Menyoal buku paket sekolah

Satu dari sekian banyak yang berbeda dari sekolah jaman saya sama anak sekarang, soal buku paket pelajaran. Sekarang bisa dibilang paket buku pelajaran sekolah wajib ganti secara paket uku tersirat. Gimana mau diturunkan wong tiap tahun ganti penerbit dan peer dikerjakan dibuku paket. Buku paket jadi penuh oretan dan ada nilai di setiap lembar latihan. 

Itu sekelumit pengalaman saya dan si sulung yang kini duduk dibangku kelas 3 sekolah dasar. Harga buku paket untuk satu tahun ajaran pun lumayan ya boo...tapi jangan mengeluh *pesan Pak suami* Baiklah, kita bernostalgia saja dan menuangkan sedikit unek-unek. Mana yang anggatan 80 -90 an? Inget buku ini donk, buku pelajaran membaca waktu kelas 1 sd.




Iya dulu buku paket pelajaran sekolah tidak wajib beli bisa pinjam punya teman atau tetangga terus mencatat. Guru juga tidak mematok harus penerbit A atau B. Saya ingat sekali waktu sd guru saya memperbolehkan buku dengan beda penerbit yang penting tahun ajaran dan setiap bab bahasannya sama.

Efek positif dari boleh pake buku paket terbitan mana saja, bukan hanya secara keuangan, guru dituntut kreatif membuat soal. Bandingkan jika semua murid menggunakan buku paket yang sama, pertanyaan dan jawabannya pasti sesuai buku paket. Muridpun secara tidak langsung benar-benar belajar menghapal bukan belajar paham, karena secara tidak langsung pertanyaan dan jawaban soal saat ulangan ya yang ada dibuku, seragam.

Buku paket pelajaran sekolah antara sarana belajar dan bisnis
Mewajibkan dan mengganti buku paket tiap tahun, tidak bisa tidak karena kepentingan bisnis sebuah penerbitan buku, betul tidak? agar sebuah penerbitan hidup yang berarti menghidupi karyawannya, setiap tahun harus ada buku yang dicetak, didistribusikan dan dibeli.  bayangkan jika saya atau teman yang bekerja/penulis di sebuah penerbitan  buku pelajaran?

Mungkin dengan alasan itu pula pemerintah tidak mengeluarkan aturan tegas soal buku ajaran yang diwajibkan dibeli para siswa setiap tahun.

Pada saat bersamaan banyak orangtua yang berat dengan harus membeli buku paket setiap tahun terlebih bagi orangtua yang memiliki lebih dari satu anak dengan jarak berdekatan, yang seharusnya bisa berhemat dengan menggunakan buku paket turunan si Kakak.

Saya ingat cerita teteh pengasuh si kecil dulu yang cerita, walaupun sekolah gratis tetap berat bagi para orangtua di kampungnya untuk menyekolahkan anak-anaknya karena  ongkos ke sekolah mahal (tinggal dipelosok jarak ke sekolah cukup jauh), harus beli buku, seragam dsb. 

Menurut saya, hendaknya setiap sekolah memikirkan hal ini, ada jeda waktu untuk mengganti buku paket, misal pertiga tahun baru ganti penerbit kecuali ada perubahan kurikulum dan sebaiknya latihan soal tidak dikerjakan di buku paket.

Tapi sekolah sepertinya tidak mau ribet memikirkan itu, terlebih sekolah swasta yang mungkin para gurunya berpikir, semua orangtuanya mampu atau berpikir ya resiko sekolah swasta.

Pada akhirnya kesoal empati dan kepedulian, sekolah dan penerbit harus sama-sama paham kondisi setiap sekolah yang berbeda dan pemerintah bersama penerbit  membantu dengan menyediakan perpustkaan lengkap disetiap sekolah khususnya sekolah di pelosok atau perkampungan yang jauh dari kota. Semoga suatu saat dalam waktu dekat. Agar pendidikan benar-benar bisa diakses dengan mudah dan murah. Karena ilmu tidak terikat dengan satu buku dan satu penerbit. 

Ini mah jadi postingan curcol heuheu. Maafkan jika tidak nyambung, ini asli curcol.


1 komentar

  1. Iya betul jaman dulu bukunya warisan terus, meski lusuh-lusuh tapi ortu gak bingung harus ganti buku setiap tahun.

    BalasHapus