Untuk beberapa hal saya
kerap berbeda pendapat dengan suami
mengenai pola asuh anak. Saya cenderung hati-hati tapi menurut suami terlalu
banyak khawatir dan takut. Misal, saya melarang Azka memanjat pohon tapi menurut suami, saya seharusnya
memberi Azka kesempatan (dengan catatan pohon yang ranting untuk pijakannya kuat, gak terlalu tinggi dan naiknya pun hanya beberapa langkah – misal pohon jambu batu atau mangga cangkokan yang memang terdapat di halaman rumah kami)– bantu memanjat sambil memberi pengertian hanya boleh
memanjat jika dibantu orang dewasa karena jika jatuh bisa menyebabkan luka.
Atau saat pertama kalinya Azka dan
Khalif merengek minta hujan-hujanan saat gerimis. Jelas saja saya melarangnya,
tapi suami mengijikan. Jalan tengahnya, Azka hujan-hujanan mengenakan sepatu
boot, jas hujan dan payung kecil. Saya melarang
Azka mengenal game tapi suami sebaliknya menurutnya ada sisi positif dari
bermain game dengan catatan sesuai umur, edukatif dan waktu yang dibatasi.
Kalau dipikir-pikir, pandangan pola
asuh kami yang berbeda terbentuk dari apa yang kami terima dari orangtua
masing-masing. Orangtua saya terlalu
protektif dengan alasan sayang tentunya. Sebaliknya suami tumbuh bebas bahkan
hampir tanpa pengawasan, karena berasal dari keluarga broken home, sisi
positifnya dia tumbuh mandiri dan berani.
Tentu saja kami tidak bermaksud
menjelekkan orangtua tapi ini menjadi pembelajaran buat kami bagaimana penerapkan
pola asuh yang pas agar anak-anak kelak; berani tapi bisa memperhitungkan resiko,
mandiri tapi memiliki empati yang besar, dan sifat positif lainnya.
Perbedaan pendapat pola asuh itu
membuat kami terpacu untuk belajar melalui buku, tabloid majalah, mengikuti workshop bertema parenting. atau web site bertema parenting. Dan saya menemukan istilah positif parenting. Apa
itu positif parenting? Menurut artikel yang saya baca, salah satu indikasi pola asuh yang kita
terapkan positif adalah hubungan orangtua dengan anak baik, termasuk dalam hal
penerapan disiplin. Artinya penerapan disiplin tanpa kekerasan baik itu berupa
bentakan, ancaman, atau pukulan.
Ehm, menerapkan disiplin pada balita perlu usaha dan kesabaran ekstra. Karena
biasanya dia akan menolak dengan cara tantrum. Jujur, ada kalanya saya
kehilangan kendali maka yang keluar adalah suara keras dan mata melotot, begitu
melihat wajah menyesal dan ketakutan si kecil barulah saya sadar, dan ingin
rasanya memutar waktu agar saya bisa mengendalikan emosi. Atau sebaliknya, saya
menuruti kemauan anak, padahal bertentangan dengan disiplin yang sudah diterapkan
sebelumnya.
Ya, kami masih perlu banyak belajar menjadi orangtua. Terus Belajar; “Akh, paling isinya itu –itu
aja,” komentar tetangga sesama ibu ketika saya membaca sebuah tabloid Nakita. Ya,
beberapa teori parenting memang tidak berubah, intinya bagaimana mendidik dan
mengasuh anak agar kelak menjadi orang sukses dalam kehidupan bermasyarakat. Tapi
dengan sering membaca artikel parenting saya seperti memiliki alarm untuk pengerem marah dan membentak. Meminta anak
mengingatkan jika saya marah dengan mengatakan,”Suara mama jangan keras,”. Atau
Azka yang harus segera meminta maaf jika salah tanpa menunggu mama tegur. Mendengarkan dan mendiskusikan alasan Azka atau Khalif saat
menginginkan sesuatu atau tidak mau melakukan permintaan saya, misal
membereskan mainannya. Time out atau mengambil jeda sebelum kemarahan meledak dengan cara
duduk dan memejamkan mata. Time out untuk anak-anak jika tantrum adalah
membiarkan mereka melepas tantrum sampai kecapean (jika nasehat halus tidak
mempan) dengan pengawasan. Menanamkan pada
diri sendiri bahwa Azka dan Khalif masih anak-anak dan perlu bimbingan tapi mereka harus belajar mandiri
dan disiplin jadi saya harus sabar.
Menjadi orangtua memang proses
tanpa henti karena seiring bertambah usia mereka masalah yang saya hadapi akan
berbeda. Bukan lagi tantrum, menolak sikat gigi atau merengek meminta balon. Dan kami harus siap caranya dengan selalu meng up grade pengetahuan parenting salah satunya dengan
membaca seri buku yang diterbitkan tabloid Nakita, tabloid atau website Nakita.
Menjadi orang tua memang harus banyak belajar ya mba
BalasHapusbelajar tiap saat ya mbak, tidak ada lulus2nya :)
Hapusmenahan buat gak marah saat anak bandel emang susah banget... tapi kalo kita nggak ngasih contoh buat bersabar nanti anak jadi ikutan emosian
BalasHapus