Evaluasi Perilaku

Jumat lalu si sulung menerima nilai evaluasi bayangan, evaluasi belajar selama 3 bulan terhitung sejak bulan desember (semester 1), selain berupa angka, juga cerita mengenai perilaku anak selama di sekolah.

Bincang-bincang sebentar mengenai kemampuan kognitif di lanjutkan dengan laporan perilaku si sulung selama di sekolah. Ehm, beberapa perilakunya menjadi peer penting untuk saya.

Mengobrol di sela menulis/mengerjakan soal
Suka ngobrol itu gak selamanya negatif lho. Orang yang senang mengobrol biasanya supel, cerdas intrapersonal dan bisa bernegosiasi  

Yang harus saya lakukan adalah mengarahkan agar  kesukaan ngobrolnya si sulung menjadi hal positif dan tahu kapan saatnya ngobrol saatnya diam.


Peraturan di kelasnya, tiap hari tempat duduk di gilir begitupun teman satu meja (satu meja terdiri dari dua kursi terpisah). Hingga untuk bisa duduk dengan teman yang cocok sukar. Jadi di sela menulis atau mengerjakan tugas si sulung beranjak dari kursinya dan mendekati temannya yang sudah akrab (dari cerita-ceritanya jika di rumah, ada 3 teman perempuan yang akrab). Karena keasikan ngobrol, tugas bu guru terlambat di selesaikan.

Evaluasi ; Benar-benar gak nyangka di kaka hobi ngobrol lha emaknya ini kan lebih suka menulis daripada ngomong.

Saya memberi tahu Azka jika tengah belajar, mengerjakan tugas, guru menerangkan sebaiknya tidak mengobrol kecuali menanyakan hal yang tidak ia mengerti. Misal maksud soal yang di berikan bu guru tidak mengerti. Tidak mengerti apa yang guru jelaskan depan kelas. Di luar itu dia bebas mengobrol dengan temannya tapi tidak membicarakan keburukan/prasangka temannya yang lain.
Di rumah sering mengajaknya diskusi mengenai apa saja, termasuk menjawab keingintahuannya.

Ceroboh
Evaluasi ; Wah kalau yang ini sih harus segera di perbaiki. Sebenarnya dari sikap keseharian yang serba pengen cepat selesai (kecuali nonton), senang berkreasi (membuat prakarya) tapi gak sabaran, ingin cepat selesai, padahal perlu ketelatenan.

Dan sepertinya sifat ini menurun dari saya. Terlebih secara sadar atau tidak sadar saya kerap menyelipkan kata cepat saat si sulung diminta melakukan sesuatu. Misal, saat meminta dia menyimpan tas sekolah pada tempatnya saya menyelipkan kata cepat. Jadi dalam hal ini SAYA YANG HARUS LEBIH DULU MEMPERBAIKI DIRI. Jadi saya harus mencoret kata ‘cepat’ kecuali urgent.

Selain itu untuk melatih kesabaran dan ketelitiannya, saya lebih sering mengajaknya membuat kreasi dan meminta dia menyelesaikannya  – selama ini selalu di ambil alih begitu kaka mengeluh susah atau tidak bisa jika pengerjaannya memerlukan ketelatenan seperti membuat kreasi kokoru atau nimbrung mama yang sedang belajar decoupage.

Berani
Doktrin saya dan suami cukup berhasil untuk Azka berani jika di bully temannya. Dari ceritanya setiap pulang sekolah dan saya juga dengar dari cerita mama lain saat arisan , ada 3 anak lelaki di sekolahnya yang usil dan suka mengganggu. Menepuk tangan saat menulis, tiba-tiba mencoret kertas, tiba-tiba merebut pensil dst.

Dan Azka berani melawan. Tapi saya katakan juga pada Azka jangan mendekati anak-anak usil itu, kalau mereka mendekati lansung kabur aja.

“Kalau mereka mukul, pukul lagi tapi tangan atau kakinya ya, Kak.” Mungkin nasehat saya salah ya tapi kesel juga setiap mendengar laporan Azka soal ketiga temannya itu. Saya sudah lapor ke gurunya juga mama – mama lain.

Kata Azka bu guru juga sering menghukum ketiga anak itu dengan menambah tugas menulis saat anakk lain pulang atau berdiri di depan kelas. Tapi rupanya mereka tidak kapok. Orangtuanya juga hanya minta maaf dan pengertian.

Meluruskan sikap anak usil itu gak bisa hanya bu guru dan sekolah yang lebih penting peran orangtua di rumah jadi saya tidak bisa menekan bu guru agar anak usil itu tidak lagi menjaili teman-temannya.


1 komentar