Obrolan Serius


Tiga hari yang lalu saya dan suami terlibat obrolan serius, saat itu hampir tengah malam dan suami baru pulang kerja. Berawal dari seorang agen asuransi yang minta datang ke rumah weekend ini (kami bertemu saat asuransi mengadakan acara di sebuah mall).

Percakapan pun melebar sampai rencana keuangan untuk rentang waktu lebih jauh terutama menyangkut biaya pendidikan anak-anak (duh, biaya sekolah sekarang aja mahal ya apalagi nanti). Memang agak riskan jika tanpa perencanaan matang soal yang satu ini. Entah bagaimana akhirnya percakapan berlanjut ke soal jumlah anak. Suami tetap menginginkan tambah satu lagi (huwaaa padahal masih terasa ‘goncangannya’ saat jahitan operasi pertama di robek lagi untuk ngeluarin dede bayi) lalu soal idenya untuk saya membeli laptop yang sebenarnya bukan sekali ini saja ide itu terlontar.

Terus terang selama ini saya belum terpikir untuk memiliki laptop pribadi karena pc yang saya gunakan sekarang sudah cukup canggih terlebih setelah belum lama di up grade. “Gak ada duit akh,” kata saya. Sebenarnya kalau dihitung-hitung dan ditabung (masih tersisa dalam jumlah tak seberapa) honor saya beberapa waktu berselang cukuplah untuk membeli laptop acer atau lenovo dengan spesifikasi standar. Tapi saat itu dan sampai kini yang  terbayang di benak saya adalah kitchen set. Jadi saat hari sabtu berikutnya dan ternyata saldo saya bertambah. Saya langsung bilang ke suami,”Bi, lihat-lihat kitchen set yuk.”

Saya tidak hobi memasak tapi harus masak setiap hari (selain irit saya tidak cocok beli di luar karena biasanya masakan di kebanyakan warnas  pake msg belum lagi higienitasnya – ke parnoan ini terlebih karena saya terbiasa makan masakan mama bahkan saat kuliah bekal makan siang dari rumah supaya irit). Saya ingin dapur saya enak dan nyaman untuk nongkrong baca buku selain sesekali bereksperimen dengan resep baru.

“Jadi mau beli kitchen set atau laptop nich.”
“Gak cukup duitnya buat belu laptop mah.”
“Aa pinjemin. Sisanya boleh di cicil.”
“Beli laptop atau kitchen set ya?” guman saya
“Dua-duanya aja.”
Saya mencibir.
 “Kalau beli laptop bisa beli kitchen set kalau beli kitchen set gak bisa beli laptop.”
 
Jujur, sebenarnya saya tidak berani beli laptop karena jika saya memiliki laptop saya merasa terbebani untuk secara maksimal memanfaatkannya. Bukan sekedar untuk ngenet atau nulis-nulis yang gak jelas.
Dan suami tahu betul ketakutan saya itu tanpa pernah saya katakan. Ya, dia tahu mental istrinya yang ‘payah’ soal  keberanian menghadapi tantangan yang satu ini.

2 komentar