Ke Museum Pos Indonesia Bandung

Museum Pos Indonesia di Bandung
I’ve been standing here waiting mister postman
So patiently for just a card or just a letter*

Menunggu Pak Pos
Dulu waktu masih anak-anak sampai remaja, apakah kamu termasuk yang pernah menunggu pak pos datang? Kalau saya sih iya, menunggu surat-surat dari sahabat pena yang alamatnya saya dapat dari majalah Bobo dan Kawanku. Dan waktu itu jamannya pak pos masih naik sepeda.


Jika menjelang lebaran saya juga selalu tak sabar menunggu pak pos datang,  berharap dapat banyak kartu lebaran dari om, tante, sepupu, atau dari teman sekolah. Iya teman sekolah, karena dulu kita janjian kalau mau kirim kartu lebaran, aku kirim aku, kamu kirim aku, jadi semacam tukeran hehehe.
Lalu surat dan kartu-kartu lebaran itu di simpan rapih, dikoleksi. Saya juga pernah mengalami mengambil uang di kantor pos alias menerima wesel, yaitu waktu pertama kali cerpen saya di muat di majalah Annida.

Masa itu berlalu, bukan saja karena saya sudah tidak lagi punya sahabat pena, tapi kehadiran teknologi membuat kirim mengirim surat dan uang menjadi praktis, tanpa perlu petugas khusus. Tinggal klik dari hp atau laptop.

Namun begitu kehadiran pos tetap di butuhkan dan walaupun jarang menerima surat yang diantarkan pak pos bukan berarti anak-anak tidak tahu kantor pos. Beberapa kali saya mengajak anak-anak ke kantor pos untuk mengirim paket (paket pos untuk luar jabodetabek lebih murah daripada pake agen paket J** atau T*** ) Kaka juga pernah mengirim surat buat Uti dan sepupunya lewat kantor pos.

Kini, menunggu pak pos bukan untuk surat tapi paket barang yang dibeli di olshop atau produk untuk di review di blog.

Beberapa barang dan benda pos menjadi langka bahkan di tiadakan, hanya tinggal sejarah dan cerita seperti bis surat ini;

barang pos yang sudah di museumkan :)

Dan saya baru sadar begitu melihat di museum ini, oh iya ya dulu banyak di temui bis surat kini tidak pernah lihat.

Museum Pos Indonesia di Bandung
Oh yes, wait just a minute mister postman
Wait, wait mister postman
mister postman look and see
if there’s a letter in bag for me
Please mister postman*

Suara khas John Lenon   menyapa kami begitu memasuki ruang museum Pos Indonesia yang terletak di basement komplek Gedung Sate. Saya menyebutnya basement karena memang letak museum ini di ruangan bawah tanah semacam basement.

Kesan gedung tua dan seakan memasuki masa zaman Belanda terasa begitu saya menjajakan kaki ke tangga yang mengarah ke dalam museum. Atau perasaan ini efek saya baru membaca buku perjuangan Inggit Ganarsih dan Soekarno, selain karena gedung Sate ini sendiri memang di bangun sejak jaman Belanda.

Dari tangga menuju ruang museum saya dikejutkan dengan patung  petugas pengantar pos yang lengkap dengan seragam dan motornya, berikut masyarakat yang menunggu surat. Mirip asli. Si kecil Khalif ketakutan walaupun tidak sampai menjerit, hanya dia tidak mau dekat-dekat dan melihat.

pos keliling desa
Oh ya masuk ke museum ini tidak dikenakan biaya alias gratis.

dulu surat di antar dengan sepeda bukan motor, kebayang capeknya pak pos :)

Anak-anak memang tidak seantusias saat di ajak ke museum geologi (yang terletak tak jauh dari museum sini- tinggal menyebrang dan jalan kaki) tapi mereka nampak tertarik. Mereka melihat mesin tik model jadul dan keheranan - lha iya tahunya yang buat ngetik laptop hehehe.
“ini bis surat.”
“Bis? Kok namanya bis?” anak-anak ingetnya bis kendaraan.
“Jadi kalau kantor posnya jauh, surat kita tinggal di masukin ke sini setelah di pake perangko, nanti pak pos yang mengambil.”

Lalu melihat ratusan (mungkin ribuan) koleksi perangko dari berbagai macam negara dan dari tahun lama. Anak-anak kurang tertarik. Jamannya memang sudah beda, dulu jaman saya, salah satu hobi yang ngetrend adalah mengkoleksi perangko, saya termasuk yang mengkoleksi dan masih tersimpan rapi sampai sekarang di rumah Ibu.

Setidaknya wawasan anak-anak terbuka bahwa pos dan perangko ada di semua negara.


koleksi perangko dari berbagai negara

Asal muasal pos dan perangko
Adalah Sir Rowland Hill, pencetus penggunaan perangko untuk pengganti biaya pelunasan pengiriman surat dengan uang tunai. Dilahirkan di Inggris pada 3 desember 1795.
Sedangkan kantor pos pertama didirikan tahun 1712 di kota Sanguhar, Skotlandia. Delapan tahun didirkan kantor pos di Swedia, Stocholm. Seiring berkembangan jaman dan kebutuhan surat menyurat termasuk pengiriman dokumen penting, kantor pos didirikan.

Sejarah Pos Indonesia
Di Indonesia sendiri kantor pos pertama di dirikan di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubenur Jendral GW. Baron Van Imhoff pada 26 Agustus 1746 dengan tujuan menjamin keamanan surat menyurat. Empat tahun kemudian di didirikan di Semarang, dengan rute pos pada saat itu melalui Karawang, Cirebon dan Pekalongan.

Kantor Pos Kereta Api


miniatur pos kereta api

Pembukaan jalur kereta api pertama di tanah air  yaitu pada tahun 1871 dimanfaatkan untuk perhubungan pos. Dengan dibukanya jalur kereta api ekspres Batavia-Surabaya, pengiriman surat ke Surabaya hanya memakan waktu satu setengah hari. Di tempat-tempat yang disinggahi jalur kereta api itu di pasang alat penangkap yang terdiri dari tiang alat bergantung kantung pos, yang dinamakan ‘VANGINRICHTING’, dengan cara ini tanpa berhenti kereta api dapat mengambil/menyambar kantor pos tersebut.

Tahun 1892 di buka dinas pos ambulan, yaitu pengangkutan kiriman pos yang dipercayakan kepada kondektur kereta api. Kondektur ini mempunyai rak sortir di dalam gerbong. Di tempat-tempat pemberhentiaan di mana tidak terdapat kantor pos, kondektur dan kepala statsiun kereta api saling menukarkan kiriman pos. Sedangkan penjualan benda pos di lakukan di statsiun. Untuk pekerjaan tambahan ini kepala statsiun mendapat upah satu gulden setiap bulan.

Untuk meningkatkan pengangkutan kiriman pos. Semua perusahaan kereta api milik negara/swasta mempunyai kewajiban untuk melakukan angkutan kiriman pos. Pada waktu itu banyak kereta api di lengkapi bis surat untuk melayani penumpang yang sedang bepergian.

Foto sebelum pulang
Puas berkeliling, sebelum pulang foto - foto dulu donk


*petikan lagu Mr.Postman milik The Beatles

Tidak ada komentar