Pilih-pilih bank untuk KPR

Tulisan sharing ini terinsiprasi dari tulisannya mb  Fetryz (www.Fetryz.multiply.com). Bisa dibilang kami (saya dan hubby) salah memilih bank untuk kpr. pengalaman saya sekitar tiga tahun lalu (awal 2008) saat membeli rumah tepatnya mengkredit rumah. Sebabnya, minimnya pengetahuan kami soal suku bungan bank dan tergiur rayuan bunga rendah di tahun pertama. Tapi dari pengalaman buruk ini kami banyak belajar bukan hanya soal seluk beluk kpr, kpr bank konvensional atau syariah juga nilai (investasi) property. Maksudnya hubby yang belajar, saya mendengarkan kesimpulannya…he…he…
Dengan pertimbangan akan sangat rugi jika kami mengkontrak lebih dari satu tahun, maka dengan kantong pas-pas an kami nekat hunting rumah lalu mengajukan kpr. Singkat cerita, mengajuan kpr kami di approve. Alhamdulillah. Dengan bungat flat 10%   selama 1 tahun. Waktu itu kami merasa beruntung karena cicilan kami lebih rendah dengan cicilan tetangga (tipe dan luas tanah sama). Kami pikir jika ada kenaikan di tahun berikutnya pasti hanya berkisar di 2 ratusan ribu. Tapi tanpa di sangka krisis globa   berimbas sangat-sangat besar pada cician rumah kami. Bunga kpr kami naik menjadi 16%. dari  cicilan 1.8 menjadi 2.4. kami kalang kabut dan bingung. Rasanya tidak ada  pos mengeluaran yang bisa kami  saving untuk menutup lonjakan cicilan karena semua sudah pas! Sepertinya keluhan dirasakan semua nasabah bank yang tidak bisa saya sebutkan ini. Terbukti, ada keluhan yang dimuat di surat pembaca harian nasional mengenai hal ini. Pihak bank menawarkan solusi pengajuan keberatan kenaikan. Jalan ini kami tempuh dan di approve, cicilan kami berkurang hanya 100 ribu!  Ekonomi sudah membaik tapi cicilan kami tidak mengalami penurunan. Curang banget kan?! Ini membuat kami kapok memakai bank ini untuk jasa apapun.
Saat terjadi krisis global, sebenarnya BI (bank Indonesia) meminta agar bank membatasi kenaikan bunga kpr sampai 13.5 % (atau 14% ya, saya lupa) tapi beberapa bank konvensional swasta tidak mengikuti aturan itu. Salah satunya ya bank ini. Tapi Ada pula bank yang membatasi dirinya dengan bunga maksimal 14% walaupun lonjakan suku bunga secara umum naik lebih dari itu.
Pelajarannya:
1.  Jangan tergiur bunga rendah di awal tahun pertama cicilan dan iming-iming proses cepat. Lihat porto polio bank atau belajar dari pengalaman orang lain yang sudah terlebih dulu menggunakan kpr bank tersebut. 

2. Developer biasanya bekerja sama dengan sebuah bank untuk meng kpr kan perumahannya tapi itu tidak berarti hanya bank tersebut yang bisa meng kpr. Marketing kadang memang beralasan tidak bisa pake bank lain itu  bohong. Hanya saja untuk menggunakan bank yang bukan rujukan developer harus urus-urus sendiri. Tapi itu gak ribet kok kalau syaratnya sudah lengkap petugas bank akan senang hati membantu – karena bank pun membutuhkan klien.

3.  Pindah kpr ke bank lain sangat mudah. Selama ini masyarakat menilai pindah kpr itu sulit dan memakan biaya banyak karena harus membayar denda. Itu tidak sepenuhnya benar. Mungkin diawal berat karena harus membayar denda    (   ) tapi tawaran kpr di bank lain bisa jauh lebih menguntungkan. Sebut saja, sebuah bank sempat penawari kami (saat nanya2 untuk pindah kpr) dengan bunga sesuai bi atau dengan cicilan yang sama dengan sekarang tapi waktu kpr berkurang 5 tahun.
Saya pikir cara ini (pindah kpr bank) karena sebuah bank merugikan nasabah jika diikuti banyak nasabah bis amembuat efek jera untuk bank bersangkutan, agar tidak semena-mena.

4.  Pilih Bank syariah. Ada yang menilai di Indonesia tidak ada bank yang murni syariah tapi yang pasti bank syariah menawarkan win-win solution. Insyaallah kebijakannya tidak mencekik nasabah. Bank syariah lebih ketat dalam memastikan persyaratan terutama menyangkut pendapatan si pengaju kpr (cicilan kurang lebih 30% dari pendapatan). Walau sistem syarian sudah saya mengerti tapi khawatir salah kalau saya tulis disini jadi coba link ini rujukan mbak 

5.  Jika menggunakan bank konvensional pilih bank milik pemerintah.

Solusi:
Targetnya tahun ini pindah bank….

Bicara Soal Seks dengan Anak

 


Judul buku          : Ensexclopedia 
Penulis                : Elly Risman, Hilman Al Madani,  Yusyina Maisua
Penerbit              : Buah hati
Hal                      : 119
Bicara Soal Seks dengan Anak

(review by rina susanti) 
                
Ini adalah buku oleh oleh dari seminar parenting soal pendidikan seks dan keuangan untuk anak yang saya ikuti beberapa waktu lalu di Jakarta.  Kalau tidak karena ikut seminar ini mungkin saya tidak tahu ada buku semenarik dan sebagus ini untuk anak dan para orang tua.

Yap, ini buku soal pendidikan seks untuk anak dan si praremaja.  Bicara soal seks pada anak dan praremaja jangan menyamankannya seperti jaman kita dulu. Tabu. Lebih dari itu banyak orang tua dulu menganggap hal-hal seperti itu akan tahu dengan sendirinya. Kini jamannya sudah berbeda, dengan kemudahan teknologi dan akses informasi, pengetahuan soal seks bisa diperoleh si kecil dan si praremaja melalui internet, tv bahkan layar hp. Tanpa basic yang didapat dari orang-orang terpercaya (guru atau orang tua) bisa disalah artikan lebih dari itu kebablasan.

Pada kenyataan anak-anak mengakses soal seks atau hal-hal berbau pornografi 42% dari rumah (hasil penelitian yayasan buah hati). Benar-benar pr ekstra untuk para mama bekerja. Angka ini juga berarti mengindikasikan bahwa pornografi tidka bisa dihindari. Bisa saja si kecil kita proteksi dengan hal-hal seperti ini di rumah alias disterilkan tapi bagaiamana di sekolah dan lingkungan pergaulannya.

“Akh Elu, masak yang gitu aja belum tahu. Cemen lho.” Atau.”masak yang gitu aja gak tahu. Gak gaul Loe akh.”

Bukan tidak mungkin salah satu dari si praremaja kita yang disudutkan teman-temannya dengan kalimat-kalimat semacam di atas yang kemudian memicu keingintahuan si praremaja untuk mengakses hal-hal berbau pornografi karena keingintahuannya.

Yang diperlukan  seorang  anak  bukan sterilisasi dari soal pornografi dan seks tapi pemahaman yang baik soal yang satu ini dan menguncinya dengan pengetahuan agama. Di mana pemahaman ini di dapat? Tentunya kewajiban orang tua sebagai mentornya. Tapi bingung memberi pemahamannya?  Keluhan hampir semua orang tua terlebih budaya kita masih mentabukan bicara soal itu.


Buku ini berisi pertanyaan seputar seks yang biasanya ditanyakan dan membuat penasaran anak-anak terutama si praremaja. Dijawab dengan bahasa lugas khas remaja tanpa terkesan menggurui atau menakut-nakuti. Dilengkapi juga dengan ilustrasi yang cukup menarik. Jadi sangat cocok dijadikan hadiah untuk anak yang mulai memasuki usia praremaja.

Seperti bicara mimpi basah yang dialamai anak laki-laki, seputar masalah reproduksi untuk anak perempuan dan istilah-istilah seks yang membuat anak ingin tahu seperti apa itu hubungan seksual? Kenapa perempuan bisa hamil? dsb. Di buku ini pun mama bisa mendapat contekan jika anak bertanya,”Ma, boleh gak aku pacaran?”  

Bicara soal pacaran, banyak ortu yang khawatir soal yang satu ini. Salah satunya karena kita kerap melihat (di halte, bis atau tempat umum lainnya) anak-anak  berbaju seragam sma, smp bahkan sd pacaran dengan gaya orang dewasa. Tanpa malu-malu pegangan tangan dan ciuman. 

Melarang anak pacaran tanpa alas an jelas dan tepat hanya akan membuat si anak frustasi dan back street alias pacaran secara sembunyi-sembunyi. Jadi apa jawabannya jika anak bertanya soal pacaran?
“Menurut kamu sendiri pacaran itu apa?” Mama balik bertanya.
Tunggu jawaban anak.
“Jika pacaran itu saling sayang terus sering ingin ketemuan, dekat-dekatan, bisanya jadi ingin pegangan tangan lalu pelukan lalu… sebaiknya jangan karena hal-hal itu bisa menimbulkan kerja hormon seks dalam otak dna tubuhmu menjadi lebih aktif. Akibatnya bisa terjerumus ke dalam seks bebas.” 

Itu hanya salah satu  contekan yang bisa mama dapat dari buku ini agar siap menghadapi pertanyaan anak. Tapi bicara soal pendidikan seks sebaiknya tidak menunggu pertanyaan muncul dari anak. 

Berikut adalah beberapa kiat dasar memberikan pengatahuan seks pada anak:
* Harus dimulai sedini mungkin, jangan menunggu anak memasuki usia praremaja
* Proaktif artinya beri pemahaman tanpa menunggu pertanyaan dari anak
* Jangan mengalihkan tanggung jawab. Misalnya,”Tanya bu guru aja dech jangan Tanya mama.” Jika belum siap menjawab janjikan kapan bisa menjawab.
* Selalu bersiap menyikapi dan menjawab pertanyaan anak seputar seks. Caranya bisa cari tahu di buku.
* Gunakan bahasa sesuai usia anak dan miliki ‘the courage to be imperfect ‘ alias jangan jaim
* Selalu kunci pengetahuan seks yang sudah kita berikan pada anak dengan pengetahuan agama. Karena ini yang jadi basic dan pegangan anak.

 Jika pertanyaan seputar seks muncul dari anak, mama harusnya berbangga hati dan bersyukur karena pertanyaan itu jatuh pada orang yang tepat. Bayangkan jika pertanyaan itu jatuh pada teman sebayanya yang sama-sama mau tahu lalu mencari tahu dengan cara kurang bertanggung jawab.