Kisah pada Suatu Hari
Pernah terpesona seseorang karena
apa yang dilakukannya mengingatkanmu untuk melakukan kebaikan yang sama? Saya
pernah, mungkin berkali-kali, yang membuat saya berpikir, mungkin ini cara Allah
mengingatkan untuk saya melakukan kebaikan lebih banyak dan lebih sering pada
siapapun, tanpa pandang bulu dan tanpa pamrih. Kebaikan yang mungkin nilainya
tak seberapa bagi pemberinya tapi bagi penerimanya luar biasa. Seperti
kejadian yang saya alami hari sabtu
kemarin, saat diburu waktu untuk segera memesan layanan angkutan umum online
tiba-tiba sinyalnya on off, cek quota masih banyak. Saya terus berusaha
memesan angkutan online, berharap begitu klik pas ada sinyal. Kurang lebih
selama 30 menit saya mencoba.Tapi yang terjadi malah muncul tulisan no internet
connection, lalu tiba-tiba layar handphone
hitam. Akh, saya kehabisan baterai. Terpaksalah jalan kaki menuju ruas jalan
besar yang jaraknya sekitar 500 meter dengan menenteng barang bawaan yang cukup
berat.
Sampai di depan jalan raya saya
berdiri menunggu angkot dengan pasrah. Ya pasrah karena lokasi saya di
pinggiran kota dimana taksi jarang lalu lalang, angkot yang lewat hanya satu
trayek dan itu pun suka lama atau penuh karena lebih suka ngetem di stasiun.
Menit menit berlalu, belum nampak
juga angkot yang saya tunggu. Panas terik, debu beterbangan, melengkapi masa
menunggu. Tiba-tiba seorang yang saya
taksir umurnya 20-an mendekat. Dari bajunya saya bisa menebak dia karyawan
restoran yang tidak jauh dari tempat saya berdiri.
“Mau nyebrang, Bu?” tanyanya.
“Nggak, saya nunggu angkot .”
“Suka lama Bu.”
“Di sini nggak ada pangkalan ojek
ya? Saya mau pesan ojek online tapi handphone mati.”
“Saya pesenin dari hp saya saja,
Bu,” tawarnya sambil mengeluarkan handphone dari saku celananya.
Lega sekaligus haru. Spontan
harapan dan doa baik terbisik dalam hati untuk dia.
Kebaikannya sungguh menyentil
saya. Selama ini saya merasa sombong dengan menganggap diri cukup baik dan
peduli tapi jika saya ada diposisinya,
apakah saya akan peduli dengan sekitar atau sibuk dengan gadget, seperti yang
kerap saya lakukan. Saat sendiri diperjalanan atau menunggu lebih sibuk dengan
gadget daripada melihat kanan kiri. Padahal kepedulian dimulai dari hal kecil
dan hal terdekat.
#MemesonaItu adalah ketika kita
peduli pada sekitar, memulai kepedulian dari hal kecil dan terdekat. Dan saya masih terus berproses untuk lebih peduli.
Kisah Ibu
Ibu saya seorang pedagang kue dan
gorengan yang laris manis, tapi sudah beberapa tahun ini Ibu ‘pensiun’
alasannya karena memang sudah waktunya pensiun, Ibu sudah tua, semua anaknya Alhamdulillah
sudah mandiri. Pada jaman laris
manisnya, sehari bisa menghabiskan 10 kg terigu untuk membuat penganan. Dari
donat, bakwan udang, risoles, tahu isi dsb. Tugas saya dan adik-adik waktu itu kepasar, ngiris
sayuran untuk isian risoles dan mengantarkan ke warung-warung.
Walaupun laris manis, ada kalanya
dagangan bersisa banyak bahkan sangat banyak. Pernah suatu kali (saya ingat
betul) dagangan Ibu hanya laku 5 dari hampir seratus buah. Melihat Ibu begitu
tegar, saya menahan tangis. “Belum rejekinya. Kalau belum rejeki dikejar dan
ditangisi pun nggak akan dapat,” kata Ibu. Lalu sisa jualan itu Ibu bagikan pada tetangga.
Besoknya Ibu berjualan lagi seperti biasa.
Kalimat itu selalu
terngiang-ngiang hingga sekarang. Kalimat yang menguatkan saya ketika rejeki
yang sudah saya usahakan tidak datang atau hasilnya tak seberapa. “Kalau usaha
pasti ada jalan.” Itu juga kalimat yang sering diucapkan Ibu, yang kini saya
sadari kalimat yang sebenarnya untuk menguatkan dirinya dan membuat afirmasi
positif.
#MemesonaItu adalah saat bisa ikhlas,
berbagi dan tak menyerah menjemput rejeki. Kata ikhlas memang mudah diucapkan
tapi implementasinya kadang sukar, terlebih jika menyangkut sesuatu yang harus
kita lepaskan atau sesuatu yang kita harapkan tapi ternyata tidak dapat. Saya
masih belajar ikhlas, tidak baper ketika
rejeki yang rasanya hampir dimiliki ternyata bukan milik kita. Ikhlas saat
harus kembali ikhtiar dan tidak menyerah.
Ibu memberi teladan agar perempuan berdaya, bukan semata karena materi, tapi supaya bisa lebih banyak berbagi.
Ibu memberi teladan agar perempuan berdaya, bukan semata karena materi, tapi supaya bisa lebih banyak berbagi.
me and my business |
Kisah Buku
Ibu dan bapak saya tidak pernah
membelikan buku selain buku pelajaran sekolah karena tak mampu. Beruntung saya
bertemu Bu Purbo, perempuan setengah baya yang setiap sabtu minggu membuka
pintu rumahnya lebar-lebar untuk kami anak-anak kampung agar bisa meminjam buku-buku milik
anaknya. Buku-buku yang melambungkan impian saya. Buku-buku yang membuat saya
berani mewujudkan impian saya.
Saya menyukai buku, membaca dan
mengoleksinya dengan susah payah. Saat kuliah nyambi memberi les privat hanya
demi membeli buku yang saya sukai. Saya pelit meminjamkan buku. Saya menyayangi
buku-buku saya. Tapi ingatan Bu Purbo membuat saya berpikir untuk berbagi
inspirasi dengan buku. Berbagi impian agar anak-anak kampung (seperti saya saat
kecil) bisa juga memiliki impian dan cita-cita besar. Merelakan buku-buku si
kecil saya lecek, sobek bahkan tak kembali saat di pinjam anak-anak tetangga. Dengan
harapan sebuah buku akan memberi keajaiban pada mereka.
#MemesonaItu adalah saat
keberadaan kita bermanfaat minimal untuk lingkungan sekitar. Saya masih belajar
dan berproses menjadi seperti itu.
Tampil #MemesonaItu
Tampil #MemesonaItu berarti menghadirkan
hati, memesona di dalam (psikis) dan di luar (fisik). Bicara soal penampilan
fisik saya selalu teringat kecerewetan Ibu soal kerapihan dan kebersihan. Rapih
bukan berarti harus berpakaian bagus dan baru tapi terawat dan bersih. Ibu
tidak mentolerir berpakaian sobek atau kancingnya lepas. Harus dijahit dulu
baru dipakai. Begitu pun sepatu atau sandal kotor. Ibu akan ngomel-ngomel kalau
melihat kami berpakaian asal dan dekil. Karena menurut Ibu berpakaian dekil dan asal bertanda mau dikasihani karena tidak mampu. Ibu paling tidak suka
dikasihani, terutama karena keterbatasan materi.
#MemesonaItu secara fisik berarti tampil apa
adanya namun rapih dan sopan.
Itu Memesona versi saya, bagaimana dengan versimu Teman?
Itu Memesona versi saya, bagaimana dengan versimu Teman?
Kisah-kisah inspiratif yg memesona. Soal buku...udah lama aku melupakan buku sejak baca dari gadget. Kangen buku lagi
BalasHapusKisah yang luar biasa. Sering banget diingatin sama suami ttg peduli sama sesama ini.
BalasHapusmamahku pun cerewet urusan kerapihan anak2 perempuannya termasuk ke aku yg udah menikah dan punya anak ini, aku bersyukur selalu diingatin begitu
BalasHapusbetul mba, di saat ada org2 yg baik pada kita, kita pun akan terpesona pada kebaikannya. Maka jika ingin tampil memesona, berbuat baiklah walau hanya dgn tersenyum :)
BalasHapusMemesona adalah saat Kerja Keras dan Pengabdian kita bisa memberikan manfaat seluasnya untuk Masyarakat, Bangsa dan Negara.
BalasHapussetuju pokoknya mbak.. infoana
BalasHapus