Tidak seperti
tulisan-tulisan mengenai tuberkolusis yang sudah saya posting sebelumnya (bisa
dilihat di serba-serbi tubercolusis bagian katagori), yang bersifat klinis maka
di tulisan ini akan membahas dampak ekonomi yang ditimbulkan penyakit TB.
Dampak Ekonomi Penyakit TB
Sakit selalu
memiliki dampak ekonomi karena untuk sembuh dibutuhkan biaya yaitu biaya untuk perawatan
dan obat. Terlebih jika penyakit yang di derita butuh proses panjang untuk bisa
sembuh seperti TB yang membutuhkan
waktu 6 bulan mengkonsumsi obat. Waktu penyembuhan bisa lebih panjang jika TB
yang diidap adalah TB resisten atau TB MDR.
Selama ini,
banyak orang termasuk saya, merasa bahwa
dampak ekonomi suatu penyakit hanya dirasakan penderita dan keluarganya namun
jika ditelusuri lebih lanjut ternyata bisa memberi dampak lebih besar yaitu
pada negara.
gambar dari sini |
Bagaimana TB memberi dampak ekonomi pada
penderitanya, kan OAT tersedia gratis? Benar sekali. Namun perlu diingat TB
umumnya menyerang usia produktif (15-55 tahun). Dan saat seseorang terjangkit
TB ada banyak kemungkinan yang dilakukan. Penderita pengobatan secara tuntas
sehingga sembuh total atau lalai melakukan pengobatan sehingga menderita TB
resisten atau TB MDR.
Jika dia seorang
karyawan dan menderita TB MDR besar kemungkinan dia resign dari tempat kerja
karena pengobatan untuk TB MDR memerlukan penderita datang ke klinik atau rumah
sakit secara periodik, kemungkinan kedua dia dikeluarkan dari tempat kerja
dengan alasan khawatir menulari karyawan lain atau mencemari produk - jika dia
bekerja di perusahaan farmasi atau makanan bagian factory (bukan di office) yang
harus higienis.
Jika penderita
adalah tulang punggung keluarga, bisa dipastikan ekonomi keluarga akan langsung
timpang terlebih jika sampai meninggal. Jika penderita adalah seorang istri dan ibu dari anak-anak, maka ada
beban ekonomi dan mental secara tak langsung pada keluarga. Anak-anak kurang
terperhatikan dan mungkin menambah biaya karena memerlukan asisten untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga yang biasanya di lakukan istri.
Jika penderita
perlu di rawat akan ada biaya tambahan, yaitu biaya ‘operasional’ keluarga
untuk mendampingi selama di rumah sakit dalam hal ini ongkos dan biaya makan. Dan
penelitian menunjukkan 75% pasien TB harus mengambil pinjaman atau berhutang
untuk biaya pengobatan dan biaya sehari-hari.
Dampak ekonomi pada negara
Pemerintah menggratiskan OAT namun bukan
berarti pemerintah mendapatkan OAT secara gratis. Walaupun ada
bantuan pendanaan dari organisasi dunia diantaranya dari Global Fund, tapi
tidak 100%. Dan selain OAT, pelayanan kesehatan
TB gratis termasuk pemeriksaan
klinis seperti rontgen, tes mantox dan tes dahak.
gambar dari sini |
Dan dana hibah
asing bersifat sementara dan akan berkurang seiring majunya perekonomian dalam negara.
Dan pada tahun 2016 pemerintah mentargetkan 80% dana untuk pelayanan program
tuberkulosis bersumber dari domestik, dengan tiga sumber yaitu meningkatkan
pembiayaan pemerintah pusat dan daerah, asuransi dan kontribusi swasta seperti
CSR serta penerapan program yang efektif dan efisien.
Dampak ekonomi
lain yang ditimbulkan TB tidak dalam bentuk hitungan rupiah secara langsung,
seperti;
- Kerugian produktivitas akibat disabilitas. Waktu produktif berkurang karena sakit. Jika penderita TB seorang karyawan maka produktivitasnya akan berkurang karena sakit
- Kerugian produktivitas akibat kematian prematur. Jika penderita TB meninggal maka jumlah tenaga produktif berkurang.
Pertumbuhan ekonomi bangsa secara keseluruhan bisa terganggu karena jumlah usia produktif berkurang terlebih saat ini setiap tahun ditemukan 460.000 kasus baru TB.
Mengurangi dampak ekonomi TB
Sebagai negara
berkembang, salah satu masalahnya adalah kemiskinan dan kemiskinan sering
terkait dengan tingginya jumlah penyakit menular diantaranya TB.
Dan faktanya, TB
juga banyak menjangkiti kelas menengah perkotaan (menjadi penyebab kematian
no 4 setelah stroke, diabetes dan
hipertensi) hal itu karena lingkungan kotor (polusi rokok dan asap kendaraan)
dan pola makan tidak sehat (makan hanya berdasarkan selera lidah bukan memilih
makanan sehat), sehingga daya tahan tubuh menjadi lemah dan mudah terjangkiti
penyakit menular.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog TB sesi 6
Referensi :
www.pppl.kemkes.go.id
www.kesehatan.kompasiana.com
iya nih mbak aku juga haru smulai menerapkan pola hidup sehat
BalasHapus