 tahun, alhamdulillah. Berawal dari rasa kagum terhadap  kemandirian dan jiwa leadership nya. Dua hal yang saya pikir akan jadi fondasi kuat untuk rumah tangga yang akan kami bangun. Dan melalui Wulan, Allah swt mempertemukan kami. Semoga Allah membalas semua niat baiknya dan keluarganya dijadikan keluarga sakinah mawaddah warohmah.













My Little Princess : Azka Azzahra Esaputra


 Kisah ini diikutsertakan pada "A Story Pudding For Wedding" yang diselenggarakan oleh Puteri Amirillis dan Nia Angga 


2 komentar