Masa Kawin

Kali pertama nulis FF, karena tergiur hadiahnya  buku gratisan suka bikin ngiler hehehe. Yap, FF untuk kuisnya mak  RedCarra

Saat ini, usiaku menginjak masa kawin (begitu kata ibuku) dan belum sekalipun aku bertemu bapakku. Walaupun begitu aku memiliki gambaran yang cukup jelas tentang bapakku dan aku yakin gambaran yang ada di benakku tentang bapak  adalah  yang sebenarnya karena ibu kerap menceritakannya. Dulu, sewaktu aku masih kecil.

Bapak pergi jauh begitu selalu kata ibu. Dan sejak bapak pergi ibu memutuskan ‘kembali perawan’.  Begitu kata salah satu kerabatku. Ya, ibu memang tidak pernah mengindahkan lawan jenis mendekatinya. Tak heran beberapa menyebut ibuku ponggah. Ibu cantik dan sintal. Walaupun usianya kini sudah menua, garis kecantikan dan keanggunan itu terpancar jelas di wajahnya. Sayang ibuku tak pernah tersenyum karena hatinya telah beku. Dibekukan bapakku.

Aku membenci bapakku walaupun tidak pernah mengenalnya. Sama seperti halnya aku membenci kebodohan ibu yang mencintai bapakku dengan harga mati.

Tapi cinta adalah misteri, begitu kata nenekku.

Dan sejak aku memasuki masa kawin, ibu seperti menjauh dariku. Ibu makin sering menghabiskan waktu di bawah pohon akasia  yang tak jauh dari tempat tinggal kami. Ibu duduk di sana sejak pohon itu baru di tanam hingga kini sudah rimbun dan besar.  Pohon itu menjadi milik ibu. Ya, tidak ada yang berani mendekat jika ibu tengah duduk termenung di sana termasuk aku.

“Ibumu takut kau bertemu bapakmu, Nduk,” ujar nenek kemarin malam.
“Memang kenapa?” nenek terdiam, menatapku lurus lalu menghela nafas sebelum akhirnya berkata,”Kelak kau akan mengerti.”

Siang itu panas matahari tidak terlalu terik, tapi kerongkonganku terasa kering. Aku berjalan ke arah sungai yang mengitari lahan tempat kami tinggal.  Sebenarnya aku tidak terlalu suka pergi ke sungai saat siang hari, karena bising kendaraan bermotor membuat kepalaku berdenyut kesakitan, pusing. Tapi rasa haus membuat aku mengurungkan niat untuk menundanya hingga matahari tenggelam.

Aku melewati batang pohon di mana ibu selalu duduk di sana dan dia memang tengah duduk di sana dengan mata terpejam. Rupanya ibu tertidur, pikirku.

Aku meneruskan langkah dan terhenti karena geraman halus nan dalam. Seluruh tubuhku kurasakan bergetar dan seolah ada aliran listrik merayap berlahan, dari kaki hingga kepala, saat mataku bersitatap dengan si pemilik suara. Pejantan paling tampan yang pernah kulihat. Berdiri dengan gagah di hadapanku, tak tersenyum namun tatapannya menyiratkan seribu pesan yang kupahami dengan naluriku. Tanduknya sempurna tanpa cacat dengan warna dan ukuran yang menandakan berapa umur pemiliknya. Naluriku berkata, dialah pejantan pertama yang akan mengawiniku dan dia adalah bapakku.

Dengan sudut mata, kulihat ibu menatap kami.


*jadi ini ceritanya rusa bukan manusia ya ;p
inspirasi tulisan rusa di kebun raya bogor yang tertangkap kamera ;p





*381 kata


7 komentar

  1. hiiyyy... serem bacanya... :D

    BalasHapus
  2. kalau semisal terjadi pada orang, mirip2 kasus kriminal yang suka muncul di media ya, Mba.
    Tapi, meski pada binatang, tetap saja gak boleee. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang iya gak boleh sama binatang mba...saya pernah punya ayam, jagonya satu (bapaknya) , anak- anaknya beranak pinak dan bertelur sama bapaknya juga

      Hapus
  3. mihihihihi....rusa sintal jg ternyata ya Rin :)

    BalasHapus
  4. jadi bapak dan calon suami sama ya :)

    BalasHapus
  5. rusa sintal... hahahhaa, ngakak baca kata-kata itu.
    Makasih ya, Mak, udah ikutan ^^
    Ihiyyy.. akhirnya nulis FlashFiction juga ~~~\o/

    BalasHapus